Masyarakat Berencana Cabut Pagar Laut 30 Km di Perairan Tangerang, Ini Reaksi Dirjen KKP

Masyarakat berencana mencabut pagar laut pada awal pekan depan.

Edwin Dwi Putranto/Republika
Lokasi pagar laut di perairan Pulau Cangkir, Kabupaten Tangerang, Jumnat (10/1/2025).
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat pesisir Kabupaten Tangerang dikabarkan akan mencabut pagar laut sepanjang 30 kilometer (km) pada awal pekan depan. Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Pung Nugroho Saksono menyambut baik rencana masyarakat itu.

Baca Juga


“Kalau memang ada informasi tersebut ya itu sangat bagus dan kami sangat berterima kasih,” kata Pung di Jakarta, Jumat (17/1/2025).

Menurut Pung, pihak yang memasang harus bertanggung jawab mencabutnya. “Semakin cepat itu semakin baik,” imbuh Pung.

Dengan dicabutnya pagar bambu tersebut, ia berharap nelayan tidak terganggu lagi dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Ia menegaskan bahwa memasang pagar laut tanpa izin adalah sesuatu yang tidak boleh dilakukan.

Apalagi, pagar laut tersebut berada di Zona Perikanan Tangkap dan Zona Pengelolaan Energi yang bisa merugikan nelayan dan potensial berdampak buruk pada ekosistem pesisir. Adapun, Kementerian KKP sebelumnya telah melakukan penyegelan pada Kamis (9/1/2025) untuk meminta pihak yang bertanggung memasang pagar laut, segera membongkar pagar laut sepanjang 30 kilometer dalam waktu 20 hari.


 

Pada Jumat, sejumlah nelayan Tanjung Pasir, Teluknaga, Kabupaten Tangerang melakukan aksi penyegelan pagar laut. Para nelayan berharap pemerintah bisa memberikan solusi karena pagar laut dinilai mengganggu aktivisnya.

“Karena mengganggu aktivitas nelayan laut itu kan punya negara kok ada yang pagar agar tanpa izin gitu karena laut bukan punya perorangan atau golongan atau khususnya Tanjung Pasir. Karena areanya kan ada di Tanjung pasir,” kata ketua Paguyuban Nelayan Tanjung Pasir, Awi, Jumat (17/1/2025).

Pihaknya juga berharap aksi tersebut dapat direspons oleh pemerintah daerah maupun pusat. Ia juga berharap aksi tersebut mendapat respons dan solusi dari presiden Prabowo Subianto.

“Harapan kami, ada tindak lanjut dari pemerintah kabupaten, provinsi, pusat atau bapak presiden yang tercinta bapak presiden Prabowo Subianto semoga Pak Prabowo menindaklanjuti aksi kami hari ini, karena kami sangat takut dengan kegiatan-kegiatan yang menyandera kami seperti pemagaran itu karena kami merasa dirugikan juga oleh aksi itu,” katanya.

 

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mendesak pemerintah segera membongkar keberadaan pagar laut sepanjang 30,16 km di pesisir pantai utara (pantura), Kabupaten Tangerang, Banten. Walhi menilai keberadaan pagar laut itu telah merugikan nelayan dan merusak ekosistem lingkungan setempat.

"Jangan berlama-lama segera hancurkan pagarnya," kata Deputi Eksternal Eksekutif Nasional Walhi Mukri Friyatna di Tangerang, Jumat.

Menurutnya, bila adanya pagar laut sebagai zonasi kelautan tidak dibenarkan, karena, wilayah laut maupun pesisir merupakan akses bersama. Oleh sebab itu, pihaknya meminta pemerintah dapat segera membongkar pagar laut tersebut dan mencari pelaku dan mengenakan sanksi pidana.

"Kalo reklamasi bekas tambang, kami sangat mendukung karena sekarang ini sangat banyak lubang bekas tambang tapi dibiarkan terbuka tidak direklamasi," katanya.

Dia mengatakan bahwa adanya konstruksi pemagaran bambu di laut pantura dapat mengakibatkan empat dampak kerusakan alam. Pertama, kehadiran pagar-pagar itu akan menghambat laju arus laut, kedua pagar laut yang dibebani pasir sebagai media tancap, juga berpotensi menimbun terumbu karang.

Kemudian, dampak lainnya juga dapat menimbulkan terjadinya penumpukan sendimen akibat terhalang pagar bambu yang menancap di pasir. "Dan dampak terakhir adalah memicu kekeruhan perairan laut," papar Mukri.

 

Dihubungi secara terpisah, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik dari UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat memperkirakan kerugian yang ditimbulkan oleh pemasangan pagar laut ilegal mencapai Rp116,91 miliar per tahun.

Kerugian ini mencakup dampak terhadap pendapatan nelayan, peningkatan biaya operasional, serta kerusakan ekosistem laut. “Keberadaan pagar laut di pesisir Tangerang dan Bekasi telah menciptakan kerugian ekonomi, sosial, dan ekologis yang signifikan. Proyek ini tidak hanya merugikan nelayan, tetapi juga gagal memberikan manfaat yang dijanjikan. Fakta-fakta di lapangan menunjukkan bahwa pembangunan pagar ini lebih banyak memberikan dampak negatif daripada positif,” kata Achmad.

Ia merinci, kerugian sebesar Rp116,91 miliar tersebut terdiri dari penurunan pendapatan nelayan sebesar Rp93,31 miliar per tahun, peningkatan biaya operasional sebesar Rp18,60 miliar per tahun, dan kerusakan ekosistem laut senilai Rp5 miliar per tahun. Perhitungan ini didasarkan pada data dari Ombudsman RI serta analisis ekologis independen.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler