Menanti Terwujudnya ''Mimpi'' Swasembada Pangan

Swasembada pangan merupakan fondasi penting untuk keberhasilan program Makan Bergizi.

Republika/Prayogi
Epon Sukarsi (54) memanen padi yang ditanam di lahan kosong kawasan pinggiran Kanal Banjir Timur (KBT) , Duren Sawit, Jakarta. Pemerintah menargetkan Swasembada Pangan akan segera tercapai. (iustrasi)
Rep: Frederikus Dominggus Bata, Muhammad Nursyamsyi, Dian Fath Risalah Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa waktu lalu, Presiden Prabowo Subianto mengaku gembira setelah menerima laporan dari jajaran menterinya swasembada pangan dapat tercapai sebelum batas waktu yang ditargetkan, yakni sebelum pemerintahan yang dia pimpin memasuki tahun ke-4.

Baca Juga


Presiden melanjutkan, jajaran menteri, yang mengurusi program Swasembada Pangan, melaporkan keinginan untuk mandiri dalam bidang pangan itu kemungkinan terwujud sebelum tahun ke-2. “Saya dapat laporan dari menteri-menteri bidang pangan sebelum tahun ke-2 kita sudah swasembada pangan. Kita tidak akan impor pangan lagi,” sambung Prabowo optimistis.

Swasembada Pangan, yang merupakan salah satu program prioritas pemerintahan Presiden Prabowo, saat ini dikerjakan lintas sektor. Program itu melibatkan sejumlah kementerian, bahkan turut menggandeng TNI dan Polri.

Dalam mewujudkan swasembada pangan, Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan 2,3 juta hektare lahan dapat digarap menjadi sawah dan perkebunan tanaman pangan. Lahan-lahan yang akan digarap itu terbagi menjadi optimalisasi lahan rawah (oplah), cetak sawah baru, kemudian normalisasi irigasi tersier, primer, dan sekunder daerah yang ada (existing).

"Target kita oplah 851 ribu hektare, cetak sawah 500 ribu hektare, kemudian existing di Pulau Jawa terbagi irigasi tersier, sekunder, primer itu satu juta hektare. Total 2,3 juta hektare,” kata Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman kepada wartawan di Jakarta belum lama ini.

 
Petani melakukan penanaman padi di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, pada Selasa (24/12/2024). Wapres Gibran dan Mentan Amran menanam varietas padi unggul Inpari 32 pada lahan persawahan seluas 530 hektare. Penanaman padi dilakukan dengan rice tranpslanter sebagai upaya pemerintah memperkuat mekanisasi dan percepatan swasembada. Penanaman padi ini menegaskan komitmen pemerintah dalam memperkuat ketahanan pangan nasional. - (Dok Kementan)

Beberapa lahan baru yang akan dicetak menjadi persawahan di antaranya ada di wilayah timur Indonesia, tepatnya di Kabupaten Merauke, Papua Selatan. Tidak hanya menyiapkan lahan, pemerintah juga menyiapkan sistem irigasi, pupuk, dan benih terdistribusi dengan baik ke kelompok-kelompok petani.

Amran menyebut pemerintah mengalokasikan Rp 12 triliun untuk pembangunan dan revitalisasi infrastruktur jaringan irigasi pertanian. “Bapak Presiden setujui irigasi tersier, primer, dan sekunder untuk dua juta hektare bersama Kementerian PU (Pekerjaan Umum), anggarannya Rp 12 triliun untuk seluruh Indonesia,” kata pria yang kembali dipercaya sebagai Mentan ini.

Dia melanjutkan, kebijakan-kebijakan itu dikeluarkan untuk mendukung percepatan swasembada pangan yang semula ditargetkan pada 2028 menjadi 2027.


Sejarah panjang Swasembada Pangan

Indonesia telah memiliki sejarah panjang dalam upaya mencapai swasembada pangan. Pada masa Orde Lama, pemerintah juga mencanangkan program swasembada pangan yang fokus pada komoditas beras. Namun, program tersebut belum berhasil secara berkelanjutan.

Masih di masa Orde Baru, pemerintah kembali menggencarkan program swasembada pangan, terutama beras. Melalui program intensifikasi pertanian, produksi beras berhasil ditingkatkan secara signifikan. Bahkan di tahun 1984, Indonesia berhasil mencapai swasembada beras.

Namun lagi-lagi swasembada pangan menghadapi tantangan besar saat krisis ekonomi 1998 melanda tanah air. Krisis Ekonomi menyebabkan produksi pangan menurun dan impor kembali meningkat.

Setelahnya pemerintah terus berupaya menghentikan keran impor sejumlah komoditas demi mencapai kemandirian pangan. Dan di era Presiden Prabowo Subianto, program Swasembada Pangan kembali menjadi prioritas.

Prabowo menyatakan komitmen Indonesia menuju swasembada pangan sebagai langkah utama guna menghadapi tantangan global yang makin kompleks. Komitmen tersebut disampaikan pada pidato pertamanya usai Pengucapan Sumpah sebagai Presiden Republik Indonesia di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD, Jakarta, pada 20 Oktober 2024 lalu.

“Saya telah mencanangkan Indonesia harus segera swasembada pangan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Kita tidak boleh bergantung dari sumber makanan dari luar,” tegasnya.

Presiden Prabowo menyampaikan dalam situasi krisis global, negara-negara lain akan mengutamakan kepentingan domestiknya. Untuk itu, Indonesia harus mampu memproduksi dan memenuhi kebutuhan pangan nasional secara mandiri.

“Saya sudah mempelajari bersama pakar-pakar yang membantu saya, saya yakin paling lambat 4-5 tahun kita akan swasembada pangan. Bahkan kita siap menjadi lumbung pangan dunia,” kata Presiden Prabowo.

Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menetapkan untuk menghentikan impor empat komoditas pangan pada 2025. - (Republika.co.id)

Presiden Naikkan HPP

Dalam rapat terbatas dengan para menterinya di Istana Negara akhir Desember 2024 lalu, Presiden Prabowo memerintahkan jajaran menterinya untuk menghentikan impor beras, garam, gula konsumsi dan jagung pada tahun 2025.

Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan mengkonfirmasi perintah presiden tersebut. Saat bertemu wartawan usai rapat Zulhas, begitu ia biasa disapa, menyebut tak ada kuota impor untuk empat komoditas pada 2025.

“Alhamdulillah, tadi dalam ratas (rapat terbatas) yang pertama, kita sudah memutuskan tidak impor beras, kemudian jagung, gula untuk konsumsi, dan garam," kata Zulhas.

Dalam rapat yang sama saat itu, presiden juga memutuskan menaikkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Untuk gabah kering naik sebesar Rp 500 dari Rp 6.000 menjadi Rp 6.500. Beras dari penggilingan sebesar Rp 12 ribu per kilogram. Sementara untuk jagung juga mengalami kenaikan yang sama sebesar Rp 500, dari Rp 5.000 menjadi Rp 5.500.

Pemerintah, kata Zulhas, akan membeli dan menampung berapa pun hasil produksi gabah, beras, dan jagung petani. Ia melanjutkan, hasil panen petani itu nantinya bakal ditampung di gudang-gudang milik Bulog, induk koperasi, dan gudang resi. "Berapa pun produksi gabah dan jagung petani akan ditampung sesuai dengan harga yang telah ditetapkan oleh pemerintah," ucap Zulhas.

Namun kebijakan ini sudah menemukan kendala baru-baru ini. Ramai di sejumlah tempat, gabah kering petani dibeli di bawah HPP yang telah ditetapkan Prabowo. Ketua Umum Kontak Tani Nelayan (KTNA) Yadi Sofyan Noor merespons isu yang beredar tersebut. Ia mengatakan, fenomena di lapangan memang belum semua gabah kering terserap dengan harga sesuai HPP.

