REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masa karantina memberikan efek samping berupa sering merasa lapar. Tidak sedikit yang bolak-balik mengecek kulkas dan menyantap kudapan di rumah. Sebenarnya, apa yang menyebabkan rasa lapar yang konstan?
"Ada banyak situasi berbeda yang membuat sebagian individu mengalami peningkatan sensasi lapar," ungkap pakar diet berlisensi Jamie Lee McIntyre yang juga merupakan konsultan nutrisi di JamieLeeRDN.com.
Salah satu penyebabnya adalah kurang kandungan protein dan serat pada menu harian. Waktu tidur yang kacau juga bisa memicu rasa lapar terus-menerus. Begitu pula kebiasaan mengonsumsi makanan tertentu saat stres melanda.
Rasa lapar 'sungguhan' biasanya sudah terpuaskan dengan makanan sehat, bahkan sekadar menyantap buah apel. Namun, ada juga orang yang mengalami rasa lapar emosional, yang cuma bisa terpuaskan dengan makanan manis atau berlemak.
McIntyre merekomendasikan metode manajemen stres yang tidak berhubungan dengan makanan. Menjauhkan stres bisa dengan beribadah, menulis catatan harian, latihan pernapasan, olahraga, membaca, atau mendengarkan musik.
Pakar gastroenterologi dari Pusat Kesehatan Universitas Missouri, Matthew Bechtold, menjelaskan bahwa tubuh memiliki banyak mekanisme untuk menjaga keseimbangan. Rasa lapar merupakan salah satu bentuk dari mekanisme itu.
“Lapar adalah cara tubuh memberi tahu untuk mengonsumsi kalori guna menjalankan fungsi dasar yang dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan dan membuat tubuh tetap bekerja sebagaimana mestinya," ucapnya.
Untuk mencegah lapar berkelanjutan, bisa dengan memperhatikan pola makan. Makanan tinggi serat atau protein baik untuk menurunkan nafsu makan, sedangkan makanan tinggi lemak atau kaya karbohidrat tidak sehat akan merangsang nafsu makan.
Kurang makan pun bisa menjadi penyebab rasa lapar datang kembali. Mengurangi asupan kalori lebih dari 500 kalori per hari akan membuat gula darah turun. Konsekuensinya, tubuh memproduksi lebih banyak hormon lapar.
Obat-obatan tertentu dapat pula membuat nafsu makan bertambah. Beberapa yang memiliki efek demikian adalah antihistamin, antidepresan, steroid, dan beberapa obat antipsikotik, meski tidak semua jenisnya berpengaruh.
Mengidap penyakit diabetes pun menimbulkan rasa lapar konstan. Pengidap diabetes mengalami penurunan insulin sehingga sel-sel menginginkan glukosa. Sel kemudian mengirimkan sinyal ke otak bahwa butuh mencerna otak lebih banyak.
Akan tetapi, jangan salah menduga juga, sebab isyarat lapar kerap salah dipahami. Alih-alih lapar, bisa saja sebenarnya seseorang kehausan atau dehidrasi dengan sinyal yang memang mirip dan meniru rasa lapar.
Khusus untuk perempuan yang sudah menikah, tidak menutup kemungkinan sering lapar karena sedang mengandung. Bechtold menyampaikan, itu merupakan reaksi alami kehamilan. Tubuh memastikan ada cukup nutrisi untuk pertumbuhan bayi.
Stimulasi nafsu makan yang dipicu kehamilan dimulai sejak trimester pertama. Ada banyak hormon yang dilepaskan tubuh untuk mendorong penambahan berat badan, juga tambahan kalori dan nutrisi dalam jumlah cukup.
Alasan lain yakni tiroid yang terlalu aktif, kurang olahraga, atau menerapkan pola makan populer yang tidak sesuai dengan kondisi tubuh. Bisa juga akibat stres jangka panjang, sesuatu yang lazim terjadi di tengah pandemi.
Pada akhirnya, apabila rasa lapar itu terus muncul, disarankan berkonsultasi dengan dokter atau ahli gizi terdaftar. Mereka bisa meninjau status medis dengan pola diet yang sedang diberlakukan, dikutip dari laman Parade, Selasa (22/12).