Bongkar Jeroan IDF, Gallant: Israel Terapkan Doktrin Kontroversial, Protokol Hannibal

Protokol Hannibal membahayakan militer Israel sendiri.

Gil Cohen-Magen/Pool Photo via AP
Yoav Gallant.
Rep: Fuji Eka Permana Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tak hanya terhadap lawan, militer Israel (IDF) ternyata menerapkan cara-cara biadab pula terhadap kelompok sendiri, baik sesama IDF maupun warga Israel. Cara biadab itu adalah Protokol Hannibal. Ini merupakan doktrin membunuh diri sendiri atau membunuh kelompok sendiri agar terhindar dari penculikan kelompok lawan, seperti Hamas, Saraya al Quds, kelompok Tepi Barat, dan Hizbullah Lebanon.

Baca Juga


Mati bunuh diri atau dibunuh kawan sendiri lebih mulia dan lebih terhormat daripada jadi tawanan kelompok lawan untuk dijadikan alat tukar dengan tawanan kelompok perlawanan yang ditahan Israel. Begitulah narasi Protokol Hannibal.

Mantan Menteri Keamanan Israel Yoav Gallant mengakui bahwa pasukan pendudukan Israel diperintahkan untuk menerapkan Protokol Hannibal—protokol kontroversial yang melibatkan pembunuhan tawanan bersama dengan penculiknya—selama perang di Gaza.

Gallant juga mengkritik mantan Menteri Keamanan Kepolisian Itamar Ben-Gvir atas penyerbuan provokatifnya ke Masjid al-Aqsa, dengan menyatakan bahwa tindakan tersebut "memicu situasi."

Militer Israel menghadapi gelombang pengunduran diri menyusul kegagalannya pada tanggal 7 Oktober. Channel 13 Israel menggambarkan situasi tersebut sebagai "gelombang kejut dalam militer."

Kepala militer Israel, Letnan Jenderal Herzi Halevi, mengumumkan pengunduran dirinya pada tanggal 21 Januari, dengan alasan pertanggungjawaban atas "kegagalan" militer selama operasi tanggal 7 Oktober 2023 oleh Perlawanan Palestina.

 

Dalam surat pengunduran dirinya yang dipublikasikan oleh militer, Halevi menyatakan bahwa ia mengundurkan diri "karena pengakuan saya atas tanggung jawab atas kegagalan [militer] pada tanggal 7 Oktober."

Sambil mengeklaim bahwa kepergiannya terjadi di tengah "keberhasilan signifikan" oleh militer, Halevi mengakui bahwa "tidak semua" tujuan perang telah terpenuhi.

Tak hanya di level perwira tinggi militer, sekelas menteri ekstremis Itamar Ben Gvir pun ikut mengundurkan diri. Dia menilai gencatan senjata adalah bukti keberhasilan Hamas. Dengan adanya gencatan senjata, maka upaya membalas serangan Hamas dalam Operasi Badai al Aqsa yang sudah berjalan sejak akhir Oktober 2023 hingga sekarang menjadi sia-sia. Sebabnya, Israel menjadi gagal membumihanguskan Hamas dan menganeksasi Gaza.  

Selain itu, Mayor Jenderal Yaron Finkelman, komandan komando militer selatan "Israel" yang mengawasi Gaza, juga mengundurkan diri.

Dalam pidato yang disiarkan televisi pada malam pengunduran dirinya, Halevi menekankan bahwa militer Israel "harus memberikan jawaban atas kegagalan 7 Oktober dan belajar dari kesalahannya."

 


Gallant dipecat

Perdana Menteri pendudukan Israel Benjamin Netanyahu memecat Menteri Keamanan saat itu Yoav Gallant pada bulan November, dengan alasan pelanggaran kepercayaan selama perang yang berkelanjutan di Gaza.

Dalam sebuah pernyataan, Netanyahu mencatat bahwa perselisihan strategis yang substansial telah muncul antara dirinya dan Gallant baru-baru ini. Bulan lalu, media Israel melaporkan bahwa Netanyahu berusaha memecat Gallant, dengan alasan "halangannya untuk memperluas serangan ke Lebanon."

Netanyahu menekankan bahwa kepercayaan penuh adalah hal yang "penting" antara seorang PM dan seorang menteri keamanan selama perang, seraya menambahkan, "Sayangnya, kepercayaan ini telah terkikis , dan upaya untuk menjembatani kesenjangan tersebut telah gagal."

Ia menegaskan bahwa perbedaan pendapat tersebut tidak hanya dipublikasikan dengan cara yang "tidak dapat diterima," tetapi juga sampai ke pihak lawan "Israel", yang telah "memperoleh keuntungan besar" dari masalah tersebut. 

Habisi 2 Tentara Israel

Dua tentara Israel tewas dan delapan lainnya terluka pada Selasa (4/2/2025) pagi dalam serangan penembakan di sebuah pos pemeriksaan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) di dekat Tayasir di Tepi Barat bagian utara, demikian konfirmasi pihak militer, dikutip dari laman Daily Post, Rabu (5/2/2025).

Pria bersenjata pejuang kemerdekaan Palestina yang bersenjatakan senapan M-16 itu wafat dan syahid setelah baku tembak dengan tentara Israel selama beberapa menit.

Serangan itu terjadi sebelum pukul 6 pagi, ketika pria bersenjata itu menyusup ke pos pemeriksaan tanpa terdeteksi dan menyergap tentara Israel ketika mereka bersiap untuk membuka pos tersebut untuk lalu lintas orang Palestina.

Sersan Mayor (res.) Ofer Yung (39 tahun) dari Tel Aviv, dan Sersan Mayor (res.) Avraham Tzvi Tzvika Friedman (43) dari Ein HaNatziv, tertembak secara fatal dalam baku tembak. Keduanya adalah anggota Batalyon Cadangan 8211 dari Brigade Regional Efraim.

 


Penyerang berhasil memasuki pos tentara dan melibatkan tentara dalam baku tembak yang sengit sebelum dinetralisir oleh unit cadangan. Delapan tentara Israel lainnya terluka, termasuk dua orang dalam kondisi serius. Tentara yang terluka dievakuasi ke rumah sakit Israel untuk mendapatkan perawatan.

Mengunjungi lokasi serangan, Kepala Staf IDF Letnan Jenderal Herzi Halevi bersumpah untuk melakukan serangan militer yang lebih intensif di daerah tersebut.

“Ini adalah serangan yang sulit di mana kami kehilangan dua tentara cadangan,” kata Halevi.

“Kami akan menyelidiki, menerapkan pelajaran, dan memperluas operasi kontra-terorisme kami ke daerah-daerah lain,” kata Kepala Staf IDF.

Tak lama setelah serangan tersebut, media Palestina melaporkan serangan pesawat tak berawak Israel di kota Tamun, meskipun militer Israel tidak segera mengomentari laporan tersebut.

 

Warga Palestina menggendong anaknya saat berjalan kaki pulang kembali menuju rumah mereka di Jalur Gaza Utara, Senin (27/1/2025). Ribuan warga Palestina untuk pertama kalinya kembali ke rumah mereka di wilayah Gaza Utara yang sebelumnya ditutup oleh Israel. - (AP Photo/Jehad Alshrafi)
 

Serangan tersebut terjadi di tengah operasi besar-besaran Israel menjajah Palestina di Tepi Barat bagian utara, di mana lebih dari 35 orang Palestina telah dibunuh militer Israel dan 100 orang yang dicurigai sebagai pejuang kemerdekaan Palestina ditangkap dalam beberapa pekan terakhir.

Operasi Tembok Besi IDF, yang diluncurkan pada 21 Januari 2025, bertujuan untuk membongkar jaringan teror yang beroperasi di Jenin, Tulkarem, dan Tamun.

Sejak serangan pejuang kemerdekaan Palestina yakni Hamas pada 7 Oktober 2023 terhadap Israel, Tepi Barat telah mengalami peningkatan tajam dalam kekerasan.

Lebih dari 900 warga Palestina telah dibunuh Israel, sebagian besar dari mereka diidentifikasi oleh IDF sebagai pria bersenjata atau perusuh. Sementara itu, 48 warga Israel dan personel keamanan telah tewas dalam serangan Palestina di Israel dan Tepi Barat.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler