REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- The SMERU Research Institute di dalam program Research on Improving System of Education (RISE) mengungkapkan dampak Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi di Yogyakarta membuat capaian satuan pendidikan berubah. Sebab, guru tidak terbiasa mengajar siswa yang kemampuannya beragam.
Peneliti RISE Goldy Fariz Dharmawan mengatakan sekolah negeri menerima anak dengan nilai lebih rendah, tetapi bisa menahan penurunan capaian belajar. Di sisi lain, sekolah swasta menerima anak dengan nilai lebih tinggi, tapi sulit mendorong peningkatan capaian belajar.
Ia menyimpulkan, kebijakan zonasi menunjukkan adanya pertukaran antara kualitas pembelajaran dan kesetaraan akses pendidikan berkualitas. "Kebijakan zonasi berhasil memasukkan lebih banyak anak dari keluarga ekonomi rendah ke sekolah negeri. Tapi, satuan pendidikan perlu didukung agar guru dapat mengajar siswa yang kemampuannya beragam," kata dia, dalam keterangannya, Rabu (14/7).
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kota Yogyakarta, Budi S. Asrori, mengatakan dinas tetap berusaha menyeimbangkan antara kebutuhan anak-anak agar dapat sekolah di tempat yang lebih dekat rumah. Di sisi lain, dinas berupaya mengakomodasi anak-anak berprestasi untuk sekolah di tempat yang diinginkan.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Dirjen Pauddikdasmen), Jumeri, mengungkapkan Kemendikbudristek menginisiasi Sekolah Penggerak dengan tujuan mengintervensi sekolah-sekolah pada semua kemampuan, baik rendah, menengah, dan tinggi.
"Mudah-mudahan, ada efek pengali-lipat dari sekolah-sekolah penggerak, agar kemudian bisa menggerakkan sekolah-sekolah lain. Kami juga mendorong daerah memfasilitasi anak-anak yang tidak diterima di sekolah negeri untuk ke swasta dengan memberikan BOS Daerah. BOS juga sudah diberi indeks majemuk, sehingga nilai BOS sesuai dengan kebutuhan anak di masing-masing daerah," ujar Jumeri.