Pekerja menjemur gabah di area pengeringan. Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional mengeluarkan aturan baru yang mewajibkan Bulog menyerap semua gabah petani sesuai HPP dan mencabut aturan terkait rafaksi. - (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto)

Tapi itu menurutnya lataran adanya hal teknis yang jadi penyebab. Salah satunya karena kadar air yang masih tinggi di atas 25 persen karena musim hujan. Menurut Yadi, para mitra Bulog melihat rafaksi yang dibuat Badan Pangan Nasional atau National Food Agency dalam melakukan penyerapan gabah kering. 

Rafaksi harga gabah berdasarkan keputusan NFA. Gabah kering panen (GKP) dibeli sesuai HPP (Rp 6.500 per kg) adalah yang memiliki kualitas antara lain kadar air maksimal 25 persen, kadar hampa maksimal 10 persen. Kemudian GKP di luar kualitas 1 (GLK-1) di petani, kadar air maksimal 25 persen, kadar hampa 11-15 persen, itu dihargai Rp 6.200 per kg. Lalu, dalam bentuk beras, produk yang masuk gudang Perum Bulog, dengan kualitas antara lain derajat sosoh 100 persen, kadar air maksimal 100 persen, butir patah maksimal 25 persen, butir menir maksimal 2 persen. Beras dengan spesifikasi demikian, diserap dengan harga Rp 12 ribu per kg atau sesuai HPP.

Namun Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (BPN) mengeluarkan aturan terbaru mengenai penyerapan gabah petani. Aturan ini berisi penugasan terhadap Bulog untuk menyerap harga gabah, semuanya Rp 6.500. Dengan aturan terbaru ini maka Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Harga Pembelian Pemerintah dan Rafaksi Harga Gabah dan Beras, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Terkait HPP, Wakil Menteri Pertanian, Sudaryono sebelumnya juga sudah menginstruksikan Perum Bulog untuk menyerap gabah petani sesuai HPP yang sudah ditetapkan. Wamentan mengatakan Bulog ditargetkan bisa menyerap gabah setara dengan tiga juta ton beras untuk percepatan tercapainya Swasembada Pangan.

Pemerintah, menurut pria yang sering disapa Mas Dar itu, telah mengalokasikan Rp 3 triliun untuk menyerap produksi beras petani. Kebijakan menaikan HPP tentu diharapkan memberikan nilai tambah bagi kesejahteraan petani lokal.

"Dengan anggaran ini, kita tidak hanya menjamin pendapatan petani, tetapi juga mengamankan anggaran pertanian senilai Rp 149 triliun untuk subsidi pupuk, benih, irigasi, alat mesin pertanian, dan lain sebagainya,” ujar Mas Dar dalam rapat kerja bersama Bulog beberapa waktu lalu.

Harga Gabah Melonjak, Petani Menikmati? - (Infografis Republika)

Optimisme pemerintah

Pemerintah semakin optimis dalam memperkuat ketahanan pangan nasional, terutama melalui peningkatan produksi beras dari petani lokal. Kepala NFA Arief Prasetyo Adi mengapresiasi meningkatnya produksi berasnya pada Januari hingga Februari tahun ini. "Jadi pesannya itu sudah betul sekali, akan ada produksi di atas 13 juta ton dalam bentuk gabah. Tentunya seusai arahan Bapak Presiden Prabowo, semua hasil panen petani harus bisa diserap," ungkapnya, dikutip dari laman resmi Badan Pangan Nasional.

Adapun keberpihakan program pemerintah terhadap petani selama ini menurut Arief, dapat dilihat pada Nilai Tukar Petani (NTP) yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS). Secara nasional, NTP Januari sampai Desember 2024 adalah 119,62. Capaian rerata NTP 2024 itu lebih besar 6,36 poin dibandingkan NTP Januari-Desember 2023 yang berada di angka 112,47. Selain itu, NTP secara bulanan paling besar juga ada di Desember 2024 dengan angka 122,78.

