MPR: Pasal Kretek tidak Boleh Masuk RUU Kebudayaan

Republika/Rakhmawaty La'lang
Wakil Ketua MPR Mahyudin.
Rep: Eko Supriyadi Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR Mahyudin menyatakan, pasal kretek tidak boleh masuk dalam RUU Kebudayaan yang saat ini sedang dibahas di DPR. Sebab, rokok menimbulkan dampak negatif bagi penggunanya, bahkan bisa menyebabkan kematian.

"RUU Kretek tidak boleh masuk. Kita ini ngapain bela-belain rokok. Rokok itu sudah jelas mengandung zat aditif," kata Mahyudin, usai memberikan sambutan dalam 'Sosialisasi Empat Pilar' di Universitas Negeri Jakarta, Selasa (6/10).

Menurut dia, banyak orang meninggal gara-gara rokok. Bahkan, ia menyebutkan angka kematian akibat rokok mencapai 1.100 orang perhari. Angka tersebut lebih besar dari kematian akibat kecelakaan lalu lintas yang mencapau 700 orang. Sebenarnya 50 orang meninggal karena narkoba.

Artinya, kata dia, dengan banyaknya orang meninggal gara-gara rokok. Peredaran rokok dan ruang lingkup orang merokok, harus dibatasi. Sebab,  merokok tidak ada untungnya. Selain itu, saham perusahaan rokok mayoritas milik asing.

"Yang merokok kita, yang mati kita yang untung asing. Gimana sih cara berpikir kita," sentil politikus Partai Golkar tersebut.


Menyoal petani tembakau yang terancam kehilangan mata pencaharian, Mahyudin menilai itu pemikiran yang keliru. Sebab, petani Indonesia tidak akan mati jika tidak menanam tembakau. Petani tersebut bisa menanam jagung atau kedelai.

"Kenapa kita berpikir tanah kita cocok hanya untuk tanam tembakau. Ini cara berpikir dan propaganda yang menyesatkan," jelasnya.

Selain itu, kata dia, mengenai nasib petani akan menjadi urusan menteri pertanian. Karyawan pabrik rokok yang terancam kehilangan pekerjaan juga merupakan tugas pemerintah untuk mencarikannya. "Kalau menurut saya tidak masuk akal kalau pasal kretek masung RUU Kebudayaan. Sudah jelas dalam kotak rokok tertulis bahaya merokok, ini malah disahkan negara. Apa kita ini bodoh semua," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler