REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Lembaga Bantuan Teknologi (LBT) mengingatkan agar kehadiran Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sebagaimana amanat UU 11/2019 tentang Sisnas Iptek sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi).
Ketua Dewan LBT, Prasetyo Sunaryo, menjelaskan badan tersebut mendapat amanat melaksanakan integrasi dari kegiatan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi.
“Untuk itu harus jelas benar apa peran, misi Lembaga baru tersebut di tengah-tengah keberadaan lLembaga Iptek yang telah ada,” kata dia, dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (11/4).
Dia menjelaskan melaksanakan amanat UU tersebut harus dilakukan dengan sebaik mungkin dengan mengindahkan kaidah-kaidah intrinsik upaya penguasaan dan peningkatan penguasaan Ilmu pengetahuan dan teknologi.
Prasetyo menyatakan, hakikat kelembagaan iptek merupakan kelembagaan yang kinerjanya adalah berbasis atau ditentukan oleh kreativitas pegiat Iptek dan kadar relevansi program terhadap kebutuhan masyarakat atau pasar.
“Jadi determinant factornya bukan karena factor otoritas kelembagaan atau nomenklatur kelembagaan,” ujar dia.
Menurut Prasetyo, posisi inovasi adalah merupakan produk paling hilir dari kegiatan iptek, maka tugas BRIN adalah melakukan proses hilirisasi produk iptek, yang diawali dengan penyusunan rencana induk iptek. “Karena inovasi itu di hilir, maka proses hulu Iptek masih harus tetap dilaksanakan oleh Lembaga Iptek yang telah ada (LIPI, LAPAN, BPPT, BATAN dan lain-lain),” kata dia sembari menambahkan jika fungsi BRIN bukan untuk mengggabungan Lembaga-lembaga Iptek yang telah ada.
Lebih lanjut, Prasetyo menjelaskan hakikat inovasi hanya bisa terwujud bila didukung pilar ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilahirkan SDM iptek. Dan pilar-pilar itu sudah ada dengan lengkap.
Jadi, menurut Prasetyo, konteks integrasi disini oleh BRIN adalah, bahwa BRIN membuat rencana induk iptek untuk akhirnya bisa menghasilkan inovasi sebagai rancangan pencapaian solusi permasalahan nasional.
Berdasarkan rencana induk tersebut, kata dia, pelaksanaannya adalah oleh lembaga iptek yang sudah ada sesuai dengan tupoksi masing-masing lembaga, jadi disini tugas BRIN adalah mendistribusi pelaksanaan program yang tercantum dalam rencana Induk ke masing-masing lembaga iptek yang sudah ada dan bukan melebur lembaga iptek yang ada menjadi BRIN.
“Mestinya keberadaan institusi iptek yang sudah ada saja yang perlu dioptimalisasikan atau lebih diberdayakan guna mendukung kebijakan nasional Iptek yang tertuang dalam rencana Induk,” tutur dia.
Sebagai contoh, ujarnya, adalah agar peran masing-masing lembaga yang ada sekarang seperti apa adanya dan selanjutnya diintegrasikan program-programnya oleh BRIN dengan merujuk pada rencana induk Iptek. Sehingga pada ujung hilirnya akan menghasilkan inovasi yang siap untuk diproduksi secara massal oleh sistim produksi nasional.
Prasetyo menekankan yang paling utama diperlukan negara dalam membangun memang benar adalah inovasi dan itu merupakan ujung paling hilir dari aktivitas Iptek, untuk itu bagian hulu aktifitas Iptek yang sudah ada harus diperlakukan sebagai asset nasional yang telah tersedia.