Rabu 17 Mar 2021 14:33 WIB

Ada Apa dengan Vaksin Covid-19 AstraZeneca?

AstraZeneca sudah mendapat izin dari badan regulasi obat-obatan di 50 negara.

 Seorang perawat bersiap untuk memberikan dosis vaksin AstraZeneca COVID-19 di pusat perawatan kesehatan di Seoul pada hari Jumat, 26 Februari 2021. Korea Selatan pada hari Jumat memberikan suntikan vaksin virus corona pertama yang tersedia kepada orang-orang di fasilitas perawatan jangka panjang.
Foto: Jung Yeon-je / Pool via AP
Seorang perawat bersiap untuk memberikan dosis vaksin AstraZeneca COVID-19 di pusat perawatan kesehatan di Seoul pada hari Jumat, 26 Februari 2021. Korea Selatan pada hari Jumat memberikan suntikan vaksin virus corona pertama yang tersedia kepada orang-orang di fasilitas perawatan jangka panjang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Daftar negara yang menangguhkan vaksin corona AstraZeneca makin panjang. Sedikitnya ada 15 negara Eropa, dua negara Asia dan satu negara Afrika yang mengumumkan penghentian sementara vaksinasi dengan vaksin buatan Inggris/Swedia itu.

Semua mengajukan argumen nyaris serupa. Negara-negara yang menunda  sebagai tindakan antisipasi dini dan jaga-jaga.

Baca Juga

Pemicunya adalah laporan dari Austria dan Denmark, mengenai kasus trombosis alias penggumpalan darah dan emboli para pada sejumlah warganya setelah mendapat vaksinasi AstraZeneca. Bahkan dilaporkan ada kasus kematian, walau beum terbukti terkait langsung dengan vaksinasi.

Fakta menunjukkan, vaksin Oxford/AstraZeneca sejauh ini sudah mendapat izin dari badan regulasi obat-obatan di 50 negara. Inggris merupakan negara pertama yang memberi izin penggunaan pada 30 Desember 2020. India, selain Inggris adalah negara yang paling banyak menggunakan vaksinnya, dan sejauh ini teidak melaporkan adaya efek samping serius.

Mengapa muncul masalah?

Sejak vaksin AstraZeneca diregulasi otoritas kesehatan di Eropa, banyak warga yang ragu menerima vaksinnya. Pemicunya berasal dari berbagai hal.

Utamanya adalah laporan kritis dari media yang mempertanyakan efikasinya. Ditambah laporan mengenai kurang ampuhnya vaksin melawan virus mutasi Afrika Selatan.

Selain itu, kurang lengkapnya hasil uji klinis terhadap kelompok usia di atas 60 tahun. Di Jerman vaksin AstraZeneca hanya disarankan untuk digunakan terhadap orang di bawah usia 65 tahun. Paling anyar adalah terkait laporan efek samping serius, berupa trombosis dan emboli paru.

Baca juga : Faktor Ini Sebabkan Peserta Vaksinasi Bisa Terpapar Covid-19

Dampak dari pemberitaan negatif sangat terasa di Jerman. Di sejumlah negara bagian dan wilayah Jerman, banyak orang menolak divaksin dengan AstraZeneca. Akibatnya persediaan vaksin tetap menumpuk dalam lemari pendingin. Vaksin AstraZeneca ibaratnya menyandang status vaksin kelas dua di Jerman, di bawah vaksin BioNTech/Pfizer dan Moderna.

Citra negatif AstraZeneca di Uni Eropa makin kencang, setelah silang sengketa dengan Komisi Uni Eropa terkait suplai pesanan vaksin tersebut. Akhir Januari lalu AstraZeneca mengumumkan, hanya akan memasok 31 juta dosis vaksin hingga akhir kuartal pertama 2021.

Jumlah ini jauh lebih rendah dari yang disepakati suplai sekitar 80 juta dosis vaksin untuk 27 negara Uni Eropa. Perusahaan kemudian meralat, bisa memasok 40 juta dosis vaksin, yang artinya tetap hanya separuh dari janji semula.

Belum lagi keributan itu tuntas, muncul isu terbaru, sekitar satu juta dosis vaksin AstraZeneca Batch ABV5300, yang didistribusikan di 17 negara anggota Uni Eropa disebutkan memicu efek samping serius. Ini yang kemudian memaksa sejumlah negara menghentikan sementara vaksinasi massal.

 

sumber : DW
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement