Fahira: Penggusuran Termasuk Pelanggaran HAM
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPD Fahira Idris menegaskan proses penggusuran warga tidak boleh sembarangan. Ia menegaskan harus ada aturan yang jelas dan tidak melanggar hukum.
"Bahkan ditingkat dunia, PBB memberikan batasan penggusuran hanya dapat dibenarkan dalam keadaan luar biasa dan sesuai hukum internasional," ujar Fahira pada Republika.
Pemerintah seharusnya memastikan sebelum ada pengusiran telah berunding dengan warga. Sehingga pemaksaan penggusuran tidak terjadi. Pengusiran seharusnya tidak membuat warga menjadi tunawisma atau melanggar hak mereka.
"Pemerintah harus memastikan adanya tempat tinggal atau lahan untuk mereka yang tergusur," katanya.
Ia melanjutkan, efek dari penggusuran bisa berakibat rusaknya hubungan sosial dengan tetangga dan keluarga. Kestabilan hidup sehari-hari seperti bekerja atau sekolah pasti akan terganggu karena harus pindah dengan mendadak.
"Tak jarang aset hunian ikut lenyap karena tak sempat dipindahkan," jelasnya.
Selain itu, penggusuran bisa masuk dalam pelanggaran hak tinggal dan memiliki penghidupan. Tindakan ini tidak berperikemanusiaan bahkan dianggap sebagai kejahatan terhadap hak asasi manusia.
Dalam kasus penggusuran di Kampung Pulo, Fahira menilai hal itu dilakukan agar kota Jakarta nyaman dan layak huni. Disana ada hak-hak warga lain yang terampas ruang publiknya.
Sehingga penggusuran bisa diartikan sebagai pelayanan kepada masyarakat kota. Namun ia mengingatkan Pemprov DKI untuk menyediakan tempat relokasi yang sesuai untuk warga.