Ahad 13 Sep 2020 06:06 WIB
Cerita di Balik Berita

Nekat Menyamar Jadi Puspen TNI di Mabes Cilangkap

Karena wartawan dilarang meliput, aku nekat menyamar demi masuk ke Mabes TNI.

M Subroto, Jurnalist Republika
Foto: Daan Yahya/Republika
M Subroto, Jurnalist Republika

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Subroto, Jurnalis Republika

Sampai awal-awal reformasi, liputan di Markas Besar (Mabes) TNI Cilangkap, masih penuh dengan aturan. Soal pakaian misalnya, tak boleh pakai jeans, tak boleh pakai t-shirt, dan untuk wanita harus memakai rok panjang. Jangan mimpi pakai sandal, sudah pasti diusir sebelum sampai lokasi acara.

Baca Juga

Acara-acara juga banyak yang tertutup untuk wartawan. Padahal TNI saat itu masih menjadi pos penting. Setiap geliat di TNI adalah berita penting. Informasinya banyak dicari.

Soal berpakaian aku merasa agak beruntung. Dulu aku lebih suka memakai celana bahan dibanding jeans. Baju pun biasanya lengan panjang yang digulung rapi dan dimasukkan ke dalam celana. Sandal? Tidaklah. Aku selalu bersepatu dan berkaus kaki saat liputan.

Karena itu aku tak pernah keberatan dengan aturan berpakaian saat liputan di Mabes TNI. Bahkan gaya berpakaianku yang seperti ‘anak daerah’ ini, sering menguntungkan.

Ceritanya, suatu hari wartawan mendapat informasi bahwa Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur akan mengadakan buka bersama dengan para perwira di Mabes TNI. Mendengar kabar itu, menjelang sore wartawan sudah berkumpul di tempat acara di Mabes TNI, Cilangkap. Siapa tahu Gus Dur menyampaikan hal penting di hadapan perwira nanti saat buka bersama.

Sialnya, ternyata acara itu tak terbuka untuk umum. Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Marsda Graito Usodo menjelaskan, atas pemintaan istana, acara tersebut tertutup bagi wartawan. Yang diperbolehkan masuk ke tempat acara hanya personel Puspen TNI, termasuk kameramen dan fotografer mereka.

Tentu saja wartawan menggerutu. Jauh-jauh datang ke Mabes TNI Cilangkap, eh, malah tak diperbolehkan liputan. Mau protes percuma. Yang akan dihadapi dua lapis, pihak Mabes TNI dan protokoler istana. Kecil kemungkinan untuk bisa lolos jika memaksa masuk. Satu per satu wartawan pun bubar.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement