Bamsoet Kupas UU Cipta Kerja dari Sisi Pengusaha
Kelahiran UU Cipta Kerja diyakini mampu menjawab berbagai persoalan
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menguak keberadaan UU Cipta Kerja dari sisi pengusaha. Melalui Podcast Ngobras sampai Ngompol (Ngobrol Asyik sampai Ngomong Politik) di kanal Youtube Bamsoet Channel, dirinya mewawancarai Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN Indonesia) Rosan Roeslani.
"Ketua Umum KADIN Rosan Roeslani menilai kelahiran UU Cipta Kerja sebagai UU sapu jagat patut menjadi kebanggaan bangsa Indonesia. Dikerjakan secara tripatrit antara pemerintah bersama DPR RI dengan turut melibatkan organisasi pengusaha dan juga serikat pekerja/buruh. Kelahiran UU Cipta Kerja diyakini mampu menjawab berbagai persoalan yang selama ini menyelimuti dunia investasi Indonesia. Baik dari sisi pemerintah sebagai regulator, pengusaha sebagai operator, maupun buruh/pekerja sebagai eksekutor," ujar Bamsoet dalam Podcast Ngobras sampai Ngompol bersama Rosan Roeslani, di Jakarta, Selasa (13/10).
Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan pandangan Rosan yang menilai kelahiran UU Cipta Kerja akan semakin memberikan kemudahan masuknya investasi ke Indonesia. Sekaligus memudahkan usaha nasional dari mulai berbasis UMKM hingga skala besar untuk tumbuh dan berkembang.
"Ketum Rosan menekankan, dengan semakin berkembangnya dunia usaha, akan semakin banyak lapangan pekerjaan tersedia, pada akhirnya kesejahteraan akan meningkat. Apalagi akibat pandemi Covid-19, sudah banyak korban pemutusan hubungan kerja (PHK). Dalam catatannya, setidaknya ada 5 juta penduduk di PHK, 7 juta penduduk berada di tingkat pengangguran terbuka, ditambah 8 juta penduduk yang statusnya masih pekerja paruh waktu," jelas Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menambahkan, keberadaan UU Cipta Kerja juga memberikan banyak tanggungjawab kepada pengusaha untuk memperhatikan para pekerjanya, termasuk pekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Sebagaimana tertulis dalam Pasal 61A, dalam hal perjanjian kerja waktu tertentu berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) huruf b dan huruf c, pengusaha wajib memberikan uang kompensasi kepada pekerja/buruh.
"Masyarakat juga harus mewaspadai berkembangnya hoaks dan disinformasi di media sosial yang mendeskriditkan UU Cipta Kerja. Misalnya, ada anggapan bahwa UU Cipta Kerja memberikan kesempatan kepada pengusaha untuk mengeksploitasi waktu kerja dengan hanya memberikan libur satu hari dalam seminggu. Informasi tersebut sangat tak tepat dan bisa disalah artikan," tandas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menambahkan, dalam Pasal 77 Ayat 2 poin b UU Cipta Kerja, jelas tercantum bahwa waktu kerja bisa 8 jam 1 hari dan 40 jam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu. Sementara di poin a tercantum waktu kerja 7 jam 1 hari dan 40 jam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu.
"Jadi, mau 6 hari kerja atau 5 hari kerja, itu pilihan. Ada pekerja yang mau 6 hari kerja, silakan. Ada yang 5 hari kerja, juga silakan. Tergantung kesepakatan pengusaha dengan pekerja," pungkas Bamsoet.