REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta menjalankan amanah Undang-undang untuk menjamin terpenuhinya hak-hak Pekerja Migran Indonesia (PMI). Sebab, banyak PMI di Malaysia membutuhkan pertolongan karena pandemi virus Covid-19 atau corona.
"Mereka kekurangan uang dan tidak dapat membeli bahan makanan. Bahkan untuk sekadar bertahan hidup dan kebutuhan makan sehari-hari pun sulit," ujar anggota Komisi IX DPR Kurniasih Mufidayati, Selasa (28/4).
Ia mengingatkan pemerintah, dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, sudah sangat lengkap mengatur hak-hak PMI. Undang-undang ini secara tegas menyatakan bahwa pemerintah harus melindungi hak-hak mereka.
"Saya menyebutnya perlindungan semesta, yang memberikan jaminan atas perlindungan hak PMI dari hulu hingga hilir," ujar Mufida.
Tujuan undang-undang ini untuk menjamin dan melindungi segenap Warga Negara Indonesia. Khususnya kepada PMI, agar mereka dapat bekerja dengan baik. "Karena itu, sudah sepatutnya pemerintah segera merespons jeritan permintaan tolong dari PMI kita di Malaysia, sebagai amanah undang-undang," tegas Mufida.
Di sisi lain, ia melihat masih banyak masalah yang melingkupi PMI, baik di dalam negeri maupun di negara penempatan. Salah satunya adalah ketidaksesuaian kontrak dengan hak yang diterima.
Mufida mengaku mendapat banyak info tentang adanya potongan-potongan biaya yang memberatkan PMI. Sehingga, membuat uang gaji mereka akan terpotong sangat besar.
"Salah satu sumbernya adalah keperluan TKI itu sendiri dalam memenuhi syarat agar dapat bekerja di LN. Di antaranya adalah biaya pembuatan paspor, sertifikasi dan biaya-biaya lain selama menunggu penempatan," ujar Mufida.
Menurut Mufida, pemerintah dalam hal ini BP2MI, harus dapat memberikan solusi. Karena sangat disayangkan jika hak mereka dipotong selama bekerja.
"Jangan sampai ini menjadi lingkaran setan yang hanya menguntungkan para calo. Harus ada ketegasan dan keberpihakan dari pemerintah. Calo harus diberantas sesegera mungkin," ujar Mufida.