REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi V DPR RI Ahmad Syaikhu mendesak pemerintah lakukan empat hal penting terkait Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Hal itu Syaikhu sampaikan saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Dirjen Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan dan Komisioner Tapera, Kamis (9/7) di Gedung Parlemen, Jakarta.
"Jika memang Tapera tidak bisa ditunda, saya mendesak pemerintah melakukan empat hal agar program Tapera menguntungkan rakyat," ujar Syaikhu.
Pertama, dalam Kepmen PUPR No. 242/KPTS/M/2020 diatur batasan maksimal penghasilan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Pada kelompok sasaran KPR Sejahtera, KPR SSB dan SSM, ada batasan penghasilan per bulan maksimal Rp 8 juta. Syaikhu mempertanyakan alasan aturan tersebut.
"Ini dasarnya apa? Rasionalisasinya apa sehingga menetapkan batas maksimal Rp 8 juta untuk ikut Tapera?" tanya Syaikhu.
Menurut Syaikhu, angka ini tentu saja bisa merugikan bagi mereka yang berhak ikut Tapera, khususnya bagi suami istri yang memiliki penghasilan gabungan melebihi Rp 8 juta. Misal, ada suami istri bekerja di DKI Jakarta. Dengan UMR sekitar Rp 4,2 jutaan, maka jika digabung jumlahnya Rp 8,4 jutaan. Otomatis tidak dapat ikut Tapera padahal mereka belum punya rumah.
"Jangan sampai aturan ini merugikan," tegas Politisi PKS itu.
Syaikhu menyatakan perlu pijakan yang kuat jika memang ingin menetapkan batas maksimal Rp 8 juta. Contohnya Rp 8 juta dijadikan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Ini jadi landasan bagi pemerintah untuk mengikutsertakan MBR dalam Tapera. Sebab pajak penghasilannya saja masih dibebaskan.
Kedua, Syaikhu mengingatkan bahwa disamping mengelola dana dari eks Bapetarum, Tapera juga menerima peserta dari FLPP, dana wakaf dan dana program pembiayaan perumahan lainnya. Itu artinya, target 500 ribu masih dirasakan kurang.
Sebab backlog pada awal 2020 untuk kelompok ini masih sebesar 1,72 juta unit. Belum lagi penambahan kebutuhan perumahan setiap tahunnya."Ini tentu saja masih sangat jauh angkanya. Kebutuhannya jelas di atas 500 ribu unit rumah," ungkap Syaikhu.
Ketiga, Syaikhu meminta Tapera ditunda, mengingat situasi yang masih terdampak pandemi Covid-19. Tapi, jika tidak ditunda Syaikhu minta pemerintah bisa memberikan subsidi khususnya kepada ASN Golongan I dan II.
"Idealnya ditunda. Tapi jika pemerintah memaksa, maka saya minta agar ada subsidi bagi ASN Golongan I dan II. Sebab potongan sebesar Rp 2,5 persen itu memberatkan di tengah situasi sekarang," kata Syaikhu.
Keempat, Syaikhu berharap BP TAPERA bisa membantu aksesibilitas peserta untuk mendapatkan perumahan. Disamping itu, setelah selesai melakukan cicilan, BP TAPERA bisa membantu peserta untuk mendapatkan sertifikat hak milik atas rumahnya.
"Ini sangat penting. Para peserta harus dapat kejelasan status kepemilikan rumah setelah selesai," pungkas Syaikhu.