Lantunan Ayat Suci dari Balik Jeruji
Dengan usia yang tak lagi muda, urusan akhirat benar-benar jadi perhatian.
REPUBLIKA.CO.ID, Siang itu, lantunan ayat-ayat suci Alquran menyelusup saat memasuki ruang-ruang tahanan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Kelas IIA Semarang, Jawa Tengah.
Sebagian penghuni lapas, yang tengah berkegiatan di luar sel, tampak termenung menyimak bebunyian ayat tersebut. Ada pula yang acuh tak acuh dan tetap sibuk dengan aktivitasnya sendiri.
Ayat-ayat Alquran itu dilafalkan oleh sejumlah narapidana (napi) di Lapas Perempuan Kelas IIA Semarang yang mengikuti aktivitas tadarus. Kegiatan tersebut digelar di sebuah bangunan terbuka mirip pendopo di dalam area lapas. Separuh bagian bangunan difungsikan sebagai mushala.
Kegiatan tadarus tidak hanya diperuntukkan bagi napi yang sudah mahir membaca Alquran. Mereka yang masih belajar pun diterima dan akan dipandu oleh napi lain yang lebih fasih.
Lapas Kelas IIA Semarang menunjuk Sunarti, napi kasus korupsi, sebagai koordinator kegiatan keagamaan Islam, termasuk tadarus Alquran, selama Ramadhan. Sunarti mengungkapkan, setiap hari sepanjang Ramadhan, terdapat beberapa kegiatan keagamaan yang bisa diikuti para penghuni lapas.
"Pagi jam 09:00 sampai 11:30, ada kegiatan tadarus pagi. Sehabis sholat Zuhur, kita masuk blok. Jam 3 shalat Ashar, terus kita tadarus lagi sambil nunggu tausyiah sore oleh ustaz dari luar (lapas) jam 4 sampai jam 5," ungkap Sunarti ketika ditemui di sela-sela kegiatan tadarus di Lapas Kelas IIA Semarang pada Jumat (7/3/2025).
Setelah tausyiah, para penghuni lapas akan kembali ke dalam sel. "Nanti jam setengah 7 (malam) kita dikeluarkan per dua blok untuk mengikuti Tarawih. Terus ada tausyiah lagi sampai setengah 9 malam," kata Sunarti.
Terkait tadarus Alquran, Sunarti mengatakan, setidaknya terdapat 30 sampai 40 napi yang mengikuti kegiatan tersebut setiap harinya. Namun dia mengakui tak semuanya bisa fokus bertadarus selama rentang waktu yang sudah ditetapkan. "Kadang ada yang capek, terus istirahat, nanti dia ke sini lagi," ujar dia.
Dia menjelaskan, dalam kegiatan tadarus tersebut, terdapat satu napi yang ditunjuk atau ditugaskan untuk memandu napi lainnya. Sunarti pun ikut turun tangan untuk membimbing napi yang kemampuan membaca Alquran-nya masih minim.
Saat membaca Alquran, satu per satu napi akan secara bergantian menggunakan mikrofon. Dengan demikian, lantunan bacaan mereka bakal terdengar ke segenap area lapas.
Para napi peserta tadarus ditargetkan untuk bisa mengkhatamkan Alquran sebanyak satu kali dalam sepekan. "Jadi sebulan (selama Ramadhan) empat kali khatam," kata Sunarti.
Dia mengatakan, seiring mendekati Lebaran, biasanya peserta tadarus akan berkurang. Namun jumlahnya tak signifikan. Sunarti mengungkapkan, dia dan para peserta tadarus selalu mengajak napi-napi lainnya untuk ikut dalam kegiatan keagamaan Islam.
"Yang penting setiap hari itu kita ajak. Setiap kesempatan ada kegiatan pasti kita ajak. Kita suruh teman-teman yang satu kamar ajak mereka di sini," ucap Sunarti.
Tahun ini merupakan tahun keempat Sunarti menjalani Ramadhan di Lapas Perempuan Kelas IIA Semarang. Menurut Sunarti, menjalani Ramadhan di lapas memiliki rasa dan makna tersendiri. "Dulu kan kalau di luar kita masih banyak kegiatan yang duniawi. Di sini Alhamdulillah kegiatan Ramadhan ini kita bisa lebih fokus ke ibadah," kata Sunarti.
Saminah atau Minah (59 tahun), warga binaan kasus pembunuhan, adalah salah satu peserta kegiatan tadarus di Lapas Perempuan Kelas IIA Semarang. Dia merupakan napi pindahan dari Banyumas. "Di sini (Lapas Perempuan Semarang) sudah tiga tahun. Masa hukumannya (yang sudah dijalani) enam tahun," ucap Minah.
Minah mengungkapkan, keinginannya mengikuti tadarus datang dari hati. "Tapi memang saya lebih sering datang untuk menyimak. Saya lebih suka menyimak," ujarnya.
Minah mengatakan, dengan kondisinya saat ini, ditambah usia yang tak lagi muda, urusan akhirat benar-benar menjadi perhatiannya. "Saya sudah tua, mau mikir apa? Pikirannya sudah akhirat saja," ucapnya.
Selama mendekam di Lapas Perempuan Kelas IIA Semarang, Minah mengaku tak pernah dijenguk keluarganya. "Dua anak saya yang laki-laki juga saat ini dipenjara di Lapas Purwokerto," kata Minah.
Minah menambahkan, kedua putranya dihukum dalam kasus yang sama dengannya, yaitu pembunuhan. "Anak saya yang melakukan (pembunhan), bukan saya. Tapi saya ikut menyembunyikan, jadi ikut (terseret)," ujar dia.
Korban pembunuhan kedua putra Minah adalah anggota keluarga mereka sendiri berjumlah empat orang. Tiga korban di antaranya adalah saudara kandung Minah. Sementara itu, satu korban lainnya adalah keponakan Minah. "Masalah warisan," kata Minah singkat ketika ditanya perihal motif di balik pembunuhan tersebut.
Minah dan kedua putranya divonis penjara seumur hidup. Namun, Minah mengajukan banding dan kasasi. Hal itu membuat hukumannya berubah menjadi 20 tahun penjara.
Minah mengungkapkan, ada satu anak perempuan yang bekerja di Jakarta. Namun putrinya pun tak pernah menjenguknya. "Jakarta ke sini kan jauh, kasihan dia tenaganya. Tapi setiap hari saya telepon sama dia, nanya kabar," ucapnya.
Minah mempunyai suami. Namun suaminya meninggal Ramadhan tahun lalu. Saat Minah tengah menceritakan kisahnya sebelum akhirnya mendekam di Lapas Perempuan Kelas IIA Semarang, lantunan ayat-ayat Alquran masih terdengar. Pada satu momen, Minah menghentikan ceritanya. Tebersit raut sesal yang sepi.
"Saya sudah merasa bosan dan ingin pulang, kumpul dengan anak-anak dan ibu saya yang sekarang berumur 83 tahun. Saya kangen mereka," kata Minah.
Ketika wawancara usai, Minah kembali membuka lembaran Alquran di atas sebuah rehal. Dia duduk di sudut mushala, sendiri saja, sambil melafalkan ayat-ayat dengan suara lirih.