Sabtu 03 Oct 2020 07:30 WIB

Psikolog: Setiap Pandemi Pasti akan Ada Akhirnya

Psikolog mengingatkan masyarakat untuk tetap berpikir positif di tengah pandemi.

Tenaga kesehatan dengan mengenakan APD berjalan menuju salah satu tower di kawasan Rumah Sakit Darurat (RSD) wisma atlet, Kemayoran, Jakarta. Agar tak tertular Covid-19, masyarakat perlu menjaga protokol kesehatan dan menjaga diri tetap berpikir positif di tengah pandemi Covid-19.
Foto: Prayogi/Republika
Tenaga kesehatan dengan mengenakan APD berjalan menuju salah satu tower di kawasan Rumah Sakit Darurat (RSD) wisma atlet, Kemayoran, Jakarta. Agar tak tertular Covid-19, masyarakat perlu menjaga protokol kesehatan dan menjaga diri tetap berpikir positif di tengah pandemi Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Psikolog Muhammad Chalid menyarankan kepada masyarakat untuk tetap berpikir positif di tengah pandemi Covid-19. Sebab, stres bisa menurunkan sistem kekebalan tubuh.

"Yang perlu kita pahami, pandemi Covid-19 ini terjadi di seluruh dunia, tidak hanya di daerah kita atau negara kita saja. Kita harus yakin setiap penyakit akan ada obatnya, setiap pandemi pasti akan ada akhirnya," kata pimpinan Tim Sahabatku itu dalam acara bincang-bincang dengan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 yang disiarkan akun Youtube BNPB Indonesia dari Gedung Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Jakarta, Jumat.

Baca Juga

Chalid mengatakan, pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung selama enam bulan lebih di Indonesia tentu sudah membuat masyarakat bisa menyesuaikan diri dengan situasi, kondisi, dan lingkungan yang mengharuskan perilaku hidup sehat dengan menjalankan protokol kesehatan. Begitu pula dengan kegiatan bekerja, belajar, bermain, dan beribadah yang harus lebih banyak dilakukan di rumah.

Chalid mengatakan sudah banyak orang yang mulai terbiasa dengan perubahan tersebut. Namun, kegiatan-kegiatan yang hanya bisa dilakukan di rumah itu harus dibarengi dengan pola pikir yang positif.

"Jangan karena dilakukan di rumah, kemudian kegiatan-kegiatan itu menjadi kebablasan. Misalnya proses belajar anak dari rumah harus dimulai pukul 07.00 pagi. Padahal, pada saat itu anak-anak bisa menghirup udara segar dulu, bisa bermain-main di luar rumah dulu meskipun hanya sebentar," tuturnya.

Begitu pula dengan pekerja yang diharuskan bekerja dari rumah. Jangan sampai karena pekerjaan bisa dikerjakan dari rumah, kemudian menjadi bekerja berlebihan.

"Sebelumnya bekerja di kantor hanya delapan jam, karena bisa bekerja di rumah kebablasan jadi bekerja 12 jam. Hal-hal itu bisa memengaruhi pikiran kita yang seharusnya dibawa berpikir positif menjadi negatif," katanya.

Chalid mengatakan, pengaruh pola pikir atau psikis terhadap kesehatan tubuh sangat besar. Bahkan, secara medis, banyak penyakit yang penanganannya harus disertai dengan penanganan secara psikis untuk memaksimalkan penyembuhan. Menurut Chalid, pola pikir atau psikis yang tidak sehat juga akan berpengaruh terhadap kesehatan fisik secara keseluruhan.

"Seseorang yang kerja psikisnya berlebihan atau lebih dominan, bisa menjadi kurang tidur, kurang istirahat, atau pola makan menjadi tidak teratur karena memikirkan hal-hal tertentu. Jadi ada keterkaitan antara fisik dan psikis," tuturnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement