REPUBLIKA.CO.ID, SOLO – Sejumlah dosen dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo menciptakan produk inovatif berupa alat pirolisis limbah. Alat ini dapat menangani limbah domestik hingga limbah medis Covid-19.
Tim peneliti yang tergabung dalam Analytical Chemistry Research Group tersebut terdiri dari Pranoto, Khoirina Dwi N, Dian Maruto Widjonarko, dan Dwi Aries Himawanto.
Pranoto menuturkan, pembuatan pirolisis limbah dilatarbelakangi fakta banyaknya produksi sampah di Indonesia yang mencapai puluhan juta ton per tahun. Terlebih, adanya limbah medis Covid-19 saat ini semakin menambah jumlah tersebut.
Guru Besar Bidang Kimia Lingkungan Air tersebut menjelaskan, alat yang selesai setahun lalu itu dapat digunakan untuk melakukan pembakaran limbah atau sampah secara sempurna yang disebut dengan pirolisis. Yakni, pembakaran tanpa efek samping dan tanpa luaran gas padat maupun cair.
Benda yang dapat dibakar melalui alat tersebut meliputi berbagai zat organik maupun anorganik dari limbah domestik, medis, dan lain-lain. Misalnya, daun-daunan, batang, kayu, dan bonggol jagung untuk zat organik. Sementara zat anorganik, contohnya plastik, styrofoam, alat pelindung diri (APD), masker, botol infus, dan limbah infeksius lainnya.
"Zat organik dan anorganik bisa dihancurkan di situ. Segala hal yang berbau medis bisa dibakar di situ. Jadi tidak mencemari lingkungan. Hanya karena sekarang penanganan Covid-19, saya konsentrasi pada limbah-limbah medis," kata Pranoto, seperti tertulis dalam siaran pers, Rabu (31/3).
Awalnya, alat pirolisis limbah diperuntukkan untuk lingkup rumah tangga terlebih dahulu. Tetapi kemudian, Pranoto dan tim dapat merancang dalam bentuk lebih besar bagi rumah sakit, puskesmas, dan klinik yang memerlukan.
Harapannya dengan alat ini, sampah yang dihasilkan mulai skala rumah tangga dapat ditangani langsung dari sumbernya. Sehingga tidak terbuang begitu saja ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
"Solo punya 300 ton per hari limbah domestik. Jika dari sumbernya sudah ditekan dengan pirolisis ini, berarti yang dibuang ke TPA sedikit. Bahan bakar pirolisis dengan LPG atau oli juga lebih murah," imbuhnya.
Selain dapat menangani sampah, pembakaran dengan alat pirolisis tersebut juga mampu menghasilkan hal bermanfaat lainnya. Limbah atau sampah yang dibakar dapat berubah menjadi arang (briket), tir (aspal) cair, bahkan menjadi minyak.
Pranoto menyampaikan, pembakaran 10 kilogram sampah dapat menghasilkan 4 liter minyak, terutama dari sampah anorganik. Namun, minyak tersebut masih berupa bahan bakar biasa belum menjadi Bakan Bakar Minyak (BBM) seperti premium.
"Minimal sekarang untuk kompor bisa, karena belum kami teliti ke Bandung. Kemungkinan itu bisa menjadi BBM seperti premium. Kalau bisa masuk klasifikasi premium kan bagus," ujarnya.
Pranoto menambahkan, saat ini timnya mulai melakukan pendekatan dengan Solo Technopark untuk mencari dukungan dari Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI) dalam produksi dan pemasaran alat.
Selain itu, Pranoto juga tengah mendaftarkan diri dalam program Hibah Matching Fund UNS. Dia berharap, setelah kegiatan kampus kembali ke sistem tatap muka, berbagai rencana dan proses terkait alat ini dapat berjalan secepatnya.