REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Telah lama menjadi bagian dari kosa kata pergaulan anak muda, "Anjay" belakangan diributkan. Psikolog Idei Khurnia Swasti menyebut, penting bagi orang tua untuk mengajarkan anak pembelajaran makna dari sebuah kata.
"Ajarkan tutur kata yang baik, tetapi tentu butuh penjelasan mengenai makna katanya,” ujar dia saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (1/9).
Mengetahui makna sebuah kata ini, memang berkaitan dengan kemampuan dan perkembangan berbahasa anak. Menurut Idei, penting juga mengetahui kapan anak mulai mengerti makna kiasan dan dapat menggunakannya serta kapan menggunakan kata-kata yang lugas.
"Cara yang efektif adalah orang tua memberikan contoh bercakap-cakap dengan bahasa yang tepat, sopan, dan bertata krama," papar dosen Psikologi Komunikasi Universitas Gadjah Mada itu.
Jadi ketika ramai ulasan mengenai istilah kata "anjay", orang tua dapat menjelaskan saja asal-muasal kata tersebut, yakni plesetan dari kata "anjing". Namun, karena katanya sudah diplesetkan maka harus dijelaskan juga konteks percakapannya. Karena konteks pun juga berperan dalam memaknai sebuah kata.
"Jadi (ketika menyebut suatu kata) tidak hanya ditangkap pesan verbalnya saja, namun juga mempertimbangkan pesan nonverbal yang ditunjukkan oleh pembicara," tutur Idei.
Pesan nonverbal ini dapat terkait dengan ekspresi wajah, gestur, dan intonasi suara. Misalnya, adakah sentuhan yang digunakan, seperti tepukan di pundak saat berbincang dengan teman dekat. Hal itu membantu menunjukkan konteks percakapan.
Menyebut kata "anjay", menurut Idei, belum tentu dikategorikan sebagai bentuk perundungan atau penghinaan. Itu bergantung pada konteks pembicaraan dan iklim komunikasi yang melibatkan keduanya.
“Jika iklim komunikasi adalah evaluatif, barang kali dapat memunculkan perasaan tidak nyaman atau terpojok pada orang yang dipanggil "anjay" tadi,” kata Idei.