REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebiasaan berkendara sebenarnya memiliki dampak yang cukup luas. Selain untuk diri sendiri dan orang lain, perilaku mengemudi dinilai juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kelestarian lingkungan. Saat ini sejumlah stakeholder pun mendorong budaya eco driving atau berkendara ramah lingkungan.
Direktur Sarana Transportasi Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Pandu Yunianto mengatakan bahwa eco driving adalah tingkatan yang lebih advance dibanding safety driving dan defensive driving.
“Safety driving dan defensive driving adalah perilaku berkendara yang memperhatikan keselamatan diri sendiri dan orang lain. Sedangkan, eco driving adalah perilaku berkendara yang memiliki dampak yang lebih luas karena memperhatikan keselamatan diri sendiri, keselamatan orang lain, dan kelestarian lingkungan,” kata Pandu.
Ia menekankan, eco driving merupakan budaya berkendara yang juga memperhatikan lingkungan karena perilaku ini juga berpengaruh terhadap efisiensi bahan bakar dan menekan angka polusi.
Dia mengimbau agar pengendara dapar membudayakan eco driving dengan memperhatikan sejumlah hal. Pasalnya, selain dibutuhkannya keterampilan, eco driving juga didukung oleh sejumlah hal, mulai dari perawatan mesin, pemilihan bahan bakar yang pas, dan menaati peraturan muatan serta kecepatan berkendara.
“Kecepatan rata-rata yang sangat disarankan terutama saat berada di jalan bebas hambatan adalah 80 hingga 90 kilometer/jam. Jika kendaraan digunakan dalam beban muatan yang sesuai dengan ketentuan maka laju dalam kecepatan rata-rata tersebut akan menunjang tujuan eco driving,” ujarnya.
Hal itu membuat kendaraan memiliki angka konsumsi bahan bakar yang efisien dan mampu mencapai tujuan secara tepat waktu. Pasalnya, penggunaan kendaraan dalam waktu tempuh yang lebih lama otomatis juga membuat emisi yang dikeluarkan akan makin banyak sehingga akan meningkatkan angka pencemaran udara.
Selain itu, ia juga mendorong agar pengendara dapat mengoptimalkan momentum dan engine braking dalam berkendara. Pasalnya, teknik engine braking merupakan teknik deselerasi yang optimal dan dapat menekan penggunaan kampas rem ataupun bahan bakar. Sebab, sistem injeksi pada mobil akan menghentikan pasokan bahan bakar saat engine braking.
Soal optimalisasi momentum, teknik ini merupakan teknik pengemudi melepas pedal gas dan membiarkan kendaraan melakukan deselerasi dengan sendirinya sebelum kemudian pengemudi menginjak pedal rem. Menurut dia, hal ini juga merupakan teknik eco driving yang optimal diterapkan saat kendaraan akan mendekati persimpangan jalan.
Jika berkendara tanpa menggunakan pendingin ruangan dan tengah berhenti lebih dari 20 detik, sangat disarankan agar pengendara dapat mematikan mesin kendaraan. Dengan begitu, kendaraan tidak membuang-buang bahan bakar, baik saat berada dalam kondisi lampu merah maupun dalam antrean perlintasan kereta api.
Pada beberapa mobil, hal ini telah didukung lewat fitur smart stop engine yang akan mematikan dan menyalakan mesin secara otomatis sehingga sangat sesuai dalam prinsip berkendara eco driving.