Bombardir Gaza dan Lebanon, Pendukung Netanyahu Berkurang, dan Pengusiran Warga Gaza

Netanyahu mendapatkan tekanan berupa instabilitas politik dalam negeri Israel.

AP Photo/Mohammad Abu Samra
Warga Palestina dengan berjalan kaki pulang kembali menuju rumah mereka di Jalur Gaza Utara, Senin (27/1/2025). Ribuan warga Palestina untuk pertama kalinya kembali ke rumah mereka di wilayah Gaza Utara yang sebelumnya ditutup oleh Israel.
Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Hamas berhasil mendapatkan dukungan berbagai pihak untuk memaksa Israel meneken gencatan senjata. Sandera Israel akhirnya dapat kembali kumpul bersama keluarga. Begitu pula warga Palestina yang ditahan zionis, mereka yang selama ditahan diperlakukan secara biadab oleh Israel, kini kembali ke Palestina, tanah yang selama ini mereka pertahankan.

Tak hanya itu, tentara Israel nangis angkat kaki dari Koridor Netzarim. Koridor Netzarim adalah sebuah wilayah di Jalur Gaza yang menjadi zona pendudukan Israel dari tahun 2023 hingga 2025 selama perang Israel-Hamas . Koridor tersebut, yang membelah Jalur Gaza menjadi dua, terletak di sebelah selatan Kota Gaza dan membentang dari perbatasan Gaza-Israel hingga Laut Mediterania.

Warga Gaza berduyun duyun memenuhi ruas jalan ke area utara. Meski menyaksikan reruntuhan, mereka tetap tinggal di sana, membangun tenda dan menempati sisa reruntuhan yang masih bisa ditempati.

Profesor Universitas Kairo Mesir Hasan Nafa menuliskan pendapatnya terkait fenomena terkini di tanah yang menjadi tempat dakwah banyak nabi dan utusan Allah tersebut. Pertama adalah bacaan yang bias, yang ‘menguntungkan’ Israel.

Bacaan pertama

Tentu ini adalah bacaan yang tidak disukai pendukung Palestina, tapi harus diketahui, bahwa sebagian dari bacaan ini terjadi dan perlu menjadi perhatian.

Baca Juga


Israel membombardir habis-habisan sejumlah wilayah: Gaza dan Lebanon. Wilayah Yaman yang menjadi basis perlawanan Houthi juga terkena bom zionis. Iran berupa sejumlah infrastruktur militernya juga tak luput dari bom zionis.

Tak hanya itu, sedikit ataupun banyak, Israel semakin ekspansif dengan mencaplok Golan dan sejumlah desa di Suriah sejak Bashar Assad angkat kaki dari negeri yang beberapa dekade dipimpinnya. Dengan memiliki kaki tangan di Suriah, atau lepasnya Suriah dari pengaruh Iran, maka negeri yang dipimpin Khamenei tersebut harus memikirkan jalur distribusi senjata untuk memperkuat proksi perlawanannya di Lebanon dan beberapa kawasan lain.

Dalam hal ini, proksi perlawanan yang selama ini habis-habisan membombardir Israel melemah. Kini sebagian dari mereka memulihkan diri. Houthi Yaman masih memiliki kapasitas yang mumpuni. Rudal hipersoniknya beberapa waktu lalu berhasil menembus iron dome Israel. Namun kini pun mereka menahan diri untuk menghormati gencatan senjata di Gaza.

Bacaan kedua

Israel gagal total. Sebabnya, zionis penjajah gagal mencapai sedikitpun tujuan perang habis-habisan dengan berbagai faksi perlawanan. Mereka gagal menghabisi Hamas di Gaza, meski pada November lalu Netanyahu berkoar-koar bahwa militernya sudah menghabisi Hamas. Kenyataannya kini, pasukan Hamas keluar dari pesembunyian, bahkan kabarnya gerakan perlawanan ini berhasil merekrut 15 ribu anggotaa baru yang siap berperang. Fakta ini menunjukkan omongan Netanyahu adalah ilusi, bahkan si perdana menteri berbohong.

 

Kegagalan total Israel mencapai tujuan perang bukan tanpa akibat. Netanyahu yang akhirnya menyetujui gencatan senjata langsung direspons kelompok sayap kanan yang merupakan kekuatan mayoritas stabilitas politiknya di internal Israel.
Sejumlah petinggi militer seperti letjen Herzi Halevi mengundurkan diri. Hal ini kemudian mendorong sejumlah petinggi militer IDF juga resign.

Ini belum seberapa, politisi yang menjadi tokoh penguat soliditas koalisi Netanyahu, Itamar Ben Gvir juga mengundurkan diri. Menteri Keamanan Nasional itu memandang gencatan senjata merupakan bukti kemenangan Hamas.

Setelah itu, katalisator koalisi Netanyahu, sayap kanan ekstrem, sekaligus menteri keuangan Bezalel Smotrich juga merencanakan resign. Tapi Netanyahu buru-buru menahannya agar tetap menjadi kekuatan politik dalam koalisi. Orang inilah yang paling ngotot agar Netanyahu membatalkan perjanjian gencatan senjata dan perang kembali.

Meski perang sejak 7 Oktober 2023 hingga akhir gencatan senjata sudah menganjlokkan ekonomi, orang ini masih tetap mendorong pertumpahan darah berikutnya. Namun apakah akan terwujud?

 

Dalam tulisan artikel di al Mayadeen, Hasan Nafaa menjelaskan, bahwa dalam waktu dekat Netanyahu akan ke Gedung Putih menghadiri undangan Presiden Trump. Konglomerat beken yang baru saja dilantik kembali menjadi presiden Amerika itu sempat beropini untuk memindahkan warga Gaza ke negara-negara Islam di sekitarnya.

Usulan ini pun kabarnya disetujui sayap kanan yang merupakan kekuatan mayoritas koalisi Netanyahu. Tapi apakah akan terlaksana? Mesir, Yordania, Indonesia, PBB, bahkan sekutu yang selama ini mendukung Amerika seperti Inggris, dan negara-negara yang membangun diplomasi dengan Israel, menolak usulan tersebut.

Gaza akan tetap ditempati orang-orang Gaza. Mereka harus tetap membangun tanah tempat tinggalnya, membangun ekonomi dan melestarikan keturunan di sana. Solusi dua negara harus diwujudkan. Hasan menjelaskan, bahwa semua pihak harus mendukung Gaza untuk tetap menjadi milik orang-orang Gaza, dan menjadi bagian dari Jazirah Arab yang dihuni orang-orang Arab dengan berbagai latar belakang, bukan pendatang apalagi penjajah yang mengingjak-injak kemanusiaan.

Bantuan Indonesia tiba di Gaza

Sebanyak 45 truk kontainer bantuan masyarakat Indonesia untuk Palestina yang disalurkan oleh Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) RI tiba di Gaza pada Selasa (28/1).

Truk kontainer bantuan kemanusiaan ini dikirim melalui Rafah, bekerja sama dengan lembaga kemanusiaan Mesir, Bait Zakat Wa As-Shadaqat dan Sunnah Al Hayyah.

"Alhamdulillah, atas doa dan dukungan masyarakat Indonesia, 45 truk kontainer bantuan kemanusiaan dari Baznas berhasil masuk ke Gaza. Bantuan ini diharapkan dapat meringankan beban saudara-saudara kita yang membutuhkan," kata Ketua Baznas RI Noor Achmad melalui keterangan di Jakarta, Kamis.

Noor merincikan bantuan yang dikirimkan itu membawa lebih dari 50.000 karton paket berisi berbagai kebutuhan pokok, seperti mi, beras, kacang, keju, tuna kaleng, biskuit, jus kotak, tepung, saus, dan kurma.

Ia menyebutkan bantuan sebanyak 45 truk kontainer merupakan langkah awal, sebab akan disusul dengan pengiriman bantuan berikutnya, dengan jumlah hingga ratusan truk yang akan disalurkan melalui mitra Baznas di Mesir.

 

"Target kami sebelum dan di bulan Ramadhan bantuan sudah bisa masuk semua. Bahkan, jika memungkinkan Baznas akan bikin dapur umum dan layanan kesehatan di Gaza," ujarnya.

Noor menegaskan bahwa bantuan ini merupakan hasil dari kepercayaan para pemberi zakat atau muzaki kepada Baznas RI sebagai lembaga zakat resmi yang amanah dalam menyalurkan donasi.

Ia menekankan pengiriman bantuan ini merupakan wujud solidaritas dan kepedulian umat Islam Indonesia terhadap saudara-saudara di Palestina yang tengah menghadapi situasi darurat.

"Setiap paket bantuan ini adalah bukti nyata dari kebaikan dan kepedulian rakyat Indonesia. Kami ingin memastikan bahwa saudara-saudara kita di Gaza tidak merasa sendirian dalam menghadapi cobaan ini," tambahnya.

Ke depan, Noor menyebutkan Baznas RI tidak hanya menyalurkan bantuan berupa makanan saja, tetapi juga berencana membangun kembali berbagai fasilitas umum yang sebelumnya hancur akibat perang, seperti rumah sakit, sekolah, dan lainnya.

Diketahui, hingga saat ini, Baznas RI telah menyalurkan bantuan kemanusiaan sebesar Rp120 miliar untuk masyarakat Palestina, dengan jumlah penerima manfaat mencapai 407.350 warga Palestina dan masih terus bertambah.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler