Jumat 19 Mar 2021 17:06 WIB

Kisah 7 Media Bertarung Melawan 'Bandar Judi' di Pengadilan

Republika dan enam media lain digugat ke pengadilan karena berita judi.

Palu Hakim di persidangan (ilustrasi)
Palu Hakim di persidangan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Subroto, Jurnalis Republika

Wartawan tidak boleh membuat berita berdasarkan opini pribadinya. Mesti ada peristiwa sesungguhnya atau narasumber yang mengatakan tentang hal yang diberitakannya.

Untuk memastikan kebenaran apa yang dikatakan narasumber, perlu dilakukan chek dan rechek. Periksa kembali kebenaran informasi yang didapat itu. Verifikasi berita dilakukan dengan berusaha menghubungi banyak sumber terkait dengan informasi yang sedang dikejar.

Dalam praktiknya, verifikasi itu kadang tak mudah dilakukan. Kadang narasumber yang disebutkan tak bisa dikonfirmasi karena berbagai sebab. Ini kadang membuat masalah jika ada pihak yang merasa  dirugikan.

Dalam UU Pers diatur pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan pers bisa mengajukan hak jawab. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. Permintaan hak jawab bisa dilakukan langsung ke media yang bersangkutan atau melalui Dewan Pers.

Dewan Pers biasanya melakukan mediasi antara pengadu dan media yang diadukan. Namun, sengketa jurnalistik juga bisa berujung ke pengadilan.

Pada 2009 Republika pernah digugat ke pengadilan oleh seseorang yang merasa dirugikan karena pemberitaan tentang dia. Bukan hanya Republika saja yang digugat. Selain Republika digugat pula Detik.com, Harian Seputar Indonesia, Suara Pembaruan, Kompas, Warta Kota, dan RCTI.

Nilai gugatan perdata itu cukup besar. Republika dan Detik.com digugat dengan nilai 3,5 juta dolar AS. Jika penggugat menang, bangunan dan tanah kantor Republika di Jalan Buncit Raya 37, Pasar Minggu, tak akan cukup untuk membayar ganti rugi. Total nilai gugatan untuk tujuh media itu sebesar 16 juta dolar AS.

Kasus ini bermula dengan adanya jumpa pers oleh Bareskrim Mabes Polri pada 24 Oktober 2008. Dalam jumpa pers itu, pihak Mabes Polri mengungkapkan adanya penggerebekan praktik perjudian di Hotel The Sultan, Jakarta, tak jauh dari Polda Metro Jaya.

Polisi menyatakan menangkap 16 orang dalam penggerebekan itu. Polisi juga menyebut satu orang sebagai penyelenggara.

Ada puluhan media cetak dan elektronik yang menghadiri jumpa pers itu. Tak kurang dari 30 media yang memberitakan. Satu tahun kemudian orang yang disebut dalam berita itu menyatakan keberatan dengan penyebutan bandar atau bos judi oleh media. Dia juga merasa tidak dikonfimasi oleh media.

Sang penggugat sebelumnya sudah melayangkan keberatan atas berita itu ke Dewan Pers. Dia meminta hak jawab. Tentu saja hak jawab ini diberikan media secara proporsional.

Persoalannya, pihak media, termasuk Republika menganggap permintaan hak jawab itu berlebihan. Kami diminta untuk membuat iklan permintaan maaf selama tujuh hari berturut-turut di halaman 1 Republika dan media lainnya. Proses mediasi di Dewan Pers belum selesai, gugatan ke pengadilan sudah dilayangkan.

Selain tujuh media, turut tergugat adalah Mabes Polri dan Dewan Pers. Saat melakukan gugatan si penggugat masih berstatus tersangka di Mabes Polri dalam kasus perjudian itu. Pihak penggugat menyatakan, Mabes Polri juga ikut bertanggung jawab lantaran tidak memberikan penjelasan yang proporsional.

Kami menganggap secara jurnalistik tidak salah dengan berita itu. Kami sudah menempuh prosedur yang seharusnya.

Pihak penggugat ditangkap polisi itu merupakan fakta. Bahkan tergugat kemudian menjadi tersangka, dan ditahan oleh Polri sebelum akhirnya dibebaskan karena dianggap tidak bersalah.  

Berita itu berasal dari sumber yang sangat otoritatif yakni Badan Reserse Kriminal Polri (Bareskrim Polri). Soal penyebutan bandar judi, menurut kamus Bahasa Indonesia bandar judi itu artinya sama dengan penyelenggara judi.

Sedangkan pihak yang diberitakan tidak dapat dikonfirmasi, karena pada saat jumpa pers itu Polri menyatakan sebagai buron. Tak ada pengacara yang mewakilinya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement