TNI AL Gerak Cepat Bongkar Pagar Laut, KKP Menolak Tindakan Gegabah, Siapa yang Benar?
Panglima memastikan bahwa pembongkaran pagar laut itu merupakan perintah presiden.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kendati sudah dibongkar, namun persoalan pagar laut di pesisir Tangerang masih menuai polemik. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta TNI AL saling beradu pendapat menyangkut pembongkaran tersebut.
KKP menyayangkan pembongkaran yang dilakukan tanpa koordinasi. KKP tidak mau gegabah untuk melakukan pembongkaran mengingat pagar laut tersebut merupakan barang bukti.
Sementara Panglima TNI memastikan pembongkaran pagar sepanjang 30 kilometer itu merupakan perintah presiden. Ini karena nyata-nyata bahwa pagar itu menutup akses para nelayan yang hendak mencari ikan. "Sudah perintah presiden," katanya memegaskan, Ahad.
Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Wahyu Sakti Trenggono, Doni Ismanto Darwin, menyayangkan langkah TNI AL yang melakukan pembongkaran pagar laut di wilayah perairan Kabupaten Tangerang. Pasalnya, pembongkaran itu dilakukan tanpa koordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
"Kami menyayangkan pembongkaran pagar laut tersebut dilakukan tanpa koordinasi dengan KKP, yang berpotensi mengaburkan proses hukum yang sedang berjalan," ujar dia.
Kendati begitu, kata ia, KKP tetap berkomitmen untuk memastikan bahwa semua tindakan yang berkaitan dengan pengelolaan dan perlindungan ruang laut dilakukan sesuai koridor hukum. Karena itu, Menteri KKP telah menyegel keberadaan pagar laut di wilayah Tangerang untuk proses penyelidikan.
Bagi KKP, pagar laut itu merupakan barang bukti. Penyegelan dilakukan untuk memudahkan penyelidikan. Sampai saat ini KKP belum mengetahui secara pasti siapa yang bertanggung jawab atas keberadaan pagar laut tersebut.
“Kami sedang melakukan penyelidikan, kan tidak bisa cepat, tidak bisa menuduh banyak orang juga,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono.
Ia menyebut bahwa ada perkumpulan nelayan yang mengklaim telah memasang pagar laut di kawasan perairan Kabupaten Tangerang, Banten. “Kami dapat info, katanya perkumpulan nelayan. Nah itu sedang kami panggil terus,” kata Menteri KKP di Kabupaten Badung, Bali, Minggu.
Menurut dia, pihak yang mengklaim telah memasang pagar laut dari bambu itu adalah kesatuan masyarakat nelayan Pantai Utara (Pantura). Namun, lanjut dia, kelompok nelayan yang sudah dipanggil oleh KKP itu tidak kunjung menghadiri panggilan tersebut.
Terlalu lambat
KKP selama ini dinilai sejumlah kalangan terlalu lambat dalam melakukan penyelidikan. Padahal, nelayan telah rugi terlalu banyak akibat pagar laut tersebut.
Pembina Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) Mulyanto melihat Presiden merasa perlu mengambil keputusan dan perintah langsung karena jalur komunikasi birokrasi yang mengurusi masalah tersebut tidak berjalan sesuai harapannya.
Sehingga Presiden dengan kewenangannya merasa perlu memberi perintah langsung kepada Lantamal TNI AL untuk mengambil alih proses pembongkaran pagar laut yang dikeluhkan nelayan sepanjang laut Banten tersebut.
"Melalui keputusan tersebut Presiden Prabowo ingin menunjukan bahwa pemegang kekuasaan tertinggi Pemerintahan adalah dirinya, bukan figur atau instansi lain.
Keputusan tersebut menunjukan bahwa Pemerintah peduli pada aspirasi nelayan yang banyak disuarakan melalui media, sekaligus sebagai penegasan bahwa Pemerintahan yang dipimpinnya tidak tunduk pada kemauan oligarki.
Mulyanto menambahkan perintah pembongkaran pagar laut tersebut sebenarnya sudah dilakukan oleh KKP beberapa hari sebelumnya.
Mamun KKP terkesan lambat dan tidak tegas sehingga yang dilakukan hanya menyegel selama 20 hari menunggu untuk pemilik membongkarnya secara mandiri.
Akibatnya malah muncul fenomena JRP yang mengaku ormas nelayan yang secara swadaya membangun pagar laut tersebut. Jadi malah muncul keresahan di kalangan masyarakat nelayan.
Konsekuensi hukum
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengingatkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) atas konsekuensi hukum pengerahan ratusan prajurit Angkatan Laut (AL) dalam pembongkaran pagar bambu pemagaran laut di pesisir pantai utara, Kabupaten Tangerang, Banten.
Direktur LBH Jakarta Fadhil Alfathan mempertanyakan kewenangan hukum prajurit-prajurit dari satuan marinir dalam pembongkaran pagar laut itu.
LBH Jakarta tak ingin TNI-AL menjadi sasaran obstruction of justice, atau perintangan penyidikan atas proses pengusutan yang dilakukan otoritas penegak hukum terkait keberadaan pagar laut tersebut.
Karena menurut Fadhil, jika keberadaan pagar laut tersebut saat ini dalam penyelidikan dan penyidikan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), maka pembongkaran yang dilakukan TNI-AL tersebut bisa berujung pada konsekuensi hukum.
“Kalau pembongkaran oleh TNI Angkatan Laut itu menyebabkan kesulitan bagi penyidik, dalam hal ini penyidik PPNS di Kementerian Kelautan Perikanan ataupun penyidik Bareskrim Polri dalam mengusut pagar laut tersebut, memang jadinya apa yang dilakukan oleh TNI Angkatan Laut kemarin itu, bisa dikatakan obstruction of justice, atau perintangan penyidikan,” kata Fadhil saat dihubungi, Ahad (19/1/2025).
Karena itu LBH Jakarta, kata Fadhil, perlu penjelasan yang terang kewenangan dari otoritas TNI-AL yang melakukan aksinya pembongkaran pagar laut itu.
“Sampai sekarang kita nggak tahu, TNI Angkatan Laut itu melakukan aksinya membongkar pagar laut itu, dalam kapasitasnya sebagai apa?,” ujar Fadhil.
Ia mengatakan, TNI memang memiliki kewenangan melakukan penyelidikan, maupun penyidikan atas satu peristiwa hukum yang terjadi di masyarakat. Namun dalam kasus pagar laut ini, kata Fadhil, aksi TNI-AL yang melakukan pembongkaran pagar laut tersebut dalam rangka apa. “TNI Angkatan Laut ini, nggak jelas dalam kapasitasnya sebagai apa? Apakah dalam rangka penyidikan?,” ujar Fadhil.
Sementara itu Nelayan Tanjung Pasir mengaku bahagia akhirnya pagar laut yang menghalangi akses perahunya bisa dibongkar. Dimana kegiatan pencabutan tersebut diinisiasi oleh TNI AL dan nelayan sekitar.
“Kita sebagai nelayan sangat bersyukur, karena apa yang kemarin kita perjuangan sangat sulit, akhirnya ada aparat ada yang merespon kita juga. Akhirnya bisa tercapai sampai kayak sekarang ada pembongkaran,” kata Maun (55), Sabtu (18/1/2025).
“Nelayan udah puas, kita berharapnya itu aja karena itu sudah sangat mengganggu,” katanya menambahkan.
Maun juga sempat menceritakan pihaknya sudah mencoba meminta bantuan ke sejumlah pihak. Namun, belum ada solusi konkrit atas persoalan pagar laut tersebut.
“Sebelumnya sangat alot kita melapor ke sana sini tidak ada tanggapan apalagi dari kepala desa tidak ada tanggapan, 1-2 kali ditemui 3-4 kali kita ditinggalkan, ngak ada tanggung jawabnya, gak ada respon yang diarahkan ke kita,” katanya.
Pihaknya juga menyebutkan tak ada dari pihak desa yang ikut serta di acara pembongkaran perdana tersebut. “Oh ngak ada sama sekali, mana ada yang mau, tidak ada sama sekali, (mereka tahu) pasti tahu,” katanya.