Selasa 23 Jul 2024 19:50 WIB

Peringati Hari Anak Nasional, FSGI Soroti Kasus Kekerasan Fisik di Satuan Pendidikan

FSGI mencatat masih terjadi kasus kekerasan fisik di satuan pendidikan di Indonesia.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Bullying (ilustrasi). FSGI menyoroti kasus kekerasan fisik di satuan pendidikan.
Foto: Dok. Freepik
Bullying (ilustrasi). FSGI menyoroti kasus kekerasan fisik di satuan pendidikan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional (HAN) 2024, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyoroti kasus kekerasan fisik di satuan pendidikan. Menurut catatan FSGI, kasus-kasus kekerasan di satuan pendidikan selama Januari hingga Juli 2024 ada 15 kasus.

“Kasus-kasus tersebut adalah kategori berat dan ditangani oleh pihak kepolisian, adapun sumber data adalah studi referensi dari pemberitaan di media massa,” kata Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti, Selasa (23/7/2024).

Baca Juga

Dari 15 kasus tersebut, mayoritas terjadi di jenjang pendidikan SMP/MTs (40 persen), disusul SD/MI (33,33 persen), SMA (13,33 persen) dan SMK (13,33 persen). Dari jumlah tersebut, 80 persen kasus terjadi pada satuan pendidikan di bawah kewenangan Kemendikbudristek dan 20 persen terjadi di satuan pendidikan di bawah kewenangan Kementerian Agama. Meskipun Kementerian Agama hanya 20 persen, namun kasusnya kekerasan fisik yang terjadi, menimbulkan kematian 2 peserta didik.

Adapun macam kekerasannya adalah kekerasan seksual (20 persen) dengan pelaku seluruhnya guru; kebijakan yang mengandung kekerasan (0,06 persen); kekerasan fisik (73,33 persen) di mana pelakunya mayoritas peserta didik, baik teman sebaya maupun kakak senior, dan menimbulkan 5 korban meninggal dunia.

Korban meninggal umumnya melibatkan sejumlah anak atau penganiayaan secara bersama-sama (pengeroyokan). Ada satu korban, peserta didik SMA yang meninggal karena dipukul oleh Kepala Sekolah saat berada dalam barisan di lapangan.

Lalu pelaku kekerasan terhadap anak diantaranya adalah kepala sekolah (13.33 persen); guru (20 persen); teman sebaya (53,33 persen), dan peserta didik senior (13,33 persen). Berarti 64 persen kasus kekerasan adalah anak dengan anak atau sesama peserta didik.

Retno menekankan peringatan Hari Anak Nasional (HAN) juga harus dijadikan momentum mengevaluasi implementasi Permendikbudristek No 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP) yang telah di launching pada 3 Agustus 2023, hampir satu tahun lalu. Adapun wilayah kejadian meliputi 15 kabupaten/kota di 10 Provinsi meliputi Kota Yogyakarta (DIY), Kota Tangerang Selatan (Banten), Kota Palembang (Sumatera Selatan), Kota Batu, Kab. Bojonegoro dan Kediri (Jawa Timur), Kab. Indramayu, Kabupaten Cirebon dan kab. Cimahi Utara (Jawa Barat), Kab. Brebes dan Klaten (Jawa Tengah), Tebo (Jambi), Kota Gorontalo (Gorontalo), Kab. Nias Selatan (Sumatera Utara), dan Padang Pariaman (Sumatera Barat). Kejadian terbanyak di Jawa Barat dan Jawa Timur, masing-masing 20 persen; disusul Jawa Tengah (13.33 persen).

“Karena itu, FSGI mendorong Kemendikbudristek memastikan Permendikbudristek 46/2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP) diimplementasikan di satuan pendidikan, tidak sekedar mengupload SK Pembentukan Tim PPK (Pencegahan Penanganan Kekerasan) di Dapodik,” kata Retno.

FSGI juga mendorong Kementerian Agama untuk menerapkan kebijakan yang sama dengan Kemendikbudristek dalam mencegah dan menangani kekerasan di satuan Pendidikan, khususnya di madrasah atau pesantren.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement