REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN – Program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta menggelar "Ziarah dan Persembahan untuk WS Rendra". Kegiatan daring itu ditayangkan pada Jumat (2/7) melalui kanal YouTube Pestarama dan dapat terus disimak.
Acara yang dimulai pada pukul 19.30 WIB tersebut merupakan puncak dari pergelaran Pekan Apresiasi Sastra dan Drama (Pestarama#6). Secara keseluruhan, kegiatan mengusung tajuk "Balada Rindu Rendra" yang mengenang sang maestro teater Indonesia.
Rangkaian acara dibuka dengan Webinar Nasional bertajuk "Membentang Karya dan Pemikiran WS Rendra di Era Pendidikan Digital". Webinar menghadirkan Irsyad Ridho (dosen UNJ), Agus R Sarjono (sastrawan), Bambang Prihadi (Ketua Komite Dewan Kesenian Jakarta), dan Abdullah Wong (Budayawan).
Ada pula penayangan pementasan sembilan naskah drama Rendra oleh mahasiswa semester enam PBSI dan lomba-lomba apresiasi pengajaran sastra yang dibuka untuk umum.
Puncak program menghadirkan gelaran tahlil, penayangan profil sang maestro, perjalanan PESTARAMA#6, penampilan sastra, serta persembahan untuk Rendra yang akan disampaikan langsung kepada Ken Zuraida, istri almarhun.
Dosen PBSI UIN Jakarta, Rosida Erowati, mengungkapkan dari tahun ke tahun acara Pestarama mengangkat tokoh-tokoh besar seperti Arifin C Noer, N Riantiarno, Putu Wijaya, Danarto, dan Utuy Tatang Sontani. Tahun ini, acara mengusung kiprah Rendra.
Pimpinan Produksi Pestarama#6, Aprilia Pitaloka, menyampaikan bahwa sosok Rendra terkenal dengan karyanya yang penuh kritik sosial. "Kami ingin mengenalkan kembali kepada generasi milenial agar drama, teater, dan Rendra tidak dilupakan," kata April lewat pernyataan resminya.
Saat mengisi webinar, Ketua Komite Teater DKJ, Bambang Prihadi, berpendapat bahwa kini banyak misinterpretasi pemahaman masyarakat terhadap dunia seni, khususnya teater. Ada pemahaman bahwa teater dianggap kurang bermanfaat dan dalam dunia sosial selalu dalam ketegangan.
"Pemahaman teater kurang laku dalam dunia ekonomi kerap muncul di era ini. Seni tidak bisa dilepas dari konteks ia diproduksi dan diciptakan. Ia akan mengembalikan lagi perasaan masyarakat yang menerima atau menolaknya," ujar Bambang.
Kegiatan itu jadi upaya untuk terus memupuk semangat kebudayaan, khususnya teater, meski penyelenggaraan di era Covid-19 penuh tantangan.
"Dalam kondisi terbatas, kita tidak boleh berhenti mengapresiasi dan melahirkan karya seni. Bahkan, sering kali karya seni yang inovatif itu justru lahir di tengah keterbatasan," ungkap Ketua Program Studi PBSI UIN Jakarta, Pungkas Makyun Subuki.