Setali tiga uang, kondisi pada Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan (NTPP) secara bulanan juga mencatatkan indeks tertinggi pada Desember 2024 dengan angka 122,78. Kelompok padi merupakan kelompok dominan penyusun indeks NTPP. Gabah mempunyai andil 2,44 persen terhadap inflasi dari komoditas produksi pertanian selama tahun 2024.

"Untuk itu, kita perlu pengering (dryer) dan Bapak Dirut Bulog sudah mempersiapkan bersama seluruh penggilingan padi untuk menyerap hasil produksi di seluruh sentra produksi. Jadi kuncinya adalah penyerapan, pengiriman, pengeringan di kadar air sampai 14 persen, dan penyimpanan. Setelahnya Bapak Mentan kalau kita bisa memproduksi lebih 2 juta ton, 2 juta ton, 2 juta ton maka kita bisa ekspor," sambungnya.

Dengan berbagai program strategis yang telah dicanangkan pemerintah untuk 2025 ini, ia optimistis akan terwujud ekuilibrium antara upaya penyerapan pemerintah dengan penyaluran ke masyarakat. "Stok beras pemerintah hari ini adalah yang terkuat selama ini, ada 2 juta ton. Dengan itu, harga bisa stabil dan pemerintah pun bisa intervensi. Inflasi kita di 2024 pun yang terbaik sejak tahun 1958. Untuk itu, kita harus bisa menyeimbangkan antara penyerapan pemerintah dengan penyalurannya," kata Arief.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) produksi beras pada Januari dan Februari 2025 memang lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada Januari 2024, produksi beras nasional hanya 0,87 juta ton. Namun, pada Januari 2025, produksi diperkirakan mencapai 1,20 juta ton.

Produksi Februari 2024 yang hanya mencapai 1,39 juta ton, diproyeksikan melonjak menjadi 2,08 juta ton pada Februari 2025. Dengan demikian, total produksi beras selama dua bulan pertama tahun ini diperkirakan mencapai 3,28 juta ton, atau meningkat sekitar 1,02 juta ton dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Namun, menurut Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat, Entang Sastraatmadja, meskipun tren awal tahun menunjukkan peningkatan produksi, perhatian tetap diperlukan untuk bulan-bulan berikutnya. Tantangan utama yang dihadapi petani adalah kondisi cuaca yang semakin sulit diprediksi.

"Jika panen raya bertepatan dengan musim hujan pada Maret hingga Mei 2025, upaya mitigasi perlu segera disiapkan agar hasil panen tidak terganggu," kata Entang.

Salah satu solusi yang perlu diperhatikan di antaranya penyediaan alat pengering gabah. Dalam beberapa tahun terakhir, petani kerap menghadapi kesulitan mengeringkan gabah saat musim hujan. Jika kadar air gabah terlalu tinggi, harga jualnya bisa turun drastis.

Oleh karena itu, menurut Entang, kebijakan yang mendukung ketersediaan alat pengering gabah perlu mendapat perhatian serius, sebagaimana pemerintah selama ini gencar menyalurkan bantuan alat dan mesin pertanian seperti traktor.

Keberhasilan sektor perberasan nasional bukan hanya bergantung pada peningkatan produksi di tingkat hulu, tetapi juga pada efisiensi pascapanen dan kestabilan harga di tingkat petani. Penguatan sinergi antara produksi, pengelolaan hasil panen, dan distribusi menjadi faktor kunci dalam mencapai ketahanan pangan yang berkelanjutan.

Pemerintah, kata Entang, perlu memastikan seluruh rantai produksi, dari hulu hingga hilir, mendapat perhatian yang sama. Selain kesiapan pascapanen, langkah lain yang juga perlu diperhatikan adalah pengelolaan cadangan beras nasional.

"Ketahanan pangan tidak hanya bergantung pada seberapa banyak produksi dihasilkan, tetapi juga bagaimana stok pangan dikelola agar stabil sepanjang tahun. Dengan adanya sistem cadangan yang kuat, gejolak harga akibat faktor cuaca maupun kondisi pasar global dapat diminimalkan," ujarnya.

Swasembada berkelanjutan

Penting bagi pemerintah untuk melindungi dan memproteksi lahan pertanian produktif yang sudah ada. - (Republika/Wihdan Hidayat)

Sementara itu, Pengamat pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menilai kebijakan pemerintah mengejar swasembada pangan komoditas beras dalam 100 hari kerja Pemerintahan Prabowo-Gibran, akan dapat dengan mudah dicapai. Tapi yang menjadi pertanyaan apakah akan berekelanjutan?

"Dengan menyediakan benih, pupuk, dan infrastruktur yang menjamin ketersediaan air. Melihat langsung at all cost ini, sepertinya tidak terlalu sulit untuk mencapai swasembada beras," kata Khudori.

Kendati demikian, dia menekankan perlunya swasembada beras yang berkelanjutan. Program itu bisa dan tetap akan terus berkelanjutan dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri apabila ada anggaran secara berkelanjutan. "Ketika menggelontorkan anggaran menurun, bahkan tidak ada, bagaimana kelanjutannya," ujarnya lagi.

Apalagi, kata Khudori, apabila hanya berfokus kepada satu komoditas padi, maka juga berimplikasi pada komoditas lain. Ia menerangkan, ketika membutuhkan perhatian dengan anggaran yang cukup, tidak mudah mengalihkan hal itu. Misalnya, saat ini wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) yang kembali mengganas. Peternak perlu dibantu vaksin gratis atau yang terjangkau.

"Mestinya ada program penggantian ternak yang dipotong paksa atau dimusnahkan," ujarnya.

Meski begitu, dia menyoroti perlu adanya penjelasan secara detail apa yang dimaksud dengan swasembada pangan yang dicanangkan. Apakah secara umum atau per komoditas?

"Makanya di tahun pertama ini fokus menekan impor empat komoditas mulai beras, jagung, gula dan garam," kata Khudori.

Selain itu, Khudori juga menyarankan agar pemerintah fokus dan mengoptimalkan penggarapan lahan di lokasi Food Estate (FE) yang sudah dibuka sejak berpuluh-puluh tahun sebelumnya. "Jangan buru-buru buka lahan baru, dari hutan misalnya. Karena lahan eks FE masih banyak. Bahwa kita perlu menambah lahan pertanian, ya. Tapi sebaiknya mengoptimalkan lahan bukaan yang sudah ada," katanya pula.

Ia juga menyarankan pentingnya bagi pemerintah untuk melindungi dan memproteksi lahan pertanian produktif yang ada. Lahan produktif yang ada, bagi Khudori, membutuhkan waktu yang lama dalam membentuknya serta memerlukan anggarannya yang cukup besar.

"Jangan sampai kita sibuk membuka lahan baru yang belum tentu berhasil dan bisa produktif dalam waktu dekat, tapi pada saat yang sama lahan produktif yang ada dibiarkan dikonversi," ujarnya.

Lebih lanjut, dia mengatakan perlunya fokus membangun fondasi dan melakukan aneka langkah untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Dalam konteks itu, kata Khudori, selain menambah lahan dan membenahi infrastruktur irigasi, hal yang tak kalah penting lainnya adalah membenahi riset dan pengembangan (R&D). "Memacu produktivitas (pertanian) kuncinya ya di R&D," kata Khudori menegaskan.


 

Penyederhanaan distribusi pupuk subsidi 

Selain HPP, Pemerintah Presiden Prabowo Subianto juga melakukan penyederhanaan distribusi pupuk bersubsidi. Ini merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyaluran pupuk bersubsidi kepada petani yang berhak.

Direktur Utama PT Pupuk Indonesia, Rahmad Pribadi, menyatakan penyaluran pupuk bersubsidi di 2025 mencatat sejarah baru. Distribusi, dilakukan tepat waktu sejak awal tahun.

Rahmad menjelaskan, kolaborasi antara Kementan, Kementerian BUMN, pemerintah daerah, dan Pupuk Indonesia telah menciptakan sistem distribusi pupuk yang lebih efektif dan efisien. Hal ini menjadi langkah awal penting dalam mendukung produktivitas petani demi mencapai swasembada pangan.

“Dengan dukungan pemerintah, kami memastikan alokasi pupuk bersubsidi sebesar 9,55 juta ton pada 2025 dapat tersalurkan tepat waktu dan tidak terpengaruh fluktuasi harga gas atau bahan baku,” ujar Rahmad.

Petani menebar pupuk urea dan NPK untuk tanaman padi. - (Republika/Wihdan Hidayat)

Pada enam hari pertama Januari 2025, Pupuk Indonesia mencatat 91.913 transaksi penebusan pupuk bersubsidi, melibatkan 80.337 petani. Volume pupuk yang berhasil disalurkan mencapai hampir 25 ribu ton, terdiri dari urea, NPK, NPK Kakao, dan pupuk organik.

“Perbaikan tata kelola distribusi yang dilakukan pada 2024, termasuk penerapan sistem digital berbasis KTP, membuat proses distribusi pupuk lebih sederhana dan efisien,” tambah Rahmad.

Kini pemerintah melakukan penyederhanaan alur distribusi pupuk subsidi. Menko Pangan Zulkifli Hasan mengatakan, penyaluran pupuk subsidi langsung diberikan oleh Kementan kepada Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC).

PIHC ini kemudian akan menyalurkan pupuk kepada Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). “Pupuk Indonesia akan mengirimkan langsung kepada Gapoktan, yang akan diaudit dan dipertanggungjawabkan. Selanjutnya, Kementerian Keuangan akan melakukan pembayaran. Gapoktan bertanggung jawab langsung kepada petani,” jelas Zulhas.

Namun, Anggota Komisi IV DPR RI, Hanan Abdul Rozak mengingatkan masih adanya risiko penyelewengan dalam proses distribusi pupuk, terutama di tingkat distributor dan pengecer. Ia mengusulkan penguatan peran Gapoktan sebagai pengecer untuk memastikan distribusi lebih transparan dan efektif.  


Pupuk Indonesia menegaskan komitmennya menjaga penyaluran pupuk bersubsidi sesuai aturan, dengan memperketat pengawasan dan memberikan sanksi tegas. Perusahaan berupaya memastikan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah tidak dilanggar demi melindungi kepentingan petani.

Direktur Pemasaran Pupuk Indonesia Tri Wahyudi Saleh menekankan perusahaan tidak akan menoleransi pelanggaran yang merugikan petani. “Menjual pupuk bersubsidi di atas HET adalah pelanggaran serius dan dapat dikenai sanksi pidana. Kami berkomitmen menjaga distribusi pupuk agar tetap terjangkau bagi petani sesuai amanat perundang-undangan,” ujar Tri Wahyudi di Jakarta beberapa waktu lalu.

HET pupuk bersubsidi untuk 2025 telah diatur dalam Keputusan Menteri Pertanian RI No. 644/kPTS/SR.310/M/11/2024. Dalam keputusan tersebut, HET pupuk bersubsidi di tingkat kios atau pengecer ditetapkan sebesar Rp 2.250 per kilogram (kg) untuk Urea, NPK Phonska Rp 2.300 per kg, NPK untuk Kakao Rp 3.300 per kg, dan Pupuk Organik Rp 800 per kg.

Pupuk Indonesia mengingatkan kepada seluruh mitra kios pelanggaran HET pupuk bersubsidi dapat dikenai ancaman pidana berdasarkan Pasal 2 UU No. 20 Tahun 2001. Sanksinya meliputi hukuman penjara hingga 20 tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar.

Stok pupuk bersubsidi di gudang Petrokimia Gresik. - (Dok Republika)

Fondasi penting MBG

Salah satu program prioritas Pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka adalah Makan Bergizi Gratis (MBG). Swasembada pangan merupakan fondasi penting untuk keberhasilan program Makan Bergizi Gratis.

