Ahad 07 Feb 2021 16:33 WIB

FSGI: SKB Seragam Sekolah Harus Disosialisasikan Masif

FSGI mencatat 10 kasus intoleran yang muncul ke permukaan pada periode 2014-2021.

Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) - Heru Purnomo
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) - Heru Purnomo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyatakan isi Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Agama mengenai Seragam Sekolah harus disosialisasikan secara masif. Sosialiasi juga harus berjenjang ke pemerintah daerah hingga orang tua dan siswa dengan melibatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat.

"Jangan sampai SKB ini hanya sebagai tindakan reaktif pemerintah untuk meredam gejolak yang muncul tanpa kajian dan tindak lanjut untuk menyelesaikan tindakan intoleran di sekolah," kata Sekretaris Jenderal FSGI Heru Purnomo melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Ahad (7/2).

Baca Juga

Heru mengatakan, peristiwa di SMK Negeri 2 Padang yang menjadi latar belakang penerbitan SKB tersebut bukan satu-satunya tindakan intoleran dalam hal penggunaan seragam sekolah. FSGI mencatat setidaknya terdapat 10 kasus yang muncul ke permukaan pada periode 2014-2021 di berbagai daerah, antara lain Denpasar, Maumere, Manokwari, Rokan Hulu, Banyuwangi, Gunung Kidul, hingga Sragen.

Bentuk intoleransi itu, menurut dia, bervariasi, mulai dari mewajibkan pemakaian jilbab hingga pelarangan jilbab dan pakaian panjang bagi siswi yang beragama Islam.

Wakil Sekretaris Jenderal FSGI Fahriza Marta Tanjung menilai SKB Tiga Menteri tersebut merupakan kelanjutan dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 45 Tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Peraturan tersebut mengatur pakaian seragam sekolah terdiri dari pakaian seragam nasional, pakaian seragam kepramukaan, dan pakaian seragam khas sekolah.

"Pakaian seragam khas sekolah diatur oleh masing-masing sekolah dengan tetap memperhatikan hak setiap warga negara untuk menjalankan keyakinan agamanya masing-masing," katanya.

Fahriza mengatakan muncul misinformasi terkait SKB Tiga Menteri tersebut yang kemudian menimbulkan pertentangan tajam dan ketidakpercayaan kepada pemerintah. "Pro dan kontra yang terjadi tidak bisa dipandang sebelah mata karena dapat menjadi amunisi tindakan intoleran lainnya," tuturnya.

Sejumlah guru anggota FSGI mengungkapkan sejumlah misinformasi yang terjadi terhadap SKB Tiga Menteri tersebut. Misalnya, kekhawatiran murid madrasah juga diberikan kebebasan memilih menggunakan jilbab atau tidak hingga kekhawatian guru pendidikan agama Islam yang selama ini mewajibkan penggunaan jilbab saat mata pelajaran agama Islam.

FSGI menilai pertentangan terkait SKB tersebut telah mengarah pada pertentangan dan perdebatan antaragama dari semula sekadar urusan seragam sekolah. Karena itu, perlu peran Kementerian Agama untuk tidak sekadar melakukan pendampingan moderasi beragama tetapi juga terlibat dalam sosialisasi.

"Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga harus memastikan guru, siswa, dan pegawai sekolah yang memilij berbeda dari mayoritas pilihan warga sekolah mendapatkan pelindungan dari diskriminasi dalam lingkungan sekolah maupun proses belajar mengajar," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement