Oleh Lany Putri Damayanthi
REPUBLIKA.CO.ID, Baru-baru ini kita dikejutkan oleh sebuah berita tentang meninggalnya seorang siswi kelas 1 SD di tangan ibu kandungnya sendiri. Sang ibu tega menghabiskan nyawa anaknya lantaran tak sabar saat mendampingi pembelajaran daring.
Anaknya dianggap sulit memahami pelajaran hingga bocah berusia 8 tahun pun meregang nyawa karena pukulan sang ibu. Memang tak bisa dipungkiri, pembelajaran daring sungguh menguras emosi, jiwa dan raga para orang tua dan anak-anak.
Pastilah kita tak asing lagi dengan sebuah ungkapan bahwa ibu adalah madrasah pertama dan utama anak. Dengan demikian ibulah yang berperan utama dalam mendidik anaknya.Ayah pun selain berperan sebagai pencari nafkah juga berperan sebagai pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman bagi tiap anggota keluarga. Keluarga adalah tempat utama anak mendapatkan cinta kasih. Dalam keluarga, anak-anak juga belajar tentang berbagai hal yang berguna bagi kehidupan selanjutnya.
Pada masa pandemi ini, orang tua baik ayah maupun ibu lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah. Ayah dapat menuntaskan pekerjaannya dari rumah (work from home). Ibu yang meniti karir pun dapat menuntaskan pekerjaannya dari rumah saja.Anak-anak yang tadinya harus ke sekolah kini belajar dari rumah dengan bimbingan orang tua melalui sistem daring.
Dengan kata lain, selama pandemi berlangsung tiap anggota keluarga lebih banyak waktu berkumpul di rumah. Semua anggota keluarga lebih banyak waktu untuk berinteraksi dan bercengkrama. Keluarga bisa berfungsi sebagaimana mestinya yaitu sebagai tempat saling mencurahkan kasih sayang dan mendapatkan kenyamanan serta keamanan juga sebagai tempat belajar.
Pada kenyataannya, banyak orang tua yang tidak siap mendampingi anaknya dalam belajar. Mereka merasa kewalahan. Hal itu disebabkan karena selain mendampingi anak-anaknya belajar, orang tua juga harus tetap melaksanakan kewajibannya bekerja dari rumah.
Seorang ibu dan ayah pekerja misalnya, selain harus mendampingi anaknya belajar daring, mereka juga harus melakukan tugas-tugas kantornya. Sedangkan para ibu rumah tangga seperti saya, disibukkan dengan berbagai pekerjaan rumah tangga yang tak ada habisnya.
Hal seperti ini menimbulkan banyak tekanan hingga bukan keharmonisan yang tercipta namun kekisruhanlah yang terjadi. Sebagian besar orang tua pun tidak memiliki bekal yang mumpuni baik dari segi keilmuan maupun psikologis dalam mendampingi anaknya belajar daring.
Belum lagi tingkat perceraian yang tinggi semasa pandemi, seperti yang dinyatakan oleh ketua umum Nasyiatul Aisyiah, Diyah Puspitarini dalam berita online Republika. Beliau menyatakan bahwa alasan meningkatnya angka perceraian selama pandemi disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, komunikasi yang tidak maksimal antar pasangan. Kedua, terbatasnya ruang gerak hingga menimbulkan kejenuhan dan ketiga, faktor ekonomi yaitu banyaknya PHK.
Karena itulah, pemerintah dan sekolah sebaiknya turut berperan serta dalam mengembalikan fungsi keluarga di masa pandemi ini. Tidak hanya anak yang harus disiapkan materi pembelajarannya, orang tua pun perlu diberikan bimbingan tentang bagaimana perannya dalam mendampingi anak belajar dan bagaimana melakukan komunikasi yang efektif di keluarga. Pelaksanaannya dapat dilakukan secara daring di akhir pekan.
Fasilitas yang digunakan bisa beragam, mulai dari menggunakan fasilitas online tiap sekolah sampai menggunakan media nasional seperti saluran TV nasional maupun surat kabar nasional. Lebih jauh lagi, sebaiknya setiap pasangan yang akan menikah selain diberikan bekal pemahaman tentang bagaimana menjalin hubungan yang baik dengan pasangan dan pertumbuhan anak juga pengetahuan tentang pengasuhan dan pendidikan anak. Hal ini adalah hal yang sangat penting untuk mengembalikan fungsi keluarga sebagaimana mestinya demi terciptanya bangsa yang kuat.
Para orang tua di tiap keluarga pun perlu menciptakan suasana yang kondusif di rumah. Lakukanlah berbagai hal yang dapat menjaga “kewarasan” tiap anggota keluarga. Misalnya melakukan budikdamber (budi daya ikan dan sayur dalam ember) sebagai bentuk proyek keluarga. Kegiatan ini selain bisa menjalin komunikasi juga bisa menjaga stabilitas ekonomi.
Memasak bersama dan melakukan kegiatan olah raga serta permainan dalam ruangan seperti senam, monopoli, puzzle 1000 keping dan sejenisnya juga bisa dijadikan alternatif membangun kekompakan dalam keluarga. Membuat video bermanfaat yang kemudian diupload di youtube juga tak kalah menyenangkannya. Barangkali bisa menjadi langkah awal anda dan keluarga menjadi youtuber.
Semua terkembali lagi pada kita, para orang tua dan pemilik kebijakan. Akankah pandemi kita biarkan menghancurkan kehidupan keluarga atau akan kita jadikan momentum untuk mengembalikan fungsi keluarga demi terciptanya bangsa yang kuat.