REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski jalur zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun ini menginjak keempat kalinya dan masih terjadi masalah, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengaku mendukung sistem ini. Beberapa alasan dukungan mengapa KPAI mendukung pelaksanaan sistem ini di antaranya sekolah negeri bisa diakses semua anak.
"Pertama, pendidikan merupakan hak dasar yang wajib dipenuhi negara," ujar Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti saat webinar temuan dan pengaduan PPDB DKI Jakarta, Senin (29/6).
Retno menambahkan, kebijakan PPDB sistem zonasi adalah kebijakan yang mencegah pendidikan menjadi pasar bebas sehingga negara wajib mengatur pelaksanaannya agar sekolah dapat diakses semua anak. Ia menambahkan, sistem zonasi dalam PPDB membuka akses bagi semua anak atas sekolah negeri, baik kaya atau miskin, berprestasi atau tidak atau yang pandai maupun tidak.
"Oleh karena itu ada jalur afirmasi bagi si miskin, jalur prestasi bagi yang mampu, jalur zonasi yang dapat diakses orang kaya maupun miskin atau si pandai maupun yang tidak," katanya.
Retno menambahkan, sistem zonasi dalam PPDB yang tidak menggunakan seleksi nilai membuat si miskin yang rumahnya dekat dengan sekolah negeri akhirnya dapat menikmati pendidikan di sekolah tersebut. Ia menambahkan, efek positif lainnya untuk siswa miskin tersebut adalah biaya pendidikan menjadi lebih ringan, tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi karena ke sekolah bisa berjalan kaki, tidak perlu mengeluarkan biaya makan siang karena sempat makan di rumah, anak memiliki isitrahat yang cukup.
"Jika zonasi benar-benar dilaksanakan ketika PPDB, kemudian saat menentukan zona hijau buka sekolah di era tatanan kehidupan kenormalan baru (new normal) tentu menjadi lebih mudah dan aman karena peserta didik itu kan tinggal di sekitar sekolah itu yang juga di zona hijau," katanya.
Di satu sisi, pihaknya menyadari problem yang selalu muncul sejak PPDB diterapkan 2017 lalu adalah persebaran sekolah yang tidak merata, jumlah sekolah negeri yang tidak bertambah bertahun-tahun lamanya, dan infrastruktur yang tidak memadai. Karena itu, pihaknya merekomendasikan pemerintah harus memastikan kuantitas dan kualitas sekolah dan sarana prasarana sekolah dan tenaga pengajar.
"Tanpa disertai upaya ini, tujuan sistem zonasi menciptakan pemerataan pendidikan mustahil tercapai. Peserta didik dan orang tua murid juga akan merasa sistem tidak adil," ujarnya.
Karena itu, KPAI mengapresiasi pemerintah daerah (pemda) yang mulai membangun sekolah. Bahkan, pihaknya mencatat pelaksanaan PPDB selama kurun waktu 2017 hingga 2019 kemarin ternyata mendorong pemda mulai membangun sekolah negeri baru di wilayah administrasinya yang kekurangan atau tidak ada sekolah negeri.
Ia menyebutkan dalam tiga tahun, Kota Bekasi di Jawa Barat bisa membangun tujuh sekolah menengah pertama negeri (SMPN) baru, Kota Tangerang membangun sembilan SMPN baru, bahkan DKI Jakarta menambah tujuh sekolah menengah kejuruan negeri (SMKN) baru. Bahkan, ia menyebutkan Gubernur Banten Wahidin Halim berkeinginan membangun 33 unit sekolah selama tahun ini.
"Menurut Wahidin Halim, proyek itu untuk mengejar target rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) 2017-2022," ujar Retno.