Program MBG saat ini telah dilakukan di 31 provinsi di Indonesia dengan total 238 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) telah beroperasi memenuhi pembuatan makanan untuk MBG. Pada periode pertama yaitu Januari-April 2025 ditargetkan ada tiga juta penerima manfaat dari program MBG, lalu pada tahapan selanjutnya April-Agustus 2025 ditargetkan jumlah tersebut bertambah menjadi enam juta penerima manfaat.

Presiden mengakui program yang baru saja dimulai ini tidak bisa secara instan langsung menjangkau seluruh anak di Indonesia. Prabowo menegaskan secara fisik dan administratif, program ini membutuhkan waktu untuk dapat menjangkau anak-anak secara merata.

Kepala Negara pun optimistis pada akhir 2025, seluruh anak Indonesia dapat menikmati manfaat program ini. "Saya yakini tahun 2025, akhir 2025, semua anak Indonesia akan dapat makan bergizi," ucap Presiden.

Namun, program Makan Bergizi Gratis menemui berbagai kendala di awal pelaksanaannya. Mulai dari kualitas dan kuantitas makanan yang disajikan hingga soal anggaran.

Menko Pangan Zulhas mengatakan saat ini anggaran MBG yang disetujui DPR RI di 2025 sebanyak Rp 71 triliun. Pada pelaksanaannya yakni Januari hingga April, program tersebut akan menyasar tiga juta pelajar yang menerima manfaat.

Sementara dari April hingga Agustus, pelajar penerima manfaat akan mencapai enam juta. Anggaran MBG, kata Zulhas, berpotensi bertambah sebesar Rp 140 triliun di Juli atau Agustus, dengan penerima manfaat akan mencakup 82,9 juta pelajar.

Terkait MBG ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, adanya arahan untuk efisiensi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sri Mulyani menjelaskan Presiden Prabowo Subianto menginisiasi arahan efisiensi anggaran agar kas negara dapat digunakan untuk program yang lebih berdampak langsung terhadap masyarakat.

Para pelajar menikmati Makan Bergizi Gratis (MBG) di SDN 193 Caringin, Sukajadi, Kota Bandung, Senin (6/1/2025). Pelaksanaan program makanan bergizi gratis Badan Gizi Nasional ini dimulai secara bertahap di sekolah dasar hingga SMA guna memacu kualitas sarapan para pelajar. - (Edi Yusuf)

Dia menyebut MBG, swasembada pangan dan energi, hingga perbaikan sektor kesehatan sebagai contoh program yang dimaksud. “Seperti Makan Bergizi Gratis, apabila rantai pasok mulai dari sayur mayur hingga daging itu bisa diproduksi oleh produsen lokal, baik kecil atau menengah, dan bisa didorong oleh sektor keuangan, itu kami harap orkestrasi dari belanja Makan Bergizi Gratis akan menciptakan pertumbuhan ekonomi, terutama yang berbasis lokal,” jelas Sri Mulyani. 

Maka dari itu, pos-pos belanja yang dinilai tidak langsung memberikan manfaat signifikan, seperti kegiatan seremonial, acara halal-bihalal, serah terima, rapat, seminar, analisis, pelatihan, honor jasa profesi, percetakan, cendera mata, sewa gedung, kendaraan, jasa konsultan, dan perjalanan dinas diminta untuk diefisiensikan.

Diketahui, Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan efisiensi anggaran pemerintah sebesar Rp 306,69 triliun pada APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025 melalui Inpres 1/2025. Poin pokok dari arahan Inpres tersebut, yakni penetapan target efisiensi anggaran sebesar Rp 306,69 triliun, terdiri atas Rp 256,1 triliun dari anggaran kementerian/lembaga dan Rp 50,59 triliun dari transfer ke daerah. Pelaksanaan Inpres ini akan diawasi oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) guna memastikan tata kelola yang baik dan bertanggung jawab.

Instruksi ini berlaku mulai 22 Januari 2025, dengan waktu pelaksanaan yang ketat. Seluruh hasil identifikasi rencana efisiensi harus disampaikan kepada Menteri Keuangan paling lambat 14 Februari 2025.

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler