Selasa 22 Jun 2021 08:27 WIB

CDC Rilis Panduan Baru Long Covid

Kondisi post-Covid atau 'long covid' seringkali salah diagnosis.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Nora Azizah
Kondisi post-Covid atau 'long covid' seringkali salah diagnosis.
Foto: www.freepik.com.
Kondisi post-Covid atau 'long covid' seringkali salah diagnosis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Centers for Disease Control and Prevention (CDC) telah menerbitkan panduan baru bagi penyedia layanan kesehatan terkait perawatan pasien dengan kondisi post-Covid. Kondisi tersebut dikenal juga sebagai long Covid.

"Banyak kondisi post-Covid bisa ditangani oleh penyedia layanan perawatan primer," ungkap CDC, seperti dilansir VeryWell Health, Selasa (22/6).

Baca Juga

Melalui panduan baru ini, CDC meminta para praktisi kesehatan untuk bersikap peka terhadap kebutuhan pasien mereka. Alasannya, kondisi post-Covid seringkali salah terdiagnosis.

Panduan baru dari CDC juga mencakup beragam aspek terkait perawatan pasien long Covid. Misalnya, terkait pemeriksaan fisik, pengetesan, terapi, hingga cara untuk bicara dengan pasien mengenai kondisi post-Covid mereka.

Dari sekian banyak tema yang dibahas dalam panduan, ada lima poin penting yang perlu menjadi perhatian. Berikut ini adalah kelima poin tersebut.

Gejala Kondisi Post-Covid

CDC memberikan daftar gejala long Covid yang komprehensif dalam panduan baru mereka. Sebagian di antaranya adalah sesak napas, kelelahan, mudah lelah, brain fog, batuk, dan nyeri dada. Beberapa gejala long Covid lain yang masuk ke dalam daftar tersebut adalah sakit kepala, jantung berdebar, nyeri sendi, nyeri otot, dan kesemutan.

Gejala long Covid lain yang disoroti CDC adalah nyeri perut, diare, insomnia atau kesulitan tidur lain, demam, pening, dan gangguan dalam fungsi keseharian atau mobilitas. CDC juga memasukkan nyeri, ruam merah, perubahan suasana hati, kehilangan indra penciuman atau perubahan indra perasa, dan siklus mens tak teratur dalam daftar gejala long Covid.

Tidak Berpaku pada Hasil Lab

CDC secara spesifik menyebutkan bahwa tak ada tes laboratorium yang bisa dengan efektif membedakan kondisi post-Covid dengan masalah kesehatan lain. CDC juga meminta para dokter untuk tidak bergantung pada hasil tes lab saja untuk menentukan apakah ada masalah fisik pada seorang pasien.

"Kurangnya abnormalitas dalam tes laboratorium atau pemindauan tidak meniadakan keberadaan, keparahan, atau kepentingan kondisi atau gejala pasien," papar CDC.

Tidak Langsung Menghubungkan dengan Masalah Kesehatan Mental

Beberapa gejala post-Covid tampak berkaitan dengan kesehatan mental. Oleh karenanya, ada beberapa kelompok advokasi pasien yang khawatir bahwa kondisi post-Covid pasien salah terdiagnosis dan dianggap disebabkan oleh masalah psikiatri.

Oleh karena itu, penyedia layanan kesehatan diminta untuk lebih sensitif dalam menghadapi gejala-gejala ini. Penyedia layanan kesehatan perlu melakukan evaluasi klinis penuh sebelum mengambil keputusan.

Rekomendasi Terapi

Menurut CDC, ada banyak kondisi post-Covid yang bisa membaik melalui terapi-terapi yang sudah ada. Salah satu contohnya adalah latihan bernapas untuk memperbaiki keluhan sesak napas.

Yang terpenting adalah menciptakan rencana rehabilitasi yang komprehensif untuk pasien dengan keluhan long Covid. Rencana rehabilitasi ini juga bisa mengombinasikan beberapa macam terapi sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien. Misalnya, terapi fisik dan terapi okupasi, terapi bicara dan terapi bahasa, terapi vokasi, atau rehabilitasi neurologis untuk gejala kognitif.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement