Usai Gempa, Militer Myanmar Sibuk Perang Sendiri: Bom Dijatuhkan ke Oposisi

Militer menjatuhkan bom di Negara Bagian Karenni dan Shan pada Kamis dan Jumat.

Anadolu Agency
Ilustrasi: Tentara Myanmar.
Rep: Lintar Satria Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID,BANGKOK — Militer Myanmar kesulitan menjalankan pemerintahan usai mengkudeta pemerintah terpilih pemenang Hadiah Nobel Aung San Suu Kyi pada 2021 lalu. Di bawah pemerintah junta militer perekonomian dan layanan dasar termasuk kesehatan Myanmar hancur.

Baca Juga


Dampak perang menyulitkan operasi penyelamatan dan pemulihan gempa 7,7 skala Richter yang mengguncang Myanmar pada 28 Maret lalu. Kudeta juga memicu perang sipil yang memaksa tiga juta orang mengungsi dan melemahkan ketahanan pangan.

PBB mengatakan perang sipil juga mengakibatkan sepertiga dari 28 juta populasi Myanmar membutuhkan bantuan kemanusiaan. Pada Rabu (2/4/2025) lalu pemerintah militer mengumumkan gencatan senjata.

Namun, pada Jumat (4/4/2025) Kantor Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia PBB (OHCHR) mengatakan, junta membatasi bantuan pada korban gempa yang tinggal di daerah yang tidak mendukung pemerintah militer. OHCHR juga mengatakan sedang menyelidiki laporan serangan junta ke oposisi termasuk setelah gencatan senjata.

Juru bicara junta belum menanggapi permintaan komentar.

Kelompok bantuan kemanusian, Free Burma Ranger mengatakan militer menjatuhkan bom di Negara Bagian Karenni dan Shan pada Kamis (3/4/2025) dan Jumat (4/4/2025) meski militer mengumumkan gencatan senjata satu hari sebelumnya. Serangan-serangan ini dilaporkan menewaskan setidaknya lima orang.

Tim penyelamat membawa jenazah dari lokasi bangunan yang runtuh setelah gempa Jumat di Naypyitaw, Myanmar, Selasa, 1 April 2025. - ( AP Photo)

 

Pendiri Free Burma Ranger David Eubank mengatakan warga sipil turut menjadi korban tewas dalam serangan itu. Eubank mengatakan setidaknya sudah ada tujuh serangan militer sejak gencatan senjata diumumkan.

Kantor berita pemerintah Myanmar melaporkan jumlah korban tewas akibat gempa pada tanggal 28 Maret lalu meningkat menjadi 3.471 orang. Sementara 4.671 orang terluka dan 214 orang lainnya masih dinyatakan hilang.

Lembaga-lembaga kemanusiaan memperingatkan kombinasi dari hujan yang tidak sesuai dengan musimnya dan cuaca yang sangat panas dapat menyebabkan wabah penyakit, termasuk kolera, di antara para penyintas gempa yang berkemah di tempat terbuka.

Negara-negara tetangga Myanmar, seperti Cina, India dan negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia sudah mengirimkan pasokan bantuan dan tim penyelamat selama seminggu terakhir untuk membantu upaya pemulihan di daerah-daerah yang dilanda gempa, yang merupakan rumah bagi sekitar 28 juta orang.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler