Senin 19 Apr 2021 12:29 WIB

Vaksin Sinovac 67 Persen Efektif Cegah Kasus Simptomatik

Sementara, vaksin dari Coronavac memiliki efektivitas hingga 85 persen.

Rep: Puti Almas/ Red: Nora Azizah
Hasil studi menemukan bahwa vaksin untuk mencegah infeksi virus corona jenis baru (Covid-19) dari Sinovac dilaporkan memiliki efektivitas hingga 67 persen.
Foto: EPA-EFE/DEDI SINUHAJI
Hasil studi menemukan bahwa vaksin untuk mencegah infeksi virus corona jenis baru (Covid-19) dari Sinovac dilaporkan memiliki efektivitas hingga 67 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi terbaru dilakukan di Chile terhadap efektivitas vaksin Sinovac. Hasil studi menemukan bahwa vaksin untuk mencegah infeksi virus corona jenis baru (Covid-19) dari Sinovac dilaporkan memiliki efektivitas hingga 67 persen dalam mencegah infeksi simptomatik atau kasus penyakit dengan gejala.

Sementara, vaksin dari Coronavac memiliki efektivitas hingga 85 persen dalam mencegah infeksi bergejala menengah yang membutuhkan perawatan di rumah sakit dan 80 persen dalam mencegah kematian. Pemerintah Chile mengatakan data dalam studi ini seharusnya membuktikan perubahan dari vaksin secara lebih luas.

Baca Juga

Wakil Menteri Perdagangan Chili Rodrigo Yanez mengatakan bahwa negara telah membuat langkat tepat. Sebelumnya, Chile telah membuat kesepakatan dengan Sinovac untuk menjadi tuan rumah uji klinis obat dan membeli 60 juta dosis obat selama tiga tahun.

“Ini adalah game changer untuk vaksin dari Sinovac dan saya pikir itu meratifikasi cukup grafis diskusi tentang kemanjurannya," ujar Yanez dalam sebuah wawancara.

Stok vaksin Coronavac di Chile sejauh ini dilaporkan menipis, dengan total pasokan yang disepakati mencapai sebesar 14,2 juta dan akan dikirimkan sepenuhnya pada akhir Mei mendatang. Yanez mengatakan tengah merundingkan tambahan empat juta dosis vaksin dan untuk saat ini. Negara itu akan beralih menggunakan vaksin dari Pfizer - BioNTech.

Baca juga : Ini Gejala Pembekuan Darah Setelah Vaksinasi Covid-19

Rilis data Coronavac menjadikan Chile salah satu dari sedikit negara, termasuk Inggris dan Israel, yang telah menggunakan kampanye inokulasi cepat untuk mengumpulkan wawasan tentang seberapa efektif vaksin berada di luar uji klinis terkontrol dan ketika dihadapkan pada variabel yang tidak dapat diprediksi di masyarakat. Studi yang dilakukan Israel tentang efektivitas vaksin Pfizer menunjukkan hasil di antara 1,2 juta orang, campuran dari mereka yang menerima vaksin dan tidak.

Studi yang dilakukan di Chile meneliti efektivitas vaksin Coronavac di antara 10,5 juta orang. Masing-masing dosis diberikan dengan selang waktu sekitar 28 hari.

Sementara, percobaan yang dilakukan sebelumnya di Brasil telah menunjukkan kemanjuran obat dalam mencegah infeksi simptomatik hanya di atas 50 persen. Meski demikian, ini menunjukkan kemanjuran yang jauh lebih tinggi dalam mencegah kasus yang membutuhkan rawat inas dan berat.

Indonesia menjadi salah satu negara yang memberi persetujuan penggunaan darurat vaksin Sinovac berdasarkan data sementara yang menunjukkan efektivitas 65 persen. Sementara, dalam uji coba di Turki, terlihat bahwa kemanjuran dalam mencegah infeksi simptomatik sebesar 83,5 persen dan 100 persen dalam mencegah penyakit dengan gejala parah dan membutuhkan rawat inap.

Studi di Chile mengamati dampak vaksin di antara orang-orang dalam sistem kesehatan masyarakat antara 2 Februari hingga 1 April. Ini menyesuaikan dengan usia, jenis kelamin, penyakit penyerta, pendapatan, dan kebangsaan.

Penulis studi tersebut menekankan bahwa hasilnya sebagai contoh dalam hal perlindungan yang lebih rendah terhadap kematian daripada dalam uji klinis harus dipertimbangkan dengan latar belakang pandemi gelombang kedua yang lebih ganas. Ini membandingkan orang yang tidak divaksinasi, serta orang-orang yang mendapat vaksin dalam waktu 14 hari atau lebih setelah menerima satu dosis dan lebih dari 14 hari setelah menerima dosis kedua.

Baca juga : Organisasi Muslim Inggris Tawarkan Vaksinasi Usai Berbuka

Perlindungan terhadap virus jauh lebih tinggi setelah vaksin dosis kedua diberikan. Rafael Araos, pejabat kesehatan masyarakat Chile yang mempresentasikan penelitian tersebut, mengatakan laporan tersebut tidak secara khusus melihat bagaimana vaksin itu berdiri untuk varian lain dari virus corona baru, termasuk mutan P1 yang pertama kali diidentifikasi di Brasil.

"Penelitian dilakukan selama periode sirkulasi virus yang tinggi, termasuk variannya. Jadi, hasil ini positif dalam masing-masing keadaan, dengan atau tanpa varian,” ujar Araos menjelaskan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement