Wakil Ketua MPR: Pelaksanaan Kartu Prakerja Harus Transparan

Lestari juga ingatkan kuota Kartu Prakerja 164 ribu sementara ada 1,2 juta di PHK

MPR
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengapresiasi pemerintah yang mulai membuka pendaftaran bagi masyarakat untuk mendapatkan kartu Prakerja tahap pertama terhitung sejak Sabtu (11/4). Namun, dia mengingatkan agar dalam pelaksanaannya pemerintah bijaksana dan hati-hati
Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, Jakarta -- Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengapresiasi pemerintah yang mulai membuka pendaftaran bagi masyarakat untuk mendapatkan kartu Prakerja tahap pertama terhitung sejak Sabtu (11/4). Namun, dia mengingatkan agar dalam pelaksanaannya pemerintah bijaksana dan hati-hati sebab kuota kartu Prakerja gelombang pertama hanya untuk 164 ribu pekerja, sedangkan mereka yang membutuhkan pekerjaan mencapai jutaan orang.


"Saat pemerintah menetapkan social distancing akibat mewabahnya Covid-19, sampai sekarang ini banyak perusahaan yang telah merumahkan, bahkan mem-PHK karyawannya. Informasi yang berkembang tercatat 1,2 juta orang di-PHK," ujar Lestari Moerdijat di Jakarta, Senin (13/4).

Wakil Ketua MPR itu minta kepada pemerintah agar memperhatikan mereka. "Jangan sampai mereka frustrasi karena terbentur persyaratan yang tidak bisa mereka penuhi,” kata Rerie, sapaan akrab Lestari Moerdijat.

Dalam persyaratan untuk mendapatkan kartu Prakerja, disebutkan yang boleh mendaftar adalah warga negara berusia 18 tahun ke atas. Rerie mempertanyakan batasan usia 18 tahun ke atas sampai berapa tahun, terkait kemungkinan mereka yang sudah berusia di atas 50 tahun misalnya masih boleh mendaftar atau tidak.

Rerie juga mengingatkan setelah mereka ikut pendidikan dan pelatihan apakah pemerintah sudah mempersiapkan tindak lanjutnya, misalnya kesempatan atau lowongan kerja buat mereka. "Apakah pemerintah sudah punya data berapa banyak perusahaan yang siap menampung mereka? Jangan sampai setelah mendaftar dan ikut pelatihan, mereka kembali menjadi pengangguran," katanya.

Dia menambahkan, motivasi para pendaftar juga perlu digali. "Jangan sampai mereka mendaftar hanya untuk coba-coba. Setelah mereka lulus, siapa yang mengawasi dan menindaklanjuti. Ini penting, jangan sampai anggaran Rp 20 triliun yang disiapkan untuk program ini mubazir," imbuhnya.

Karena pendaftaran dilakukan secara online, anggota dewan ini mengingatkan agar pemerintah juga menyiapkan infrastruktur, jaringan, sistem dan IT-nya dengan baik. "Jangan sampai pendaftar terkendala karena infrastruktur onlinenya belum siap. Kita tidak ingin dengar program yang disiapkan untuk menyelesaikan masalah malah memunculkan masalah baru," pungkas Rerie.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler