Rabu 30 Dec 2020 22:55 WIB

Insentif Pemerintah Dukung Pasar Modal Bertahan Saat Pandemi

Pandemi memberikan dampak negatif pada kesehatan dan perekonomian seluruh dunia

Layar menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (30/12/2020). Pada penutupan perdagangan akhir tahun 2020 IHSG ditutup melemah 57,1 poin atau 0,95 persen ke level 5.979,07.
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Layar menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (30/12/2020). Pada penutupan perdagangan akhir tahun 2020 IHSG ditutup melemah 57,1 poin atau 0,95 persen ke level 5.979,07.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebelum pandemi Covid-19 menyebar ke seluruh dunia, pelaku pasar masih memiliki optimisme tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi seiring terjadinya kesepakatan dagang antara Pemerintah Amerika Serikat (AS) dengan China. Optimisme ini tercermin dari proyeksi International Monetary Fund (IMF) di Januari 2020 lalu yang memprediksi bahwa ekonomi global akan tumbuh sebesar 3,3 persen di tahun ini.

Namun, dikarenakan semakin menyebarnya pandemi Covid-19 dari China akhirnya mengubah persepsi pelaku pasar menjadi pesimistis. Pandemi ini mulai memberikan dampak negatif terhadap kesehatan dan perekonomian di seluruh negara, sampai beberapa negara mulai mengalami pertumbuhan ekonomi negatif di triwulan I 2020.

Aliran modal juga mulai keluar dari negara berkembang pada Maret hingga April 2020. Keluarnya arus modal asing ini menyebabkan turunnya indeks saham dunia dan negara berkembang. Di saat yang sama, aktivitas manufaktur global juga memasuki fase kontraktif hingga mencapai level 40 di bulan April lalu.

Tekanan pandemi Covid-19 juga dirasakan di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi mulai melambat di triwulan I 2020 dan masuk ke zona negatif di triwulan selanjutnya. Seluruh komponen pengeluaran dan mayoritas sektor lapangan usaha terdampak. Pelemahan di sektor riil juga terlihat pada aktivitas manufaktur yang terkontraksi signifikan di April.

Sektor keuangan juga tertekan oleh pandemi. Nilai tukar terdepresiasi signifikan ke level Rp 16.500 per US$1 di Maret. Pelemahan juga terjadi pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terkoreksi ke level 6.200 pada Januari. Kemudian, pada saat kasus Covid-19 terkonfirmasi pertama kali di Indonesia, IHSG kembali mengalami koreksi dan terus turun hingga mencapai level terbawah di angka 3.937,6 di 24 Maret 2020. Penurunan IHSG ini menyebabkan nilai market capitalization Indonesia anjlok ke Rp 4.556,3 triliun atau turun lebih dari Rp 2,690 triliun dibandingkan posisi awal 2020.

Untuk mengatasinya, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan berbagai kebijakan dan strategi untuk yang bersinergi menguatkan sektor kesehatan dan ekonomi. Misalkan melalui UU No. 2 Tahun 2020 sebagai langkah akselerasi penanganan pandemi dan penguatan stabilitas sistem keuangan. Dari sisi kesehatan, pengadaan vaksin dan penerapan protokol kesehatan 3M menjadi prioritas. Sementara itu, anggaran sebesar Rp 695,2 triliun juga disediakan untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

“Dengan Program PEN dan adaptasi kebiasaan baru, aktivitas ekonomi mulai meningkat. Kinerja pasar uang dan saham juga telah membaik, serta capital flow sudah mulai positif,” tutur Menko Airlangga.

Kemudian, Pemerintah juga mengesahkan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dan saat ini sedang membahas peraturan pelaksanaannya dalam bentuk PP dan Perpres. Salah satunya adalah PP No. 74 Tahun 2020 tentang Lembaga Pengelola Investasi (LPI), yang telah ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 14 Desember 2020. Pembentukan LPI bertujuan meningkatkan dan mengoptimalkan nilai investasi yang dikelola secara jangka panjang dalam rangka mendukung pembangunan secara berkelanjutan. LPI ini diberi nama “Indonesia Investment Authority (INA)”.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement