Muhammad Deif: Mastermind Brigade al Qassam yang Buat Militer Israel Kewalahan
Deif dikenal sebagai sosok cemerlang penerobos pertahanan Israel
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gerakan perlawanan Hamas Palestina mengungkapkan salah seorang pejuangnya wafat. Dia adalah Muhammad Deif, sosok yang sederhana namun dinilai memiliki kemampuan cemerlang. Legasinya adalah sayap militer Brigade al Qassam yang seadanya, namun membuat militer Israel super canggih kalang kabut.
Mohammed Al-Deif merupakan nama yang sudah tidak asing lagi di pemberitaan media massa. Dia adalah orang yang mengarahkan sebuah serangan yang dianggap sebagai salah satu serangan terkuat yang diarahkan kepada penjajah Israel sejak berdirinya, yaitu Operasi Badai al Aqsa, sebuah operasi yang membuat Israel kocar kacir, dan memberikan harapan kepada orang-orang Arab dan semua orang merdeka bahwa “Israel” sangat bisa dikalahkan.
Misi itu berhasil menembus pertahanan Israel. Memang kemampuan Deif adalah seperti itu, menjebol pertahanan lawan, meski dilapisi sistem super canggih. Selama beberapa dekade, Israel mengalami kesulitan untuk menguak siapa Deif. Dia adalah orang yang menempatkan Hamas di puncak daftar ancaman terhadap keberadaan pendudukan Israel.
Deif adalah orang yang memiliki kecemerlangan strategi dan kesabaran yang tak tertandingi dalam menghasilkan perlawanan. Hal tersebut menghasilkan reputasi Hamas menjadi kian disegani lawan. Tak hanya itu, berkat perlawanannya, Hamas menerima dukungan yang lebih besar secara global dan regional, lebih dari sebelumnya, sebagaimana diberitakan al Mayadeen.
Kehidupan awal
Nama aslinya Muhammad al-Masri. Namun orang mengenalnya dengan sebutan Muhammad Deif. Dialah si komandan sayap militer Hamas Brigade Izzuddin al Qassam. Lahir pada 1965 di kamp pengungsi Khan Yunis di Gaza, dia menyaksikan seperti apa kebrutalan Israel. Kam itu didirikan sebagai akibat dari Peristiwa Nakba Palestina tahun 1948.
Keluarganya dipindahkan secara paksa dari desa al-Qibiya, bersama dengan ratusan ribu warga Palestina, yang terpaksa mencari perlindungan di tempat lain, karena pembantaian yang dilakukan oleh penjajah Zionis selama Nakba.
Meskipun tidak ada tanda-tanda bahwa ia akan menjadi petinggi militer seperti yang ia lakukan hingga hari, Deif tumbuh besar, seperti jutaan warga Palestina lainnya yang mengungsi akibat pendudukan Israel. Dia menempati lingkungan yang miskin dan keras. Keluarganya dipaksa membangun rumah dari timah Di kamp pengungsian, situasi yang akan berkontribusi pada pembentukan kepribadian banyak pemimpin perlawanan Palestina.
Ketika dia berusia dua tahun, negaranya semakin hancur akibat pendudukan Israel. Gaza diduduki dalam perang tahun 1967, dan pendudukan tersebut memberlakukan aturan militer langsung terhadap semua pengungsi yang melarikan diri dari kebrutalannya. Hal itu menyebabkan penangkapan dan eksekusi siapa pun yang dia temui. Mereka adalah orang-orang yang diduga melakukan perlawanan, atau bahkan terlibat dalam aktivitas perlawanan politik apa pun. Semua itu membentuk kepribadian Deif yang masih muda, suka memberontak, dan suka melawan di bawah bayang-bayang penindasan yang brutal ini.
Deif tinggal bersebelahan dengan sejumlah tokoh Palestina terkemuka, seperti pemimpin Hamas Yahya Sinwar dan mantan pemimpin Fatah di Gaza Mohammed Dahlan, yang tumbuh bersamanya dan menjadi sahabat.
Ia menempuh pendidikan di Universitas Islam Gaza. Di sana ia mempelajari fisika, kimia, dan biologi. Ia juga aktif dalam kegiatan budaya, seperti mengepalai komite hiburan universitas dan berpartisipasi dalam sejumlah karya komedi, yang menunjukkan sisi lain dari kepribadiannya, jauh dari pekerjaan militer.
Awal karier politiknya dan penangkapannya
Deif awalnya tidak berafiliasi dengan organisasi politik mana pun, tetapi kemudian bergabung dengan gerakan Fatah, yang merupakan salah satu organisasi Palestina yang menentang pendudukan Israel. Kemungkinan besar teman masa kecilnya, Mohammed Dahlan, memiliki pengaruh besar dalam dirinya bergabung dengan gerakan ini pada satu titik waktu.
Muhammad Deif tetap menjadi anggota Fatah selama beberapa tahun, tetapi banyak rincian kegiatannya selama periode itu tidak diketahui, sampai ia bergabung dengan Hamas selama intifada pertama. Hal itu dimulai pada tahun 1987. Ia ditangkap oleh pasukan pendudukan Israel pada tahun 1989, setelah bergabung dengan Hamas, dan dia ditahan selama 16 bulan tanpa diadili.
Pada tahun 2000, ia ditangkap lagi oleh Otoritas Palestina, tetapi ia berhasil lolos dari penangkapan setelah dimulainya Intifada Kedua, yang menandai titik balik penting dalam pengembangan kemampuan militer Hamas.
Muhammad Deif diangkat menjadi komandan Brigade Qassam pada tahun 2002, dan memimpin sejumlah operasi yang berhasil melawan pendudukan Israel, termasuk operasi penangkapan tentara Israel Nachshon Waxman pada tahun 1994, yang berdampak signifikan terhadap perundingan Perjanjian Oslo antara pendudukan dan Organisasi Pembebasan Palestina.
Menempatkan Brigade Qassam di peta
Setelah dibebaskan dari penjara, Al-Daif, bersama dengan para syuhada Zakaria Sharbaji dan Salah Shehadeh, mulai membentuk kelompok Hamas yang independen, yang bertujuan untuk menangkap tentara Israel untuk ditukar dengan tahanan Palestina, dan memaksa pendudukan untuk membuat konsesi.
Seiring dengan perkembangan peristiwa, Brigade Al-Qassam menjadi kekuatan perlawanan paling menonjol dalam perjuangan Palestina melawan pendudukan, dan mulai memperoleh identitasnya sebagai kekuatan perlawanan yang solid setelah melakukan sejumlah operasi melawan pasukan pendudukan Israel.
Selain kepemimpinannya atas Brigade Al-Qassam dalam Intifada Kedua, Al-Daif juga melakukan tindakan heroik dalam menghadapi agresi Israel, di berbagai tahap, hingga peran utamanya dalam merencanakan dan memimpin tragedi Banjir Al-Aqsa, yang ia umumkan sambil memobilisasi bangsa pada pagi hari tanggal 7 Oktober 2023.
Pada hari Kamis, 30 Januari 2025, juru bicara militer Brigade Qassam, Abu Obeida, mengumumkan tewasnya Kepala Staf Brigade Qassam , Muhammad al-Deif (Abu Khaled), dan sekelompok pemimpin, termasuk wakilnya. Marwan Issa, dan komandan departemen persenjataan dan layanan tempur. Ghazi Abu Tama'a, selain komandan departemen sumber daya manusia, Raed Thabet, komandan Brigade Khan Yunis, Rafeh Salama, komandan Brigade Utara Brigade, Ahmed Al-Ghandour, dan komandan Brigade Pusat, Ayman Nofal.
Perkembangan gencatan senjata
Delegasi senior yang dipimpin Ketua Dewan Syura Hamas, Mohamed Darwish, bertemu dengan Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi pada Kamis guna membahas perkembangan terbaru terkait perjanjian gencatan senjata di Gaza serta isu-isu politik seputar perjuangan Palestina.
Menurut pernyataan Hamas, pertemuan yang berlangsung di ibu kota Qatar, Doha, itu menyoroti perkembangan politik dan situasi di lapangan, termasuk implementasi gencatan senjata, pertukaran tahanan, serta upaya Israel yang berusaha menghambat proses rekonstruksi Gaza.
Mereka juga membahas bantuan kemanusiaan yang sedang berlangsung bagi warga Palestina di Gaza.
Darwish memuji dukungan Iran terhadap rakyat Palestina, menyebut Operasi Badai Al-Aqsa (serangan Hamas pada 7 Oktober 2023) sebagai titik balik perjuangan Palestina menyingkirkan pendudukan.
"Rencana dan ambisi pendudukan (Israel) untuk mencabut rakyat kami dari tanah mereka melalui perang genosida dan berbagai bentuk agresi lainnya tidak akan pernah berhasil. Rakyat kami memiliki akar yang kuat di tanah mereka dan teguh dalam mempertahankan hak-hak mereka, termasuk atas Yerusalem dan Al-Aqsa," ujarnya.
Sementara itu, Araghchi menegaskan kembali dukungan Iran yang berkelanjutan terhadap perjuangan dan perlawanan Palestina, sebagaimana disebutkan dalam pernyataan tersebut.
Pada 19 Januari, perjanjian gencatan senjata dan pertukaran tahanan antara Hamas dan Israel mulai berlaku. Kesepakatan ini awalnya berlangsung selama 42 hari, dengan negosiasi lanjutan untuk tahap berikutnya. Perjanjian ini dimediasi oleh Mesir dan Qatar, dengan dukungan Amerika Serikat.
Perang yang dilancarkan Israel telah menewaskan lebih dari 47.400 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, serta melukai lebih dari 111.000 orang sejak 7 Oktober 2023.
Serangan Israel di Gaza juga menyebabkan lebih dari 11.000 orang hilang, dengan kehancuran luas dan krisis kemanusiaan yang telah merenggut nyawa banyak lansia serta anak-anak, menjadikannya salah satu bencana kemanusiaan terburuk di dunia.
Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan pada November tahun lalu terhadap pemimpin otoritas Israel Benjamin Netanyahu dan mantan otoritas pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Selain itu, Israel juga menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) atas perang yang berlangsung di wilayah tersebut.
- israel
- muhammad deif
- al dhaif
- komandan brigade izzuddin al qassam
- Palestina
- gaza
- tel aviv
- netanyahu
- amerika serikat
- operasi badai al aqsa
- thufan al aqsa
- two state solution israel dan palestina
- solusi dua negara palestina dan israel
- perdamaian di palestina
- hamas
- hizbullah
- IDF
- israel defense force
- bantuan untuk palestina
- bantuan untuk gaza
- bantuan kemanusiaan
- bantu palestina
- genosida