Ahad 20 Jun 2021 23:43 WIB

Bumi Memanas Lebih Cepat dari yang Diperkirakan

Jumlah panas yang terperangkap di Bumi meningkat dua kali lipat sejak 2005.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Dwi Murdaningsih
Bumi (ilustrasi)
Foto: mgIT03
Bumi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Penelitian baru dari NASA serta Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional Amerika Serikat (AS) mengungkap jumlah panas yang terperangkap di Bumi telah meningkat dua kali lipat sejak 2005. Panas yang terperangkap ini berkontribusi pada pemanasan lautan, udara dan daratan yang lebih cepat.

“Besarnya peningkatan ini belum pernah terjadi sebelumnya,” kata Norman Loeb, seorang ilmuwan NASA dan penulis utama studi tersebut, yang diterbitkan di jurnal Geophysical Research Letters. “Bumi memanas lebih cepat dari yang diperkirakan.”

Baca Juga

Dengan menggunakan data satelit, para peneliti mengukur apa yang dikenal sebagai ketidakseimbangan energi Bumi. Ini adalahperbedaan antara seberapa banyak energi yang diserap planet ini dari matahari, dan seberapa banyak energi yang dapat ditumpahkan, atau dipancarkan kembali ke luar angkasa.

“Ketika ada ketidak seimbangan positif- Bumi menyerap lebih banyak panas daripada kehilangan- itu adalah langkah menuju pemanasan global. Itu pertanda Bumi mendapatkan energi,” kata Stuart Evans, ilmuwan iklim di University at Buffalo, dilansir dari The Sydney Morning Herald, Ahad (20/6).

Studi tersebut menemukan, ketidakseimbangan itu kira-kira berlipat ganda antara 2005 dan 2019. “Ini adalah jumlah energi yang sangat besar. Ini angka yang sulit untuk diingat,” kata Gregory Johnson, ahli kelautan untuk Laboratorium Lingkungan Laut Pasifik NOAA dan rekan penulis studi tersebut.

Johnson mengatakan peningkatan energi itu setara dengan setiap orang di Bumi yang menggunakan 20 teko teh listrik sekaligus.

Bumi mengambil sekitar 240 watt per meter persegi energi dari matahari. Pada awal periode penelitian, pada 2005, memancarkan kembali sekitar 239,5 watt-menciptakan ketidakseimbangan positif sekitar setengah watt. Pada akhirnya, pada 2019, kesenjangan itu hampir dua kali lipat menjadi sekitar satu watt penuh per meter persegi.

Lautan menyerap sebagian besar panas itu, sekitar 90 persen. Ketika peneliti membandingkan data satelit dengan pembacaan suhu dari sistem sensor laut, mereka menemukan pola yang sama.

Apa sebabnya?

Pertanyaan terbesar yang beredar adalah apa yang mendorong akselerasi panas ini. Studi menunjukkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi ketidakseimbangan. Faktor-faktor itu adalah penurunan tutupan awan dan es laut, yang memantulkan energi matahari kembali ke luar angkasa.

Selain itu juga adanya peningkatan gas rumah kaca yang dipancarkan oleh manusia, seperti metana dan karbon dioksida, serta uap air, yang memerangkap lebih banyak panas di Bumi. Namun, sulit untuk membedakan perubahan yang disebabkan oleh manusia dari variasi siklus dalam iklim.

“Mereka semua bercampur menjadi satu,” kata Loeb, yang menambahkan bahwa penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan faktor-faktor tersebut.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement