Lima Pesan PP Muhammadiyah untuk HPN 2025: Perhatikan Cover Both Side Hingga AI
Pers nasional diharapkan menjalankan fungsinya secara utuh.
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA — Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyampaikan selamat atas Hari Pers Nasional (HPS) yang jatuh pada 9 Februari 2025. Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir mengatakan, peringatan tersebut dimaknai sebagai wujud penghargaan atas peran pers dalam mencerdaskan bangsa dan menjaga demokrasi Indonesia.
Haedar menyampaikan beberapa poin yang perlu direfleksikan pada HPN kali ini. Pertama, pers nasional saat ini diharapkan betul-betul menjalankan fungsinya secara utuh dan komprehensif bukan semata-mata fungsi kontrol sosial tetapi juga edukasi dan menyajikan informasi yang objektif, adil, mencerahkan, dan mencerdaskan bangsa.
Dengan semakin bebasnya ekosistem pers, kata Haedar, diharapkan tetap menjunjung tinggi kebenaran, kebaikan, dan nilai-nilai luhur kehidupan. Seraya menjauhi hoaks, provokasi, menebar kebencian dan permusuhan, serta hal-hal yang meluruhkan martabat, kebaikan, dan persatuan bangsa.
“Asas cover both side mesti dipegang teguh seraya dikembangkan penyajian informasi yang memberi banyak pandangan agar tidak bersifat tendensius dan monolitik,” kata Haedar, Sabtu (8/2/2025).
Kedua, pers nasional dalam usaha mencerdaskan bangsa diharapkan memberikan edukasi yang objektif, berbasis pengetahuan, dan memberi kesempatan kepada seluruh warga untuk menyerap informasi secara demokratis. Haedar menyebut, berilah rakyat informasi yang lengkap dan sudut pandang dari berbagai aspek, sehingga tidak menimbulkan bias dan opini yang monolitik di hadapan rakyat.
Rakyat, katanya, berhak untuk memilah dan memilih informasi yang disajikan secara objektif, berimbang, dan demokratis. Untuk itu, pers diharapkan untuk menghindari pencampuradukan fakta dan opini, lebih-lebih yang bersifat tendensius dan hanya bersandarkan pada satu sudut pandang.
“Hargai pilihan-pilihan baik kelompok-kelompok masyarakat secara bermartabat tanpa dihakimi sepihak sebagai wujud menghargai prinsip demokrasi,” jelas Haedar.
Ketiga, pers nasional sebagai pilar demokrasi diharapkan tetap menjadi penjaga demokrasi dan berperan aktif dalam proses konsolidasi demokrasi Indonesia. Selain tetap konstruktif dan kritis dalam menyikapi kebijakan-kebijakan negara, katanya, diharapkan pers nasional ikut menciptakan budaya demokrasi yang moderat serta berbasis pada nilai-nilai luhur Pancasila, agama, dan kebudayaan bangsa.
“Demokrasi yang menjadi rujukan adalah Pancasila khususnya pasal 4 yakni ‘Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan’. Bukan demokrasi liberal yang sebebas-bebasnya tanpa keterikatan pada nilai dan sistem kehidupan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia,” katanya.
Keempat, khusus media sosial dan digital sebagai media baru dalam kehidupan pers dan ekosistem nasional, pers diharapkan tetap menjunjung tinggi nilai dan etika luhur yang hidup di tubuh bangsa yaitu Pancasila, agama, dan kebudayaan bangsa.
Media digital, termasuk teknologi artificial intelligence (AI), katanya, tidak disalahgunakan untuk kepentingan-kepentingan yang merugikan kepentingan umum termasuk untuk menebar keresahan, penipuan, pemerasan, dan merusak martabat orang lain.
“Kembangkan mekanisme self-editing yang seksama sebelum informasi dan segala bentuk sajian diangkat ke ruang publik. Pergunakan kedua media baru tersebut untuk memajukan kehidupan dan keadaban bangsa,” jelas Haedar.
Kelima, dengan semakin masifnya perkembangan media digital dan media sosial maka media cetak dan media konvensional lainnya semakin terancam keberadaannya. Seluruh pihak diharapkan tetap menjaga keberadaan dan keberlangsungan media cetak dan media konvensional, sebagai bagian dari menjaga kebudayaan universal.
“Relasi sosial yang bersifat verbal dan langsung juga masih diperlukan dalam kehidupan masyarakat, bangsa, dan antar bangsa untuk menjaga keberadaan manusia sebagai homo sapiens,” katanya.
“Manusia dengan segala relasinya tidak dapat sepenuhnya dibentuk secara instrumental serta digantikan oleh teknologi digital, AI, dan alat mesin lainnya karena kedudukannya sebagai insan ciptaan Tuhan yang terbaik (fi ahsan at-taqwim) dan khalifah di muka bumi (khalifat fi al-ardl) yang melekat dengan sunatullah kehidupan,” lanjut Haedar.
Terakhir, Haedar berpesan agar pers sebagai media massa sejatinya merupakan media kebudayaan yang berbasis dan berorientasi pada pengembangan sistem pengetahuan kolektif manusia dalam kehidupan bersama, termasuk dalam kehidupan berbangsa dan antarbangsa.
Untuk itu, pada HPN tahun ini, Haedar juga menekankan agar seluruh insan dan institusi pengelola pers atau media massa merefleksikan kaidah-kaidah normatif dan imperatif, agar dijadikan acuan dan implementasi di dunia pers.
Kaidah-kaidah yang dimaksud yakni pers menjalankan perannya yakni memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan.
“Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar, melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum, serta memperjuangkan keadilan dan kebenaran,” ungkapnya.
Dengan begitu, Haedar juga menekankan agar pers nasional menjaga nilai dan pengetahuan adiluhung tentang kebenaran, kebaikan, dan etika kehidupan yang utama. Pers bukan media yang menjadi alat pragmatis semata, apalagi menjadi alat kepentingan politik dan ekonomi yang tidak sejalan dengan kepentingan luhur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan berkehidupan di ranah global.
Manusia dan bangsa, katanya, tidak hanya memerlukan kebenaran, kebaikan, dan keutamaan hidup secara profan. Namun, juga dimensi yang sakral dan transenden sebagaimana diajarkan agama-agama.
“Apalagi bila kebenaran yang disajikan bersifat parsial dan memuat kepentingan-kepentingan pragmatis tertentu. Manusia memerlukan nilai-nilai luhur kehidupan yang bersifat Ilahiah yang niscaya dihormati dalam sistem kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan ranah kemanusiaan universal,” kata Haedar.