REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyayangkan terjadinya kebocoran data yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir ini. Menurutnya, hal tersebut mengindikasikan lemahnya ketahanan siber di Indonesia.
"Lemahnya ketahanan siber kita meskipun BPJS selalu maintenance agar keamanan data peserta terjamin kerahasiaannya. Ditambah para hacker dan cracker cukup memiliki keahlian yang terus diasah dengan teknologi yang terus diupdate," ujar Sukamta, Kamis (27/5).
Pemerintah diminta untuk segera melakukan mitigasi terhadap hal-hal yang berpotensi bermasalah di sektor teknologi informasi dan komunikasi. Pasalnya, bocornya data hingga kesalahan informasi yang sempat terjadi di Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) tentu membuat masyarakat khawatir.
"Harus ada langkah-langkah ke depannya agar hal seperti ini tidak terjadi lagi. Ini penting untuk digarisbawahi karena sepertinya akan ada lagi kasus-kasus kebocoran data yang lebih parah," ujar Sukamta.
Di samping itu, masalah-masalah tersebut menjadi tanda urgensi pentingnya rancangan undang-undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP). Salah satu pembahasannya terkait lembaga yang mengurusi data pribadi, apakah oleh Kementerian Komunikasi dan Informasita (Kemkominfo) atau membentuk lembaga independen baru.
"Ini harus segera ketemu kesepakatannya, agar upaya pelindungan data pribadi bisa segera memiliki payung hukum yang kuat terhadap badan private, masyarakat termasuk juga badan publik," ujat Sukamta.
Hal senada juga diungkapkan anggota Komisi I DPR Fraksi Partai Golkar Dave Laksono. Ia menilai, kebocoran data menjadi tanda urgensinya RUU PDP di Indonesia.
Bocornya data menjadi tanda bahwa sistem pengamanan di Indonesia masih sangat rentan diretas. Hal tersebut tentu akan sangat berbahaya, karena data-data tersebut dapat disalahgunakan oleh oknum-oknum tak bertanggungjawab.
"Kami di Komisi I ingin segera selesai, karena masih banyak juga undang-undang lain yang perlu segera dirampungkan," ujar Dave.