REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengatakan di dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ) harus ada pendataan mana siswa yang bisa PJJ dan yang tidak. Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Retno Listyarti mengatakan selama ini masih banyak kebijakan yang dilakukan tanpa pendataan atau pemetaan.
Berdasarkan laporan yang diterima KPAI, banyak keluhan orang tua siswa yang tidak mampu memenuhi kebutuhan gawai anaknya ketika PJJ daring. Situasi ini akan semakin rumit ketika dalam satu rumah memiliki lebih dari satu anak yang bersekolah sementara gawai yang dimiliki tidak memadai.
"Sekolah harus memetakan peserta didiknya, berapa yang memiliki gawai dan yang tidak. Berapa yang sanggup membeli kuota internet dan yang tidak. Apakah didampingi orang tua atau wali saat PJJ. Sehingga, diperoleh data anak-anak yang akan difasilitasi PJJ daring dan anak-anak yang harus luring," kata Retno, dalam sebuah diskusi daring, Jumat (17/7).
Pemetaan ini tidak hanya penting dilakukan sekolah, namun juga pemerintah daerah dan pusat. Pemerintah daerah, kata Retno perlu memetakan sekolah yang bisa menjalankan PJJ daring ataupun luring.
"Jadi kebutuhan itu dijawab dari data. Ini yang tidak dilakukan oleh dinas," kata Retno menambahkan.
Pemerintah daerah, lanjut Retno juga diharapkan melakukan pelatihan-pelatihan kepada guru terkait PJJ. Pemerintah daerah juga harus betul-betul memetakan daerah atau orang tua siswa mana saja yang tidak memiliki akses penuh terhadap gawai, termasuk yang belum terlayani aliran listrik.