Rabu 12 May 2021 06:14 WIB

Seabad The Wonder Cane of Java

Indonesia adalah negara importir gula dan merupakan importir gula terbesar di dunia.

Buruh tani memanen tebu hijau sebagai bahan baku minuman sari tebu.
Foto: ANTARA/Prasetia Fauzani
Buruh tani memanen tebu hijau sebagai bahan baku minuman sari tebu.

Oleh : Prof Andi Muhammad Syakir, Ketua Umum Perhimpunan Agronomi Indonesia (PERAGI), Profesor Riset Bidang Perkebunan

REPUBLIKA.CO.ID, Dalam perjalanan sebuah bangsa dan negara, setiap masa akan menghasilkan corak unik tersendiri dan tentunya pahlawan dengan narasi heroik yang menyertainya selalu menemukan momentumnya. Kisah heroik tentang deretan tanaman dengan batang-batang berbuku-buku keras di hamparan tanah luas yang membumi di Indonesia, saat ini perlu untuk ditorehkan kembali kejayaan masa lalu.

Seabad yang lalu Indonesia telah berhasil menorehkan tinta emas dalam menyelamatkan tebu dunia dan menjadi eksporter tebu terbesar kedua. Sejarah pergulaan nasional pernah mencatat pada 1921 POJ (Proefstation Oost- Java) di Pasuruan merilis varietas unggul tebu POJ 2878 yang dijuluki wonder cane of Java, merupakan persilangan antarspesies. Di antaranya tebu (Saccharum officinale) dan gelagah (Saccharum spontaneum). POJ 2878 adalah varietas unggul tebu asal Indonesia yang umumnya digunakan menjadi tetua dalam persilangan di hampir semua negara di dunia, di antaranya Australia, USA, Colombia, Brazil, Puerto Rico,

India, dan Taiwan, serta telah menghasilkan keturunan yang menjadi varietas unggul di berbagai negara tersebut. Penelitian atas varietas tebu komersial di dunia hampir semua silsilah nenek moyang perakitan tebu saat ini masih berinduk dari keturunan POJ (Pasuruan) dan Co (Coimbatore). POJ yang hingga sekarang masih eksis sebagai tetua persilangan dengan sifat provent parent adalah serial 2878. Hampir semua pusat persilangan tebu menggunakan tetua tersebut.

Delapan tahun setelah dirilis, POJ 2878 telah ditanam di 90 persen areal tebu di Jawa dan kemudian berhasil menyelamatkan industri gula dunia yang nyaris rontok akibat penyakit sereh. Penyakit sereh membuat tanaman tebu tidak memiliki batang, dari tunggul langsung daun, sama seperti sereh.

Tahun 1930-an merupakan masa di mana Indonesia berhasil menjadi eksporter gula kedua terbesar di dunia setelah Kuba. Namun, torehan tinta emas di masa lalu perlu untuk kita torehkan kembali dengan semangat dan strategi baru. Disadari atau tidak bahwa dibalik manisnya kejayaan gula dulu, tertinggal rasa pahit yang dirasakan saat ini. Oleh karena itu, kita harus mengubah rasa pahit itu dengan mengembalikan cerita manis di masa lalu

untuk dapat dirasakan di masa ini.

Kondisi Pergulaan Nasional

Gula merupakan salah satu kebutuhan pokok yang kebutuhannya semakin meningkat setiap tahun seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan pertumbuhan industri. Di bidang ekonomi, gula memiliki peranan penting sehingga ditetapkan menjadi salah satu barang pangan pokok yang diatur oleh Pemerintah berdasarkan Perpres 71 tahun 2015 jo 59 tahun 2020. Peran penting ini juga dapat dilihat dari pangsa terhadap pengeluaran masyarakat (berkontribusi 1,18 persen) dan garis kemiskinan (berkontribusi 1,99 persen kota dan 2,78 persen desa).

Jenis gula yang ada di Indonesia meliputi gula bahan baku (gula kristal mentah/ raw sugar) dan gula produk (gula kristal putih (GKP) dan gula kristal rafinasi (GKR). Jumlah total pabrik gula (PG) yang ada di Indonesia berjumlah 62 dengan total kapasitas 316.950 TCD (ton cane per day).

Jumlah PG yang mengolah tebu menjadi GKP untuk pemenuhan konsumsi langsung terdiri dari 43 PG milik BUMN dengan kapasitas 163.950 TCD dan 19 PG milik swasta dengan kapasitas 153.000 TCD. PG yang mengubah raw sugar menjadi GKR untuk pemenuhan kebutuhan bahan baku industri makanan, farmasi, dan lainnya terdiri dari 11 PG rafinasi dengan kapasitas 5,02 juta ton.

Saat ini produksi gula nasional baru mencapai 2,18 juta ton atau sekitar 37,6 persen dari total kebutuhan yang mencapai 5,80 juta ton (2,80 juta ton untuk kebutuhan konsumsi langsung dan 3,00 juta ton untuk industri makanan dan minuman). Produksi gula Indonesia belum mampu mengimbangi tingginya permintaan konsumsi dalam negeri, terutama belum mampu mencukupi kebutuhan bahan baku/penolong bagi industri makanan & minuman dan farmasi.

Karena itu, Indonesia masih menggantungkan diri akan pasokan gula asal impor. Tren impor gula Indonesia...

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement