REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Institut Agama Islam Tazkia dan Baitul Mal Aceh meandatangani perjanjian kerja sama dalam bidang sosial, Rabu (30/12), di Banda Aceh. Ruang lingkup kerja sama, antara lain, pemberian beasiswa bagi putra daerah Aceh yang tergolong mustahik untuk program kelas internasional ekonomi dan keuangan syariah juga untuk program hafizpreneur.
Perjanjian Kerja sama ditandatangani oleh Dr. Murniati Mukhlisin, M.Acc, CFP selaku Rektor Institut Agama Islam Tazkia dan Dr. Abdul Rani Usman, M.Si selaku Anggota Komisioner mewakili Prof. Dr. Nazaruddin A. Wahid, M.A., Ketua Komisioner Baitul Mal Aceh, disaksikan pleh semua wakil komisioner dan Kepala Sekretariat, Rahmad, S. Sos.
“Beda kedua program ini adalah target hafalan semasa studi dimana untuk program internasional saat ini target hafalan Al-Qur’an adalah 2-5 juz dan wajib asrama setahun sedangkan program Hafizpreneur 30 juz wajib asrama 4 tahun,” ujar Rektor IAI Tazkia Murniati Mukhlisin dalam keterangannya yang disampaikan kepada Republika.co.id, Rabu (30/12).
Selain itu, kedua pihak setuju untuk menjalankan keuangan mikro syariah dibalut dengan proteksi asuransi mikro syariah. Adapun pelatihan akan diadakan untuk petugas lapangan keuangan mikro yang bertujuan untuk pemberantasan rentenir dan kemiskinan di Aceh.
Pada 9 November 2020 yang lalu, Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, melantik dan mengambil sumpah jabatan lima keanggotaan Badan Baitul Mal Aceh periode 2020-2025. Kelima anggota tersebut adalah Prof. Dr. Nazaruddin. A. Wahid, M.A sebagai ketua, Dr. Abdul Rani Usman, M.Si sebagai anggota, Khairina, S.T sebagai anggota, Mukhlis Sya’ya S.T sebagai anggota, dan Mohammad Haikal, S.T, M.I.F.P sebagai anggota.
Baitul Mal Aceh yang setara dengan Badan Amil Zakat Nasional ini didirikan pada tahun 1973. Setelah lahirnya Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2007, tanggal 17 Januari 2008 tentang Baitul Mal sebagai turunan dari UUPA. Dimana di dalam pasal 3 ayat 1 menyebutkan bahwa Baitul Mal adalah lembaga Daerah Non Struktural yang dalam melaksanakan tugasnya bersifat independen sesuai dengan ketentuan syariat dan bertanggung jawab kepada Gubernur.
Dengan adanya ketentuan itu, maka Baitul Mal Aceh menjalankan tugas-tugasnya seperti mengurus dan mengelola zakat, wakaf, dan harta agama hingga membuat perjanjian kerja sama dengan pihak ketiga untuk meningkatkan pemberdayaan ekonomi umat berdasarkan prinsip saling menguntungkan. "Poin inilah yang dijunjung oleh keduabelah pihak untuk memastikan ekonomi syariah yang berkeadilan dikenal dan dijalankan di kalangan para mustahik," ujar Murniati.