Menteri Bahlil Siapkan Aturan Eksportir Batu Bara Wajib Ikut HBA

Indonesia salah satu penghasil batu bara terbesar di dunia, tapi bukan penentu harga.

BPMI Setpres/Rusman
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia di Istana Kepresidenan Jakarta.
Rep: Antara/Erik PP Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia sebagai salah satu negara penghasil batu bara terbesar di dunia, ternyata bukan penentu harga dunia. Akibatnya, harga ekspor batu bara produksi Indonesia dihargai murah di pasar dunia.

Baca Juga


Merespons hal itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia berencana membuat aturan baru soal harga ekspor batu bara. Nantinya, eksportir batu bara wajib menggunakan harga batu bara acuan (HBA) saat menjualnya ke luar negeri.

Selama ini, eksportir menggunakan harga batu bara dunia yang cenderung murah. Intinya, Menteri Bahlil ingin mendorong agar industri batu bara dalam negeri bisa lebih kompetitif lewat sebuah Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM.

"Tidak dalam waktu lama lagi, kami akan mempertimbangkan untuk membuat Keputusan Menteri agar harga HBA itulah yang dipakai untuk transaksi di pasar global," ujar Menteri Bahlil di Jakarta, dikutip Senin (10/2/2025).

Dikutip dari laman Kementerian ESDM, HBA pada Januari 2025 ditetapkan 124,01 dolar AS per ton. Lebih tinggi daripada patokan harga batu bara dunia. Misalnya, acuan Newcastle pada Januari 2025 mencapai 116,79 dolar AS per ton. Ada margin atau perbedaan antara HBA dengan Newcastle sebesar 7,5-29 dolar AS per ton.

Baca: Mayjen Novi Helmy Prasetya Ditunjuk Jadi Dirut Perum Bulog

Bahlil pun berharap, seluruh eksportir batu bara nasional mengikuti kebijakan tersebut. Bagi yang melanggar, Kementerian ESDM tak segan untuk mencabut perizinan ekspornya. "Kalau tidak mau, kita ambil izin ekspornya. Kira-kira begitu. Masak harga batu bara negara kita dibuat lebih murah ketimbang negara lain. Masak harga batu bara kita, ditentukan negara lain," katanya.

 

Selama ini, harga batu bara di Indonesia mengacu kepada sejumlah indeks. Salah satunya adalah Indonesia Coal Index (ICI). Bahlil mencatat, Indonesia mengekspor batu bara sebanyak 555 juta ton sepanjang tahun 2024. Jumlah tersebut meningkat setiap tahunnya.

Sedangkan total penggunaan batu bara dunia di kisaran 8-8,5 miliar ton. Namun, yang beredar di pasar global hanya 1,5 miliar ton. Artinya, masih ada defisit alias kekurangan yang cukup besar ntara 7-7,5 miliar ton.

Bahlil pun tahu persis, Indonesia seharusnya bisa mengeruk untung besar. Caranya, Indonesia harus menjadi negara penentu harga batu bara dunia. "Misalnya kita buat pengetatan ekspor. Tapi sampai sekarang, kan belum. Kalau harga kita ditekan terus, tidak menutup kemungkinan kita berpikir lain," kata Bahlil.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler