FKSPN Minta Tim Kurator Sritex Terbitkan Surat PHK untuk Pekerja Bitratex
Surat PHK diterbitkan agar pekerja mendapatkan kepastian hukum terkait JKP dan JHT.
REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Sekretaris Jenderal Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (FKSPN) Heru Budi Utoyo meminta tim kurator yang menangani kepailitan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) menerbitkan surat PHK untuk para pekerja di PT Bitratex Industries. PT Bitratex adalah anak perusahaan Sritex yang turut dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang pada Oktober tahun lalu.
"Kami meminta kepada tim kurator menerbitkan surat PHK agar para pekerja saat ini ingin kepastian hukum dan bisa mengambil haknya berupa JHT (Jaminan Hari Tua) dan JKP (Jaminan Kehilangan Pekerjaan)," kata Heru di Kota Semarang, Jawa Tengah, Ahad (19/1/2025).
Heru mengungkapkan, anggota FKSPN tidak hanya berada di PT Bitratex, tapi juga dua anak perusahaan lainnya yang turut dipailitkan PN Niaga Semarang, yakni PT Sinar Pantja Djaja dan PT Primayudha Mandirijaya. Khusus PT Bitratex, Heru menyampaikan bahwa para pekerja di sana memang menginginkan PHK.
Menurut Heru, PHK menjadi pilihan realistis. Sebab sejak Bitratex diakuisisi oleh Sritex pada 2018, kesejahteraan para pegawai di sana terus menurun. Selain itu, pemangkasan pegawai juga terjadi setiap tahun hingga Sritex diputus pailit pada Oktober 2024.
Heru pun menyoroti para pekerja PT Bitratex yang dirumahkan. Dia mengatakan, awalnya para pekerja tersebut mendapatkan uang tunggu sebesar 25 persen dari gaji. "Pada bulan September (2024) justru tidak diberikan upahnya atau bahasanya no work, no pay," ujarnya.
"Inilah yang menjadi persoalan-persoalan yang dihadapi pekerja, bahkan sampai saat ini mereka berharap, mereka mengadu kepada FKSPN, agar diperjuangkan hak-haknya berupa uang pesangon yang memang sudah kami tagihkan kepada tim kurator," tambah Heru.
Dia berharap tim kurator kepailitan Sritex bisa memenuhi hal tersebut. Sementara itu pekerja PT Bitratex yang juga menjabat sebagai Ketua DPW Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Jawa Tengah, Nanang Setiyono, menyamapaikan bahwa para pegawai PT Bitratex tak menghendaki adanya going concern atau keberlangsungan usaha dari Sritex. Mereka justru menghendaki agar PHK segera dilakukan.
"Yang ingin kami sampaikan adalah ada perbedaan keinginan antara manajemen Sritex dengan keinginan kami karyawan PT Bitratex. Manajemen PT Sritex menginginkan adanya going concern atau keberlanjutan usaha, tapi dari sisi karyawan PT Bitratex itu tidak dikehendaki," ujar Nanang.
Dia menambahkan, para pekerja di PT Bitratex justru menghendaki agar PHK segera dilakukan. "Kelihatannya atau kedengarannya pasti aneh, karyawan kok pengen di-PHK? Kami sampaikan bahwa ini bukan hal yang asal kami putuskan," ujar Nanang.
Nanang menjelaskan, keinginan PHK sudah dipertimbangkan dari aspek yuridis dan sosiologis. Menurutnya, kondisi di PT Bitratex juga sudah tidak memungkinkan untuk melanjutkan aktivitas usaha. "Karena jauh hari sebelum dipailitkan, sejak tahun 2022, sudah di-PHK 50 persen dari jumlah karyawan. Dari sisa 50 persen (pegawai), itu dirumahkan 60 persen. Terakhir kita bekerja di bulan Oktober (2024), itu tinggal 30 persen yang bekerja," ucapnya.
Dia menjelaskan, PT Sritex mengakuisisi PT Bitratex pada 2018. Pada 2019, manajemen PT Bitratex telah sepenuhnya berada di bawah Sritex. Nanang mengungkapkan, pada 2021, jumlah karyawan PT Bitratex sekitar 2.500. Menurut dia, sejak 2021 hingga dinyatakan pailit pada Oktober 2024, PHK telah terjadi di PT Bitratex. "Sebelum dinyatakan pailit, itu karyawan tinggal 1.166," ujar Nanang.
Menurut Nanang, PHK juga terjadi di dua anak perusahaan Sritex lainnya, yakni di PT Sinar Pantja Djaja dan PT Primayudha Mandirijaya, termasuk di pabrik Sritex di Sukoharjo. "Jadi saya sampaikan bahwa berita yang menyatakan tidak ada PHK itu tidak benar," katanya.
Dia menambahkan, pemangkasan jumlah pekerja yang terjadi sebelum Sritex dinyatakan pailit menjadi salah satu alasan mengapa para pekerja di PT Bitratex menolak going concern. "Kalaupun going concern dikabulkan oleh kurator, kami karyawan PT Bitratex tidak akan bisa bekerja sebagaimana layaknya sebelum kami dipegang oleh PT Sritex," kata Nanang.
"Dengan di-PHK kami akan memenuhi syarat sebagai kreditur. Dengan di-PHK kami bisa memenuhi syarat untuk klaim BPJS dari sisi ketenagakerjaan. Kalau kami tidak memilih PHK, maka nasib kami akan menggantung, tidak bisa jadi kreditur, tidak bisa menagih uang pesangon, tidak bisa mengambil uang jaminan hari tua," tambah Nanang.
Dia menjelaskan bahwa banyak pegawai PT Bitratex yang sudah berbulan-bulan dirumahkan, berusaha melamar pekerjaan baru. Menurut Nanang, banyak dari mereka yang berhasil lolos dan diterima perusahaan baru. "Tapi kemudian ditolak karena statusnya masih memiliki hubungan kerja dengan PT Sritex," ucapnya.
Nanang mengatakan hal itu menjadi alasan lain mengapa para pekerja di PT Bitratex menginginkan PHK. Saat ini Sritex hendak mengajukan Peninjauan Kembali setelah Mahkamah Agung menolak kasasi mereka terkait putusan pailit yang diterimanya dari PN Niaga Semarang.
PT Sritex dinyatakan pailit oleh PN Niaga Semarang pada 21 Oktober 2024. Hal itu termaktub dalam putusan dengan nomor perkara 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg. Dalam perkara tersebut, pihak pemohon adalah PT Indo Bharat Rayon. Sementara pihak termohon tidak hanya PT Sritex, tapi juga anak perusahaannya, yaitu PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya.
"Menyatakan PT Sri Rejeki Isman, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya pailit dengan segala akibat hukumnya," demikian petitum yang dipublikasikan di Sistem Informasi Penulusaran Perkara PN Semarang.
Dalam putusan tersebut, PT Sri Rejeki Isman, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya dinyatakan telah lalai dalam memenuhi kewajiban pembayarannya kepada pemohon berdasarkan Putusan Homologasi (Pengesahan Rencana Perdamaian) tanggal 25 Januari 2022.