Jumat 11 Sep 2020 12:03 WIB

Bulan-Bulan Planet Jupiter Saling ‘Menghangatkan’

Interaksi antar bulan bisa menjadi pengaruh paling besar dari pemanasan Jupiter.

Rep: zainur mahsir ramadhan/ Red: Dwi Murdaningsih
Galilea, bulan terbesar di Jupiter.
Foto: NASA
Galilea, bulan terbesar di Jupiter.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Para peneliti menemukan hal baru mengenai interaksi Jupiter dan bulan-bulan yang mengelilinginya. Ilmuwan memperkirakan , dalam proses pasang surut gravitasi Jupiter dan bulan-bulannya, ada aktivitas meregang dan menekan guna saling menghangatkan.

Hal itu dilihat dari beberapa bulan es Jupiter, yang memiliki interior cukup hangat untuk menampung lautan cair. Bahkan dalam beberapa kasus, pasang surut dari efek penghangatan itu bisa mencairkan batuan menjadi magma.

Baca Juga

Perkiraan bahwa gas Jupiter menjadi penyebab pemanasan pasang surut, memang menjadi landasan awal peneliti. Namun, dalam sebuah studi terbaru yang diterbitkan di Geophysical Research Letters, para peneliti menemukan bahwa interaksi antar bulan bisa menjadi pengaruh paling besar dari pemanasan Jupiter.

"Ini mengejutkan karena bulan-bulan itu jauh lebih kecil dari Jupiter. Anda tidak akan berharap mereka dapat menciptakan respons pasang surut yang begitu besar," kata penulis utama dan peneliti di et Propulsion Laboratory di Pasadena, California, Hamish Hay seperti dikutip science daily, Jumat (11/9).

Dengan hampir 80 bulan yang mengelilingi Jupiter, empat terbesar di antaranya adalah Io, Europa, Ganymede dan Callisto. Ternyata, bulan-bulan itu (dan juga bulan lainnya) mempengaruhi satu sama lain.

"Mempertahankan samudra di bawah permukaan agar tidak membeku selama waktu geologis membutuhkan keseimbangan yang baik antara pemanasan internal dan kehilangan panas, namun kami memiliki beberapa bukti bahwa Europa, Ganymede, Callisto, dan bulan lainnya seharusnya menjadi dunia samudra," kata penulis dan peneliti lainnya, Antony Trinh.

Hay menambahkan, resonansi tersebut menciptakan lebih banyak pemanasan. Sebab, ketika mendorong objek atau sistem apa pun dan melepaskannya, akan goyah pada frekuensi alaminya sendiri.

"Jika Anda terus mendorong sistem pada frekuensi yang tepat, osilasi tersebut menjadi semakin besar, seperti saat Anda mendorong ayunan. Jika Anda mendorong ayunan pada waktu yang tepat, ayunan akan lebih tinggi, tetapi waktu dan gerakan ayunan menjadi lemah. " tuturnya.

Hay juga menjelaskan, resonansi dari pasang surut ini memang diketahui sebelum adanya penelitian terbaru itu. Namun, itu hanya sebatas pasang surut karena Jupiter, yang hanya dapat menciptakan efek resonansi ini jika laut benar-benar tipis (kurang dari 300 meter atau di bawah 1.000 kaki), yang mana tidak mungkin.

"Ketika gaya pasang surut bekerja di lautan global, itu menciptakan gelombang pasang di permukaan yang akhirnya menyebar di sekitar ekuator dengan frekuensi atau periode tertentu." ucapnya.

Menurut model para peneliti, pengaruh Planet Jupiter sendiri, nyatanya tidak dapat menciptakan pasang surut dengan frekuensi yang tepat untuk beresonansi dengan bulan. Hanya ketika para peneliti menambahkan pengaruh gravitasi dari bulan-bulan lain, mereka mulai melihat gaya pasang surut mendekati frekuensi alami bulan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement