REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi X DPR Ledia Hanifa Amaliah menilai surat keputusan bersama (SKB) empat menteri cenderung melempar tanggung jawab pengambilan keputusan membuka kembali sekolah tatap muka pada pemerintah daerah (pemda). Dia pun menyayangkan tidak adanya dukungan dari pemerintah pusat terkait fasilitasi peralatan untuk kesiapan penerapan protokol covid 19 di sekolah.
"Seperti tempat cuci tangan, ketersediaan masker, pembelajaran tatap muka yang paralel dengan daring jika ada orang tua yang tidak izinkan anak KBM tatap muka," kata Ledia kepada Republika, Selasa (1/12).
Ledia membenarkan, bahwa pemerintah pusat seharusnya membantu memberikan fasilitas protokol covid untuk sekolah. "Hanya daftar contrengan yang disiapkan pemerintah pusat untuk memastikan kehati-hatian pemerintah daerah," ujarnya.
Selain itu, dalam melakukan kebijakan tersebut, perlu dipastikan juga bahwa guru-gurunya disiplin memberlakukan protokol terhadap dirinya, pengantar, tenaga pendidik maupun siswa. Sehingga menurutnya iklim harus terbangun bersama-sama.
"Jangan pula nanti menyalahkan pemda yang sangat berhati-hati," ungkapnya.
Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian mengomentari adanya temuan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terkait masih banyaknya sekolah yang belum siap melakukan sekolah tatap muka. Dia mengimbau, agar sekolah-sekolah yang belum siap dapat mempersiapkannya dengan matang sebelum membuka kembali kegiatan tatap muka.
"Pemda agar mendorong sekolah mengupdate kesiapan di dashboard daftar periksa," kata Hetifah kepada Republika, Selasa (1/12).
Menurutnya, kebijakan SKB empat menteri yang disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim beberapa waktu lalu tersebut merupakan kebijakan yang bagus. Melalui kebijakan tersebut pemerintah pusat memberikan otonomi pada pemerintah daerah untuk membuka kembali kegiatan tatap muka di sekolah.
"Bukan berarti harus tatap muka tapi bisa tatap muka dengan syarat-syarat tentunya," ujarnya.