Ahad 09 Aug 2020 13:51 WIB

Wakil Ketua DPRD DKI: Dana BOS tidak cukup.

Ada puluhan ribu sekolah mengandalkan dana BOS untuk keberlangsungan pendidikannya.

Rep: Ali Mansur / Red: Agus Yulianto
 Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Zita Anjani
Foto: pan.or.id
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Zita Anjani

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Zita Anjani menilai, sudah hampir lima bulan dunia pendidikan mati suri. Menurutnya, jika benar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengatakan pertaruhkan kehormatan, maka sekarang waktunya untuk mundur. Itu jika Pendidikan bukan bidangnya.

"Saya melihat Mas Menteri belum punya gagasan dan inovasi yang jelas. Ini sudah empat bulan, kita menunggu langkah kongkretnya, malah kita makin bingung. Kalau ada rasa malu, lebih baik lepas jabatan," kata Zita dalam pesan singkatnya kepada Republika.co.id, Ahad (9/8).

Menurut Zita solusi yang disampaikan oleh Nadiem untuk menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), tidak akan efektif. Sebab, kebijakan tersebut tidak memberikan keharusan bagi sekolah untuk memberikan subsidi internet kepada siswa. 

Dia mengaku, mendengar penjelasan Nadiem soal penggunaan dana BOS. Zita mengaku, miris melihat sosok Mendikbud bersilat lidah.

Perihal BOS, dia mencontohkan SMP. Per siswa Rp 1,1 juta/tahun, kalau di sebuah sekolah swasta ada 161 orang, maka ada Rp 177 juta. Kalau per anak butuh Rp 100 ribu per bulan untuk internet, sisanya cuma Rp 32 juta buat bayar gaji honorer, biaya listrik, renovasi, dan lainnya. 

Maka, kata Zita, ini tidak masuk akal. Lagi pula, mereka tidak ada keharusan juga membeli paket data.

"Lagi-lagi saya harus kritis. Sesuai janji saya, jika pendidikan masih bermasalah, saya akan lantang bersuara untuk mengingatkan Mas Menteri. Begitulah tugas kami sebagai warga negara yang peduli dengan pendidikan anak bangsa," ungkap politikus Partai Amanat Nasional tersebut.

Menurut Zita, memang dana bos tahun ini meningkat 6,03 persen di banding tahun 2019. Besaran biaya tiap jenjangnya naik Rp 100.000 per siswa, meningkat dari tahun sebelumnya. 

Tapi, tidak bisa di simpulkan dana BOS cukup membantu untuk kebutuhan internet siswa. Data Kemendikbud di tahun 2018, ada 41.458 sekolah negeri yang tertinggal dan sangat tertinggal, itu baru sekolah negeri, dan terhitung 2 tahun yang lalu. Cukup menggambarkan kondisi sekolah kita di Indonesia.

“Yang ingin saya tekankan, ada puluhan ribu sekolah yang harus mengandalkan dana BOS untuk keberlangsungan pendidikan di sekolahnya, bisa juga menjadi kebutuhan untuk mengupgrade sekolahnya jadi lebih baik," kata Zita.

Dengan dialokasikan dana BOS untuk biaya internet bagi siswa saja, kata Zita, itu sudah sangat menguras anggaran yang harusnya di peruntukkan untuk sekolahnya. Sesederhana itu saja Mendibud tidak bisa pikirkan. 

Itu baru contoh di Ibu Kota, bagaimana di daerah tertinggal lainnya? Apalagi kebijakan pemberian Internet di limpahkan sepenuhnya kepada pihak sekolah.

"Sehingga akan banyak tuntutan dari orang tua kepada kepala sekolah. Ini sama saja mas Menteri lempar batu sembunyi tangan," ucap Zita. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement