REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam sesi pendalaman mengenai paparan yang disampaikan oleh Menteri PAN RB, BKN dan KASN, Ir. Hugua Anggota Komisi II DPR RI menegaskan kembali dan mendesak Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo untuk serius menangani masalah honorer K2 yang lulus PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja).
“Menyangkut 51.293 tenaga honorer K2 yang lolos seleksi rekrutmen P3K pada Februari 2019, ada tenaga honorer dari Tasikmalaya berumur 57 tahun yang memasuki umur 58 tahun. Usia yang mendekati masa pensiun ini juga terjadi pada banyak tenaga honorer K2 lainnya yang telah lolos seleksi rekrutmen P3K, bahkan ada tenaga honorer yang sudah meninggal. Ketidakjelasan status tenaga honorer K2 tersebut diperparah dengan pandemik Covid-19 dimana mereka jadi salah satu korbannya” kata Hugua dalam sesi pendalaman Rapat Dengar Pendapat Komisi II DPR RI, Selasa (7/7).
Lebih lanjut Hugua meminta kepada Menteri PAN RB untuk memproses segera Perpres Gaji dan Tunjangan tenaga honorer K2 tersebut yang saat ini sedang dalam harmonisasi di Kemenkumham. Sehingga penerbitan NIK P3K dapat segera terealisasi seperti harapan dari 51.293 tenaga honorer K2 yang telah menunggu satu setengah tahun akan kejelasan status mereka.
Demikian juga untuk penyelesaian tenaga honorer K2 yang berjumlah 430.000 orang, Hugua meminta Menteri PAN RB untuk dapat membuat Roadmap penyelesaian terhadap status 430 ribu tenaga honorer K2 tersebut dalam waktu enam (6) tahun.
Apabila 51 ribu tenaga honorer K2 dapat diselesaikan dengan P3K per tahun, maka dalam waktu 6 tahun, beban Pusat mengenai masalah K2 dapat diatasi, dan untuk selanjutnya tenaga honorer K2 akan jadi beban Pemerintah Daerah. Sehingga kebutuhan Tenaga Guru, Tenaga Kesehatan dan Tenaga Administrasi dapat terpenuhi di Daerah.
Penegasan Hugua mengenai isu tenaga honorer K2 didukung oleh Anggota Dewan Komisi II DPR RI lainnya yaitu Guspardi Gaus, Johan Budi, Endro, Wahyu Sanjaya dan Wakil Pimpinan Komisi II DPR RI Arwani, yang juga menyampaikan concern mereka terhadap kondisi dan status ketidakjelasan tenaga honorer K2 tersebut.