Ketua MPR Dorong PMP Kembali Jadi Mata Pelajaran Wajib

Ketua MPR dorong PMP dimasukkan dalam pelajaran sekolah

Dok. MPR RI
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo
Red: Bayu Hermawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mendorong mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dikembalikan sebagai mata pelajaran wajib. Menurutnya, PMP bisa jadi mata pelajaran mulai dari tingkat tingkat taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas hingga perguruan tinggi.

Baca Juga


Bamsoet menilai, hilangnya mata pelajaran PMP sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah merapuhkan fondasi bangsa akibat ketidakpemahaman generasi bangsa terhadap Pancasila sebagai ideologi bangsa.

"Kehadiran mata pelajaran PMP sejak 1975, tidak terlepas dari peran MPR RI melalui TAP MPR 1973 yang disempurnakan pada tahun 1978 dan 1983. Lalu berakhir sejak diberlakukannya UU 20/2003. MPR RI saat ini tengah mendorong agar PMP kembali menjadi mata pelajaran wajib di berbagai jenjang pendidikan," katanya, Senin (22/6).

Bamsoet menilai tanpa pemahaman terhadap ideologi, bangsa Indonesia tidak ubahnya seperti kapal besar yang tersesat di tengah samudera tanpa kompas sebagai penunjuk arah. Dia mengatakan dengan hadirnya kembali mata pelajaran PMPakan semakin menguatkan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI yang dijalankan MPR RI sejak 2004.

"PMP akan menyasar peserta didik, sedangkan Sosialisasi Empat Pilar MR RI menyasar berbagai kelompok masyarakat. Dengan demikian fondasi kebangsaan sekaligus pembangunan karakter dan jati diri bangsa Indonesia semakin kokoh. Sumber daya manusia akan semakin kompeten, kapabel, berkarakter, dan bermental luhur," ujarnya.

Bamsoet menilai, generasi muda bangsa dan Pancasila adalah dwitunggal yang tidak boleh dipisahkan. Ia mengatakan, pemuda adalah generator dan dinamisator pembangunan yang akan menentukan nasib bangsa di masa depan.

Sementara itu, menurut dia, Pancasila adalah ideologi, pandangan hidup, dan dasar negara yang akan menjadi rujukan dan panduan bagi generasi muda untuk mewujudkan tujuan dan cita-cita nasional sebagaimana diamanatkan konstitusi. Politikus Partai Golkar itu menjelaskan seiring cepatnya laju roda zaman dan lompatan kemajuan di berbagai bidang kehidupan yang dibungkus dalam bingkai modernitas, tantangan merawat dan menjaga Pancasila semakin nyata.

Dia mengatakan, globalisasi dan perkembangan teknologi telah menawarkan produk-produk dan gaya hidup yang dikemas sedemikian rupa sehingga terlihat menarik, khususnya bagi generasi muda. "Oleh karena itu apabila kita lalai dan abai, nilai-nilai asing tersebut pada akhirnya akan merongrong jati diri, tradisi dan budaya, moralitas serta warisan kearifan lokal bangsa. Nilai-nilai Pancasila hanya hadir di ruang utopia, sila-silanya menjadi hapalan di luar kepala, tetapi implementasinya tidak terasa nyata," ujarnya.

Bamsoet melanjutkan, salah satu upaya menghadirkan nilai-nilai Pancasila adalah melalui implementasi pada berbagai bidang, khususnya pendidikan. Menurut Bamsoet, di belahan bumi manapun, berlaku adagium yang sama bahwa pendidikan adalah faktor kunci kemajuan suatu negara.

 

Pembukaan UUD Tahun 1945 menyatakan bahwa salah satu tujuan negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa karena itu, setiap warga negara tanpa memandang status sosial, ras, etnis, agama, dan gender berhak memperoleh pendidikan yang bermutu, termasuk pendidikan mengenai ideologi Pancasila.

 

"Implementasi Pancasila dalam dunia pendidikan adalah dengan menjadikan Pancasila sebagai sistem nilai, bukan sekadar bahan untuk dihapal atau dimengerti saja, melainkan juga perlu diterima dan dihayati, dipraktikkan sebagai kebiasaan, bahkan dijadikan sifat yang menetap pada diri orang Indonesia," katanya.

 

Dia juga menyoroti kehadiran Peraturan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Nomor 55 Tahun 2018 tentang Pembinaan Ideologi Bangsa telah mengamanatkan semua kampus wajib membentuk Unit Kegiatan Mahasiswa Pengawal Ideologi Bangsa (UKM-PIB), yang berada di bawah pengawasan rektor. Menurutnya, organisasi mahasiswa ekstra kampus diizinkan bergabung dan menjadi bagian dari pengawal ideologi Pancasila melalui UKM-PIB.

 

"Kader SAPMA PP harus aktif bergabung dalam UKM-PIB sehingga bisa terlibat langsung dalam meminimalisir dan mengkonter berkembangnya paham-paham yang menegasikan eksistensi Pancasila," katanya.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler