MPR Jaring Masukan Akademisi Gorontalo Terkait GBHN
REPUBLIKA.CO.ID, GORONTALO -- Kajian terhadap sistem ketatanegaraan Indonesia dewasa ini semakin mengemuka. Badan Pengkajian MPR bekerjasama dengan Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara menyelenggarakan Focus Group Discussion di Gorontalo untuk menyerap aspirasi, dan mendapatkan masukan, gagasan serta pemikiran-pemikiran dari para akademisi.
Dalam FGD tersebut, materi diskusi dibahas secara mendalam utamanya terkait Urgensi, Bentuk Hukum, Konsekuensi Hukum, Substansi Haluan Negara serta Tata Cara penyusunan Haluan Negara. Disamping itu, dibahas juga terkait dinamika wacana perubahan UUD NRI Tahun 1945 yang berkaitan erat dengan penataan kewenangan MPR Ri.
Hasil kajian tersebut menjadi masukan yang berharga bagi MPR dalam merespons berbagai diskursus hadirnya kembali Haluan Negara dan Gagasan Perubahan UUD NRI Tahun 1945. Hal ini sejalan dengan Visi MPR sebagai lembaga pengawal Ideologi dan Kedaulatan Rakyat serta menjadi Rumah Kebangsaan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Focus Group Discussion di Gorontalo adalah pelaksanaan FGD yang ke-lima setelah Yogyakarta, Banjarmasin, Pekanbaru, dan Medan. FGD di Gorontalo menghadirkan Narasumber Moh. Mahfud MD, (Ketua Umum Pengurus Pusat Asosiasi Pengajar Hukun Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara), Jazim Hamidi, Johan Jasin, Dr. Duke Arie Widagdo. Serta Anggota Badan Pengkajian MPR Hendrawan Supratikno, Djoni Rolindrawan dan Azikin Solthan.
Hadirnya kembali Haluan Negara saat ini dipandang sangat penting dan mendesak oleh sebagian besar masyarakat diantaranya agar arah pembangunan nasional dapat terus berjalan secara berkesinambungan tanpa periodeisasi kepemimpinan nasional. Adanya sinkronisasi pembangunan antara pusat dan daerah serta antar daerah, adanya perwujudan kedaulatan rakyat; serta adanya ukuran capaian pembangunan nasional dan upaya-upaya percepatannya.