Anggota DPR Iran: Bom Nuklir Satu-satunya Penangkal Hadapi Keserakahan Imperialisme Global

Gagasan mengenai senjata nuklir sebagai alat penangkal kini kian mendapat dukungan.

AP/Vahid Salemi, File
Seorang petugas keamanan Iran, berbicara di bagian Fasilitas Konversi Uranium, di luar kota Isfahan, Iran, 30 Maret 2005.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Anggota parlemen Iran, Mohammad Qasim Osmani, pada Ahad (6/4/2025), mengatakan, satu-satunya cara non-militer yang dinilai efektif bagi Iran untuk menghadapi ancaman dan keserakahan imperialisme global adalah dengan segera mengembangkan senjata nuklir sebagai alat penangkal.

Baca Juga


Sehari sebelumnya, anggota presidium parlemen Iran, Ahmad Naderi, menyatakan kepada RIA Novosti bahwa ketiadaan kekuatan penangkal yang efektif, termasuk nuklir, membuat Iran rentan terhadap berbagai ancaman serius.

Ia menambahkan bahwa gagasan mengenai penangkal kini kian mendapat dukungan. Karena siapa pun Presiden AS yang menjabat, mereka tetap berbicara kepada Teheran sambil terus menyimpan opsi militer di meja perundingan.

Osmani juga menekankan bahwa keanggotaan Teheran dalam Traktat Non-Proliferasi Senjata Nuklir (NPT) tanpa adanya jaminan nyata justru bisa melemahkan kemampuan Iran dalam hal penangkalan. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan ulang secara serius apakah Iran masih perlu tetap berada dalam traktat tersebut atau bahkan keluar darinya.

“Menghindari konflik militer memang membutuhkan nalar dan logika, tetapi keserakahan imperialisme global tidak memberikan kami jalan lain, kecuali kami memiliki kemampuan untuk menghadapi ancaman dan ketamakan mereka. Satu-satunya solusi adalah kemajuan yang cepat dan tak tergoyahkan menuju pengembangan senjata nuklir sebagai alat penangkal," ujar Osmani seperti dikutip kantor berita SNN milik Iran.

"Keahlian nuklir yang telah kami capai dengan segala pengorbanan besar harus dimanfaatkan sepenuhnya, terutama dalam urusan keamanan. Sebab, hari ini, ilmu nuklir harus memungkinkan kami bernegosiasi secara setara,” kata Osmani menekankan.

 

senjata mematikan Iran. - (national interest sputnik)

Pada 7 Maret lalu, Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa ia telah mengirim surat kepada Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, yang berisi tawaran untuk memulai perundingan terkait kesepakatan nuklir baru. Namun pada 30 Maret, Presiden Iran Masoud Pezeshkian menegaskan bahwa Teheran menolak untuk berdialog langsung dengan Washington, meski tetap terbuka untuk negosiasi melalui pihak ketiga.

Merespons hal itu, Trump kemudian mengancam akan melancarkan “serangan bom seperti yang belum pernah mereka lihat sebelumnya,” dalam wawancara dengan NBC News, jika AS dan Iran gagal mencapai kesepakatan.

Pada 2015, Iran menandatangani kesepakatan nuklir dengan Amerika Serikat, China, Prancis, Jerman, Rusia, Inggris, dan Uni Eropa, yang mewajibkan Teheran mengurangi program nuklir sebagai imbalan atas pencabutan sanksi ekonomi. Namun, AS menarik diri dari perjanjian tersebut pada 2018 saat masa jabatan pertama Trump dan kembali menjatuhkan sanksi terhadap Iran, yang menyebabkan kesepakatan itu runtuh.

Sebagai tanggapan, Iran menyatakan akan mengurangi komitmennya, termasuk mencabut pembatasan terhadap riset nuklir dan tingkat pengayaan uranium.

 

 

Dilaporkan Jerusalem Post, Ahad (6/4/2025), Republik Islam Iran telah mengirimkan peringatan resmi kepada negara-negara di kawasan Teluk, bahwa mereka akan menjadi sasaran serangan balasan jika mereka membantu Amerika Serikat (AS) mengebom Iran. Aksi itu (membantu AS), "akan mendatangkan konsekuensi parah bagi mereka," kata seorang pejabat Iran mengutip pesan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei.

Peringatan dikirim Iran kepada Irak, Kuwait, Uni Emirat Arab (UEA), Qatar, Bahrain, hingga Turki yang mana termasuk penggunaan ruang udara negara-negara itu akan dianggap sebagai upaya membantu AS menyerang Iran. Menurut pejabat itu, Ayatollah Ali Khamenei telah menetapkan Iran dalam status siaga penuh.

Para juru bicara pemerintah dari Irak, Kuwait, UEA, Qatar, dan Bahrain tidak segera mengomentari peringatan dari Iran itu. Sementara, Menteri Luar Negeri Turki, mengatakan tidak mengetahui adanya peringatan itu, namun mengakui peringatan sejenis bisa disalurkan lewat kanal lain.

 

 

sumber : Antara, Sputnik-OANA
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler