Percuma Puasa Ramadhan Bila tak Menjaga Lisan
Bergunjing, gibah dan memfitnah bisa mengurangi pahala puasa Ramadhan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nabi Muhammad SAW pernah menyuruh seorang perempuan untuk berbuka saat ia sedang berpuasa pada bulan suci Ramadhan. Penyebabnya, wanita itu melakukan ghibah (mengumpat) kejelekan orang lain.
Kisah itu diuraikan dalam hadis riwayat ‘Ubaid RA berikut ini. Pada masa Rasulullah SAW, beliau pernah memerintahkan orang-orang berpuasa selama satu hari. Maka mereka pun berpuasa.
Kemudian, ada dua orang perempuan yang berpuasa. Mereka tampak sangat menderita karena lapar dan dahaga pada sore harinya. Lantas, keduanya mengutus seseorang untuk menghadap Rasulullah SAW. Mereka ingin diizinkan agar boleh berbuka puasa.
Rasulullah SAW kemudian memberikan sebuah mangkuk kepada utusan itu agar diberikan kepada kedua perempuan tadi. Beliau juga memerintahkan agar kedua perempuan itu memuntahkan isi perutnya ke dalam mangkuk tersebut.
Akhirnya, keduanya memuntahkan darah dan daging segar ke dalam mangkuk tersebut. Orang-orang takjub menyaksikannya. Rasulullah SAW bersabda, "Kedua perempuan ini berpuasa terhadap makanan yang dihalalkan Allah, tetapi mereka telah membatalkan puasanya itu dengan perbuatan yang diharamkan oleh-Nya. Mereka duduk bersantai sambil menggunjingkan orang lain. Itulah ‘daging-daging’ mereka yang dipergunjingkan."
Agama Islam melarang perbuatan menggunjing. Dalam Alquran surah al-Hujurat ayat 12, Allah SWT berfirman, yang artinya, "Dan janganlah menggunjingkan satu sama lain."
Secara fikih, bergunjing memang tidak membatalkan puasa. Akan tetapi, pahala puasa bisa berkurang atau bahkan hilang sama sekali karena perbuatan itu.
Sabda Nabi SAW, "Lima hal yang dapat membatalkan pahala puasa, yakni berkata dusta, ghibah (menggunjing), memfitnah, sumpah dusta dan memandang dengan syahwat"(HR Al-Azdiy).
Beliau juga berpesan, "Barangsiapa yang tidak dapat meninggalkan perkataan kotor dan dusta selama berpuasa, maka Allah Ta'ala tidak berhajat kepada puasanya.” (HR Bukhari).
Disukai iblis
Seorang sahabat pernah bertanya kepada Nabi Muhammad SAW, “Apa itu gibah, ya Rasulullah?” Beliau pun menjelaskan, “Gibah itu menceritakan tentang saudaramu dengan sesuatu yang tidak disukainya.”
Sahabat itu bertanya lagi, “Bagaimana jika apa yang kuceritakan itu benar-benar terjadi pada saudaraku itu?”
Rasulullah SAW menjawab, “Jika apa yang engkau ceritakan itu benar-benar terjadi, berarti engkau telah melakukan gibah terhadapnya. Namun, jika apa yang engkau ceritakan tidak terjadi, berarti engkau telah berbohong tentangnya."
Imam al-Ghazali dalam kitab Mukasyafatul Qulub menjelaskan, iblis melumuri bibir orang-orang yang senang berbuat gibah dengan madu. Tujuannya agar mereka itu selalu merasa “manis” saat membicarakan dan menyebarkan aib orang lain.
Dikisahkan, dalam sebuah perjalanan, Nabi Isa AS pernah bertemu dengan Iblis yang sedang membawa madu di salah satu tangannya dan membawa abu di tangan lainnya.
Nabi Isa pun bertanya, “Apa yang akan engkau lakukan dengan madu dan pasir itu, wahai musuh Allah?”
Iblis menjawab, “Madu ini akan kuoleskan pada bibir para ahli gibah agar mereka merasa manis dan semakin giat bergunjing. Sementara, abu ini kubalurkan pada wajah anak-anak yatim sehingga orang merasa benci melihat pada mereka.”