Sabtu 21 Nov 2020 00:51 WIB

FHUI Gelar Kuliah Umum Antisipasi Aspek Hukum Vaksin Covid

Banyak peserta mempertanyakan legalitas, keamanan, dan pertanggungjawaban hukumnya.

Rep: Rusdy Nurdiansyah/ Red: Bilal Ramadhan
Petugas medis memberikan surat vaksinasi COVID-19 kepada warga saat simulasi di Puskesmas Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Kamis (19/11/2020). Simulasi vaksinasi COVID-19 tersebut merupakan bagian dari upaya pemerintah menyampaikan sosialisasi tentang vaksin COVID-19 yang saat ini masih dalam tahap uji klinis.
Foto: ANTARA/Fakhri Hermansyah
Petugas medis memberikan surat vaksinasi COVID-19 kepada warga saat simulasi di Puskesmas Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Kamis (19/11/2020). Simulasi vaksinasi COVID-19 tersebut merupakan bagian dari upaya pemerintah menyampaikan sosialisasi tentang vaksin COVID-19 yang saat ini masih dalam tahap uji klinis.

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) melalui Center for Health Law and Policy mengadakan Kuliah Umum Hukum Kesehatan bertajuk “Antisipasi Vaksin Covid-19 dan Pemenuhan Hak Masyarakat Terhadap Akses Kesehatan”. Kuliah umum ini diisi pemaparan yang disampaikan oleh Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama Sp. P(K), MARS, DTM&H, DTCE, Guru Besar Fakultas Kedokteran UI (Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi), serta dihadiri oleh Dekan FHUI Dr. Edmon Makarim, S.Kom., S.H., LL.M., dan Ketua Center for Health Law and Policy, yang juga merupakan pengajar hukum kesehatan FHUI Wahyu Andrianto, S.H., M.H.

Kuliah umum tersebut disaksikan oleh 296 peserta yang berasal dari berbagai instansi dan profesi, mulai dari mahasiswa UI, dokter, pengajar/dosen, pemerintahan, manajemen rumah sakit, puskesmas, serta instansi atau profesi lainnya. Kuliah ini menjadi sarana bagi para peserta untuk memahami kondisi pandemi global khususnya isu vaksin Covid-19, serta posisi Indonesia dalam rangka pemenuhan hak atas kesehatan yang menjadi tanggung jawab dan tantangan Indonesia.

Ketua Center for Health Law and Policy FHUI Wahyu Andrianto, S.H., M.H, menuturkan, hingga saat ini terdapat 172 negara di dunia dan 1.000 lebih perusahaan farmasi atau riset obat-obatan yang terlibat dalam 'perlombaan' untuk menemukan, menciptakan dan memproduksi vaksin Covod-19, sehingga vaksin Covid-19 tidak lagi hanya penting terhadap kepentingan kesehatan masyarakat namun juga mengandung nilai ekonomi yang cukup besar.

"Siapapun yang menguasai vaksin Covid-19 memiliki hak untuk melakukan monopoli atas Hak Kekayaan Intelektual sehingga dapat memonopoli pasar vaksin serta menetapkan harga yang cukup tinggi. Di sisi negara, negara yang pertama kali menemukan, menciptakan dan memproduksi vaksin dapat menggunakan vaksin tersebut sebagai bargaining power dan alat hegemoni dan menjalankan kepentingan nasional negara tersebut dalam bidang ekonomi, politik hingga militer," ujar Wahyu dalam siaran pers yang diteriima Republika.

Berangkat dari hal tersebut, Center for Health Law and Policy FHUI menginisiasi kuliah umum guna mengkaji dan mempertajam analisis serta kapasitas pengetahuan bagi mahasiswa dan sivitas akademika Fakultas Hukum UI maupun perguruan tinggi lain dan instansi/profesi dari sisi tanggung jawab hukum.

Dalam paparannya, Prof. dr. Tjandra menjelaskan tentang dinamika pandemi global Covid-19 yang sampai saat ini belum menemui titik terang penyelesaian, terutama dalam hal siklus penyebaran, pola, dan kejadian yang terus berkembang. Ia juga menyampaikan cara kerja vaksin yang dalam konteks  Covid-19 bisa memberikan imunitas terhadap populasi yang belum terjangkit, sehingga mampu menekan rantai penyebaran Covid-19."

Selain itu, Prof. Tjandra yang pernah berkiprah di dunia kesehatan internasional, khususnya di World Health Organization (WHO), menjelaskan adanya sebuah upaya kolaborasi dalam rangka pengembangan dan pemroduksian untuk menjamin distribusi vaksin yang berkeadilan kepada seluruh negara anggota inisiatif The Covid-19 Vaccines Global Access Facility (COVAX).

Berkaitan dengan vaksinasi anti-Covid-19, banyak peserta mempertanyakan legalitas, keamanan, dan pertanggungjawaban hukum apabila vaksin tersebut sudah dapat digunakan masyarakat. Menurut Wahyu, terdapat sisi tanggung jawab hukum, dan permasalahan yang mungkin timbul tentang bagaimana tanggung jawab negara dan perusahaan farmasi sebagai produsen vaksin terhadap pengembangan dan penyediaan vaksin Covid-19.

"Vaksin Covid-19 ini merupakan barang umum public goods yang harus tersedia secara inklusif bagi seluruh lapisan masyarakat. Selain memenuhi kebutuhan nasional, perlombaan dalam menciptakan dan memproduksi vaksin Covid-19 harus didasari sebuah etika dan pemahaman terhadap prinsip bahwa penyediaan vaksin Covid-19 harus juga dibarengi dengan tanggung jawab untuk dapat menjamin kesetaraan akses bagi seluruh lapisan masyarakat dan negara-negara di dunia terhadap vaksin tersebut," paparnya.

Lebih lanjut, Wahyu juga mengatakan bahwa dari segi hukum kontrak, perlu diperdalam mengenai mekanisme dan model kerjasama yang dapat dilakukan antara COVAX, pemerintah dan perusahaan farmasi terkait.

"Dari segi Hak Kekayaan Intelektual, banyaknya negara dan perusahaan farmasi yang terlibat dalam proses produksi dan distribusi vaksin, akan melahirkan pertanyaan seputar Hak Kekayaan Intelektual yang dimiliki perusahaan farmasi yang terlibat, penetapan harga vaksin Covid-19 dan bagaimana tanggung jawab produsen vaksin terhadap kualitas vaksin Covid-19," jelasnya.

Center for Health Law and Policy FHUI merupakan pusat kajian dan pengembangan keilmuan hukum dan penelitian serta pengabdian masyarakat di bidang Hukum Kesehatan. Kuliah umum dapat disaksikan kembali pada laman: https://youtu.be/s0AiTtHnIjA.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement