Analis Sebut Risiko Larangan Retret untuk Kader PDIP, Kader Bisa Membangkang
PDIP diminta untuk memberikan penjelasan lebih lanjut soal instruksi Megawati itu.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPP PDIP telah mengeluarkan surat instruksi agar kadernya yang menjadi kepala daerah menunda keberangkatan untuk retret di Akademi Militer (Akmil) Magelang. Instruksi itu dibuat sebagai reaksi atas penahanan yang dilakukan KPK terhadap Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Analis komunikasi politik Hendri Satrio menilai PDIP perlu memberikan penjelasan lebih rinci terkait maksud dan tujuan dari surat instruksi tersebut. Pasalnya, para kader PDIP yang telah dilantik menjadi kepala daerah itu telah menjadi pejabat publik yang dipilih oleh rakyat.
"Jadi, kalau ada surat dari partai yang melarang mereka hadir di acara negara, PDIP harus menjelaskan lebih lanjut,” kata dia melalui keterangannya, Sabtu (22/2/2025).
Ia menambahkan, adanya instruksi itu akan menimbulkan sejumlah dampak bagi situasi negara serta politik saat ini. Pertama, kepala daerah kader PDIP akan menjadi tidak tegak lurus dengan Presiden Prabowo Subianto. Kedua, para kepala daerah PDIP berpotensi pindah partai mengatasnamakan rakyat.
Sebab, menurut Hendri, para kepala daerah itu kemungkinan juga akan merasa bahwa mereka bisa menjadi kepala daerah karena dipilih oleh rakyat. “PDI Perjuangan apakah sudah menghitung kemungkinan kalau kepala daerah yang diusung oleh mereka berpotensi keluar demi memperjuangkan rakyat yang memilih mereka? Itu yang patut jadi sorotan,” kata dia.
Hendri menulai, PDIP juga harus berhati-hati dalam menyikapi situasi politik saat ini. Dengan begitu, keputusan mereka agar tidak menimbulkan persepsi keliru di masyarakat. “Jangan sampai disalahartikan oleh rakyat bahwa PDI Perjuangan sedang melakukan perlawanan terhadap negara atau tidak mengikuti arahan kepala negara,” kata dia.
Penjelasan dari PDIP, menurut dia, diperlukan untuk menjaga kepercayaan publik dan memastikan bahwa langkah partai tersebut tidak dipandang sebagai bentuk konfrontasi terhadap pemerintahan yang sah. Karena itu, ia pun menegaskan pentingnya membedakan peran kepala daerah sebagai pejabat publik dengan status mereka sebagai kader partai.
“Mereka diundang sebagai kepala daerah yang dipilih rakyat, bukan sebagai kader partai. PDI harus jelaskan ini supaya tidak ada salah paham,” ujar Hendri.